TRIBUNWOW.COM - Viral di media sosial kisah seorang wanita yang maju menjadi caleg dengan modal cuma Rp 2,5 juta.
Sosok wanita tersebut adalah Yuni Sri Rahayu (41), yang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif DPRD DKI Jakarta di Pemilu 2024, dari Partai Buruh.
Profesi Yuni adalah seorang asisten rumah tangga (ART), sehingga ia tidak memiliki banyak uang untuk kampanye.
Berikut ini fakta-fakta terkait Yuni yang viral modal dikit untuk jadi caleg:
Baca juga: Viral Caleg Jual Ginjal demi Biaya Kampanye Pemilu 2024, Ngaku Uang Tak Cukup hingga Ini Sosoknya
Dapat Diskriminasi
Maju dengan modal seadanya, Yuni mengaku kerap mengalami diskriminasi saat kampanye.
Oleh karena itu, ia pun tak berambisi untuk menang di Pemilu 2024.
Kisah Yuni kemudian menjadi viral setelah diunggah oleh akun X (Twitter) @fajarnugros pada Senin (5/2/2023).
Akun tersebut mengunggah foto Yuni yang tengah memamerkan alat peraga kampanye (APK) berupa baliho berwarna dasar oranye.
Yuni terdaftar sebagai Caleg DPRD DKI dapil 7, meliputi Kecamatan Cilandak, Pesanggrahan, Kebayoran Lama, Kebayoran Baru, dan Setiabudi.
Hingga artikel ini ditulis, Selasa (6/2/2023), cuitan tersebut telah mendapatkan 2 juta penayangan.
Dicueki saat Kampanye
Mengutip WartaKota, Yuni mengaku sering mendapatkan tindakan diskriminatif dari warga saat akan berkampanye di lingkungan rumahnya, Cipete Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan.
Dia mengatakan, tidak diperbolehkan melakukan sosialisasi di kawasan tersebut lantaran sudah ada dua caleg dari partai lain yang sudah lebih dulu berkampanye.
"Jujur saja di sini, rumah saya, waktu minta izin untuk sosialisasi sama RT di sini ya dia bilang gini, 'Karena di sini sudah dukung dua caleg, jadi enggak bisa sosialisasi'," ujar Yuni pada Jumat (2/2/2024).
Meski demikian, dia mengaku tak terlalu ambil pusing atas hal tersebut dan lebih memilih untuk melakukan sosialisasi di tempat lain.
"Iya diskriminasi halangan pasti ada ya kan, tapi kan kita nggak tahu, jadi ya sudah. Saya juga nggak berambisi untuk menang, saya hanya menjalani proses yang ada saat ini," ungkapnya.
Yuni juga menceritakan, sejauh ini dia hanya mengeluarkan Rp2,5 juta selama berkampanye.
Uang itu dia sisihkan dari penghasilannya sebagai ART.
Modal itu digunakan Yuni untuk membuat APK seperti poster, stiker, gantungan kunci, dan kalender.
"Ya pokoknya kalau dari awal, misal kayak APK saja, itu nggak sampe Rp 2 juta, cuma kalau sama tes seperti itu bisa sampai sekitar Rp 2,5 juta," kata Yuni.
Baca juga: Fakta Viral TikToker Lumajang Disomasi setelah Hapus Stiker Caleg di Rumahnya, Awalnya Niat Edukasi
Caleg Dhuafa
Dengan uang yang terbatas itu, Yuni mengibaratkan dirinya sebagai 'Caleg Dhuafa' lantaran tidak memiliki modal besar.
"Kalau saya sendiri dari partai buruh kan kita bilangnya Caleg Dhuafa ya, yang istilahnya nggak punya modal. Walaupun punya modal istilahnya dari pribadi sendiri, sebisa kita. Saya menyiasatinya dari upah saya sedikit demi sedikit," ujar Yuni.
Dia menjelaskan, motivasinya maju sebagai caleg yakni ingin memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Menurut Yuni, rancangan itu sudah dibuat sejak 20 tahun yang lalu, namun belum ada kejelasan terkait perlindungan pekerja rumah tangga (PRT).
Ya memang saat ini kan kita sedang memperjuangkan RUU PPRT yang sudah 20 tahun masih juga gak ada kabar yang buat kita para PRT. Itu lah yang membuat saya mau nggak mau, siap nggak siap, ya sudah saya mau jadi caleg," ungkapnya.
Lebih lanjut, Yuni mengatakan para pekerja rumah tangga saat ini, hanya dilindungi oleh UU Ketenagakerjaan, dan hal itu dinilai belum cukup.
"Ketika kita punya masalah, UU Ketenagakerjaan belum cukup untuk melindungi PRT," ungkapnya.
Baca juga: 14 Hasil Survei Terbaru Elektabilitas Anies Vs Prabowo Vs Ganjar, Siapa Paling Berpotensi Menang?
Bawaslu Angkat Bicara
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta Selatan angkat bicara terkait pernyataan Yuni yang mengaku mendapatkan tindakan diskriminatif saat hendak melaksanakan sosialisasi di rumahnya.
Menurut Bawaslu Jakarta Selatan, tindakan diskriminatif yang dialami Yuni akibat kesalahpahaman.
Sebab, larangan yang dilakukan Ketua RT untuk Yuni melakukan sosialisasi belum memasuki tahap kampanye.
Hal tersebut diungkapkan oleh Komisioner Bawaslu Jakarta Selatan, Ahmad Fahlevi.
“Dia (Yuni) ternyata salah. Itu dia, kejadiannya di bulan Oktober. Yang pertama gini, itu bukan saat kampanye. Kedua, dia emang enggak melakukan kegiatan kampanye, karena itu belum masuk tahapan kampanye, kan di bulan Oktober. Intinya miskomunikasi,” ujar Ahmad saat dikonfirmasi, Jumat (2/2/2024).
Dia menjelaskan, percakapan antara Ketua RT dan Yuni saat itu hanya berupa obrolan ringan.
Namun, Ahmad membenarkan jika Ketua RT mengatakan kepada Yuni, bahwa di wilayahnya terdapat dua caleg dari partai lain.
“'Pak nanti kalau udah mulai ini, saya mau kampanye di sini ya', cuma obrolan kaya gitu awalnya, tapi ada statement,” ungkap Ahmad meniru percakapan Yuni.
“Karena statementnya itu ‘Ya kita udah ada caleg nih’. Saya nih nangkepnya, dia ucapan RT begini, kan ‘belum kampanye nih, nanti biasanya dibubarin, karena tahapannya masih sosialisasi,” tambahnya.
Akan tetapi lanjut Ahmad, jika peristiwa diskriminatif itu benar-benar terjadi kepada Yuni, maka hal tersebut dapat dipidanakan.
“Tapi pada aturannya, nah kita kembali ke aturan. Kalau ada kejadian tersebut misalkan personal orang itu menghalang-halangi orang mau kampanye itu pidana,” pungkas Ahmad.
(Tribunnews.com/Isti Prasetya, WartaKotaLive.com/Nurmahadi)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Viral ART Nyaleg Modal Rp2,5 Juta, Mengaku Alami Diskriminasi saat Kampanye, Bawaslu: Miskomunikasi