Abiad mengatakan bahwa serangan itu merupakan kejahatan perang.
Ledakan hari Selasa mengakibatkan sekitar 3.200 orang terluka.
Sementara itu, jumlah korban serangan hari Rabu dua kali lipat lebih banyak daripada sebelumnya.
Tercatat 450 orang terluka dan 25 orang tewas.
Para korban merupakan masyarakat sipil biasa.
Mereka bukan prajurit yang sedang bertempur di medan perang.
"Para korban berlumuran darah di rumah sakit, ambulans berdatangan dalam hitungan menit, mereka terluka di bagian wajah dan mata," kata Jurnalis Sally Abou al-Joud.
"Para pemuda berjalan dengan keadaan tangan, mata, dan pinggang terluka. Mereka tidak bisa melihat apapun," ungkap seorang wanita kepada BBC pada hari Kamis.
"Ini adalah pembantaian massal di dunia," imbuh wanita itu.
Baca juga: Konflik Israel dan Hizbullah Makin Memanas, Negosiasi Gencatan Senjata di Gaza Bakal Terpengaruh?
Banyak warga Lebanon yang mengatakan serangan ledakan itu memicu trauma mereka terhadap tragedi ledakan bom di Beirut.
Menurut Kedutaan Besar Teheran di Lebanon, lebih dari 90 orang yang terluka kini berada di Iran untuk perawatan yang lebih lanjut.
"Duta Besar Iran, Mojtaba Amani, kini kondisinya sudah 'sangat baik'," pernyataan Kedutaan Besar Teheran.
Menurut Abiad penggunaan 'senjata teknologi' merupakan hal yang sangat serius.
Tidak hanya bagi Lebanon, melainkan bagi seluruh negara di dunia.
Baca juga: Pimpinan Hizbullah Kembali Jadi Korban Tewas dalam Serangan Israel di Lebanon Selatan
Hizbullah mengatakan akan berhenti menembak apabila terjadi gencatan senjata di Gaza.
Sementara itu, Israel telah mengubah fokus militernya ke wilayah perbatasan Lebanon.