"Penutupan kantor media Al Jazeera adalah puncak deklarasi perang terhadap jurnalis yang menjadi sasaran terorisme zionis dengan tujuna menyembunyikan kebenaran," kata Anggota Biro Politik Hamas, Izzat Al-Risheq.
Tindakan Israel atas serangan dan pembatasan terhadap jurnalis, khususnya wartawan di Gaza, dikecam oleh Kelompok Hak Media.
Israel juga tidak mengizinkan wartawan internasional untuk melaporkan berita secara independen dari Gaza.
Menurut catatan Kantor Media Pemerintah, Israel telah membunuh 173 wartawan sejak dimulainya perang pada Oktober tahun lalu.
Termasuk Ismail Al-Ghoul dan Samer Abudaqa, jurnalis Al Jazeera yang tewas akibat serangan Israel.
Koresponden Al Jazeera, Arabic Ismail Omar dikabarkan terluka parah akibat serangan Israel pada bulan Februari.
Diketahui serangan terhadap wartawan Al Jazeera telah terjadi sebelum perang di Gaza.
Koresponden Veteran Al Jazeera, Shireen Abu Akleh tewas dibunuh Israel pada tahun 2022, ketika ia sedang melaporkan dari Jenin di Tepi Barat.
Pada tahun 2023, Pasukan Israel mengebom sebuah menara di Gaza, tempat kantor jaringan Al Jazeera berada.
Pada awal 2024, Al Jazeera mengecam larangan pelaporan di Israel sebagai tindakan kriminal yang melanggar hak asasi manusia dan hak dasar untuk mengkases informasi.
Tindakan Israel tersebut dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional (HHI).
Baca juga: 3 Fakta Tewasnya Jurnalis Al Jazeera, Viral Pelayat Dipukuli Polisi Israel hingga Video Penembakan
Pada bulan Mei, Al Jazeera mengatakan penindasan yang dilakukan Israel secara terus-menerus terhadap kebebasan pers, dipandang sebagai upaya untuk menutupi tindakannya di Jalur Gaza.
Berbagai tindakan Israel yang meliputi ancaman, intimidasi, penargetan dan pembunuhan jurnalis tidak menghalangi komitmen Al Jazeera untuk meliput berita.
Penggerebekan kantor Al Jazeera pada hari Minggu menyoroti kekuasaan Israel yang semakin ketat atas wilayah Tepi Barat.
Termasuk wilayah Ramallah yang masih berada di Area A di bawah yurisdiksi PA.