Kolaborasi Batik Toeli & JNE Jaga Eksistensi Cagar Warisan Budaya ke Seluruh Nusantara & Mata Dunia

Penulis: Adi Manggala Saputro
Editor: adisaputro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Potret kebersamaan Dyan Primadyka bersama dua wisatawan asing yang berkunjung ke Batik Toeli di Laweyang, Solo.

Berkat metode pendekatan Taufan, kawan-kawan Tuli saat ini sudah menemukan passion nya di batik.

Dalam waktu seminggu, kawan-kawan tuli mampu menyelesaikan 2 sampai 4 kain dalam sistem kerja sama seperti orang biasa per harinya yakni 8 jam kerja.

"Sistem kerjanya sama 8 jam kerja selayaknya orang biasa. Hitungannya per minggu 2 sampai 4 kain, karena pengerjaan satu kain kan sudah lama. Mereka sudah mendapatkan passionnya tadi, kami sudah merekrut mereka, mereka lama di sini sangat nyaman, ibaratnya kita dan mereka sangat dekat, menjalin hubungan erat seperti keluarga sendiri, gak kayak dulu di konveksi padat karya karena kan biasanya acuh tak acuh

Terkini, Batik Mahkota dan Toeli total memberikan kesempatan kerja bagi 15 orang baik yang bertanggung jawab pada design, marketing, hingga produksi.

Tak sekedar itu, satu di antara kawan tuli, Dyan Primadyka, juga kerap mengisi pendampingan maupun pelatihan bagi para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.

"Job kerja 2 tempat disana toeli dan mahkota kalau ada kunjungan pelatihan batik saya juga ajarin bantu anak-anak dan dewasa juga ada temanku bule dari Jerman," jelas Dyan kepada TribunWow.com, Selasa (25/6/2024).

Meski memiliki keterbatasan, para wisatawan yang mengunjungi Batik Toeli dan Mahkota mengaku tak mempermasalahkan kondisi Dyan.

Para wisatawan justru merasa dibuat nyaman akan keramahan Dyan saat melakukan pelatihan.

"Orang yang sedang melakukan kunjungan pelatihan batik biasanya bertanya kepada saya yang disabilitas tuli, bukan merasa tidak nyaman, mereka justru malah merasa bahagia karena keramahan saya membantu pelatihan membatik meski saya tuli," jelasnya.

Senada dengan Dyan, Manajer Produksi Batik Mahkota sekaligus founder Batik Toeli, Taufan Wicaksono, turut membeberkan respon para wisatawan mengenai kinerja para kawan tuli.

"Responnya sangat respek, kagum juga, mereka itu memiliki keterbatasan tapi bisa membuat dan memproduksi batik sendiri di mana batik sudah jadi warisan budaya kita, mereka yang belajar batik itu minimal 1 tahun baru bisa, di lihat dari teknik kerapiannya, alur dari goresan, itu kalau tidak sering membatik keliatan besar kecilnya untuk batik tulis, itu kan gak sebentar," pungkas Taufan.

Sosok Dyan Primadyka, pembatik Batik Toeli Laweyan Solo saat melakukan proses pewarnaan pada pola gambar batik kontemporer, Selasa (25/6/2024). (HO TribunWow.com)

Kolaborasi Batik Toeli dan JNE Jaga Eksistensi Cagar Budaya Nusantara

Bicara pemasaran produknya, Batik Mahkota dan Toeli hingga saat ini masih intens menggunakan jasa PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) sebagai mitra bisnis mereka dalam hal pengiriman barang.

Menurut Taufan, JNE menjadi salah satu ekspedisi yang mudah di akses, tepat waktu, mudah ditracking dan tidak rumit saat melakukan proses transaksi jasa pengiriman.

Hal itu dapat dilihat dari ulasan para pelanggan Batik Mahkota maupun Toeli yang semuanya merasa puas dengan proses pengiriman yang dilakukan oleh JNE.

Halaman
1234