TRIBUNWOW.COM - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyebut 2 hal yang membuatnya berbeda pendapat dari amar putusan yang dibacakan dalam sidang sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).
Saldi Isra menjadi satu di antara 3 hakim yang menjadi dissenting opinion selain Enny Nurbayaningsih dan Arief Hidayat.
Saldi Isra lalu menjelaskan ada dua hal yang membuatnya mengambil haluan utnuk memiliki pandangan berbeda.
Baca juga: BREAKING NEWS Hasil Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2024: Menolak Permohonan Gugatan Anies - Muhaimin
1. Persoalan mengenai penyaluran dana bantuan sosial yang dianggap menjadi alat untuk memenangkan salah satu peserta pemilu presiden dan wakil presiden.
2. Perihal keterlibatan aparat negara, pejabat negara atau penyelenggara negara di sejumlah daerah. Karena tidak mudah untuk membelahnya secara tegas.
Setelahnya, ia menjabarkan soal poin pertma di mana presiden ikut berperan dalam memberikan dukungan ke paslon tertentu.
"Presiden yang saat ini memegang jabatan, tidak menjadi peserta dalam pemilu. Meskipun, sebagai pribadi orang yang sedang memegang jabatan memiliki hak untuk memberikan dukungan politiknya pada salah satu pasangan calon peserta pemilihan," ujar Saldi Isra.
"Konsekuensinya ia juga diberi dan memiliki kesempatan untuk melakukan kampanye dalam rangka memengaruhi pemilih untuk memberikan suaranya kepada pasangan calon yang didukungnya."
Baca juga: MK Tolak Permohonan Gugatan Anies-Muhaimin, 3 Hakim Beri Dissenting Opinion termasul Saldi Isra
Menurut Saldi Isra, dukungan presiden membuat sulit untuk menilai apakah sebagai dukungan pribadi maupun memanfaatkan kepentingan negara.
"Akan tetapi, dukungan tersebut semestinya adalah dalam kapasitasnya sebagai pribadi bukan sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang masih harus menyelesaikan program-program pemerintahannya," tutur Saldi Isra.
"Pada titik inilah yang kemudian sulit untuk menilai tindakan seorang presiden sebelum dan selama penyelenggaraan Pemilu."
Selain itu, bisa juga jabatan presiden dianggap sebagai dalih untuk memberikan dukungan.
"Dalam hal ini orang yang memegang jabatan tertinggi di jajaran pemerintahan tersebut dapat saja berdalih bahwa percepatan program yang dilakukannya adalah dalam rangka menyelesaikan program pemerintahan yang akan habis masa jabatannya."
"Namun, program yang dimaksud pun dapat digunakan sebagai kamuflase dan dimanfaatkan sekaligus sebagai piranti dalam memberi dukungan atas pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden," tambahnya. (TribunWOw.com)