TRIBUNWOW.COM - Kubu pasangan calon Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar berhadapan dengan kubu Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka di sidang sengketa Pilpres 2024 pada Senin (1/4/2024).
Sidang sengketa Pilpres 2024 kali ini memiliki agenda mendengarkan keterangan dari ahli dan saksi dari kubu Anies-Muhaimin.
Para pengacara kedua kubu sempat memberikan pernyataan ke wartawan setelah sidang diskors sementara.
Kedua kubu mengaku bahagia hingga tertawa di ruang sidang, berikut pernyataannya:
Baca juga: Kunjungan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke China, 3 Sosok Penting Ini akan Terima Lawatannya
Tim Hukum Anies-Muhaimin
Pengacara Anies-Muhaimin, Refly Harun mengaku bahagia setelah sidang tersebut berlangsung setengah jalan.
"Kami hari ini sangat bahagia, sangat senang karena paling tidak bukti bahwa pemilu ini curang itu makin terlihat, makin kentara," ujar Refly Harun.
Menurutnya, kecurangan dari kubu Prabowo-Gibran semakin terbuka jelas.
"Kecurangan bermacam-macam mulai dari pencalonan Gibran, mulai dari soal bansos, soal IT, dsb."
Ia lalu menyinggung soal Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza yang bertanya pertanyaan sangat sederhana.
"Sesungguhnya tidak ada bantahan yang signifikan bahkan tadi Prof Yusril menyakan sesuatu yang saya sampai surprice kok Yusril bisa tanya begitu, gimana kalau dilanjutkan masa jabatannya, bagaimana dengan Anies dan bagaimana dengan Ganjar, sederhana sekali pertanyaannya, seandainya Anies dan Ganjar masih jadi kepala daerah dan mau mencalonkan ya tinggal mundur."
Baca juga: Hotman Paris Tak Lagi Hadir, Ini Daftar 14 Pembela Kubu Prabowo-Gibran di Sidang PHPU Ganjar-Mahfud
Tim Hukum Prabowo - Gibran
Sementara itu, pengacara Prabowo-Gibran, Hotman Paris mengaku tertawa mendengar pernyataan ahli dan saksi.
"Pertama mereka selalu mendalilkan peraturan KPU mengenai 40 tahun belum dirubah saat pendaftaran Gibran," kata Hotman Paris.
"Mereka lupa ada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90 yang mengatakan boleh asal pernah kepala daerah. dan di pasal 47 UU MK disebutkan putusan MK berlaku sejak diucapkan, jadi enggak perlu menunggu dirubah peraturan KPU."
Sementara pernyataan kedua soal Jokowi yang dianggap melanggar Undang-Undang korupsi.
Menurut Hotman Paris seharusnya hal itu bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi.