Pilpres 2024

Apakah Boleh Presiden Kampanye dan Memihak Capres seperti Kata Jokowi? Cek Fakta dan Aturannya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo bersama bakal calon presiden Ganjar Pranowo, bakal calon presiden Prabowo Subianto dan bakal calon presiden Anies Baswedan makan siang bersama di Istana Merdeka, Jakarta, Senij (30/10/2023). Presiden Joko Widodo mengundang ketiga bakal calon presiden untuk makan siang bersama sekaligus melakukan silaturahmi bersama.

TRIBUNWOW.COM - Mengapa pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal presiden dan menteri boleh ikut kampanye dan memihak pada salah satu pasangan calon (paslon) dalam Pemilu timbulkan pro dan kontra? Cek aturan dan faktanya.

Lalu, bagaimana kebenarannya? Apakah presiden dan menteri boleh ikut kampanye dan memihak di Pemilu seperti yang dikatakan Jokowi?

Ketua Divisi Teknis KPU RI, Idham Holik, menjelaskan apa yang disampaikan oleh Jokowi itu termuat dalam Undang-undang (UU) Pemilu.

Baca juga: Benarkan Ucapan Jokowi, KPU Sebut secara UU Presiden Boleh Kampanye Asal Penuhi Syarat

Ia mengatakan, UU Pemilu tak melarang presiden dan menteri untuk berpartisipasi dalam kampanye.

Bahkan, di aturan itu, menyebut pejabat publik tak dilarang ikut kampanye selama tidak menggunakan fasilitas negara dan mengajukan cuti di luar tanggungan negara.

"UU Pemilu, khususnya Pasal 281 Ayat 1, memperbolehkan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota, ikut dalam kegiatan kampanye," jelas Idham, Rabu (24/1/2024), kepada Wartakotalive.com.

"Sebagaimana diatur, di persyaratan itu tidak menggunakan fasilitas (negara) dalam jabatannya. Menjalani cuti di luar tanggungan negara," lanjut dia.

Meski demikian, kata Idham, untuk hal pengamanan menjadi pengecualian.

Ia mengungkapkan, presiden dan menteri masih akan mendapat pengamanan kendati cuti di luar tanggungan negara untuk ikut kampanye.

"UU mengecualikan fasilitas pengamanan, jadi fasilitas itu boleh," ungkap Idham.

Baca juga: Di Hadapan Prabowo, Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye, TPN Ganjar-Mahfud Sepakati sesuai UU

Tetapi, Idham enggan berkomentar lebih jauh mengenai pernyataan Jokowi.

Ia khawatir, ada conflict of interest atau konflik kepentingan.

Idham mengatakan pihaknya, yaitu KPU, hanyalah sebagai lembaga penyelenggara Pemilu.

Dikutip dari Tribunnews.com, ada tiga 'syarat' yang harus dipenuhi presiden, menteri, atau pejabat publik lainnya jika hendak berpartisipasi dalam kampanye.

Kedua 'syarat' telah disampaikan oleh Idham, yaitu tidak menggunakan fasilitas negara kecuali keamanan dan cuti di luar tanggungan negara.

Sementara, 'syarat' terakhir adalah tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami/istri, meskipun telah bercerai, dengan paslon.

Berikut bunyi Pasal 281 Ayat 1 selengkapnya, dikutip dari situs resmi Mahkamah Konstitusi (MK):

Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubenur, wakil gubenur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan:

a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. menjalani cuti di luar tanggungan negara;

c. tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak jabatan masing-masing.

Perludem: Ada Persoalan dalam Kerangka UU Pemilu

Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz, menilai ada masalah dalam kerangka hukum di Indonesia, terutama UU Pemilu.

Pasalnya, dalam UU Pemilu, yang diatur dalam Pasal 281 Ayat 1, tidak dilarangnya presiden dan menteri terlibat dalam kampanye, justru memberika kesempatan pada pejabat negara lainnya untuk tidak netral.

"Terdapat persoalan dalam kerangka hukum kita, terutama dalam UU Pemilu."

"Sebab ada beberapa ketentuan yang memberikan kemungkinan kepada presiden untuk terlibat dalam kampanye, yang tentu ini memberikan kesempatan presiden dan pejabat negara lainnya untuk tidak netral," kata Kahfi Adlan Hafiz kepada Tribunnews.com, Rabu.

Baca juga: Jokowi Kunjungan Kerja, Ganjar Kampanye Sama-sama di Jawa Tengah, Tak Mau Disebut Membuntuti

Masalah lainnya, lanjut Hafiz, adanya larangan bagi pejabat negara untuk tidak menguntungkan salah satu paslon.

Padahal, di sisi lain, ada aturan yang memungkinkan pejabat negara terlibat langsung dalam kampanye.

Mengenai masalah itu, Hafiz menilai yang terpenting adalah presiden dan pejabat negara tidak menggunakan fasilitas negara untuk menguntungkan salah satu paslon.

"Namun di sisi lain, ada larangan bagi pejabat negara untuk tidak membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu, termasuk kegiatan yang mengarah pada keberpihakan," ujar Hafiz.

"Nah yang penting dilihat sebetulnya apakah presiden menggunakan sumber daya negara, termasuk keputusannya yang secara sengaja dan atau tidak sengaja memberikan keuntungan pada peserta pemilu tertentu."

"Bila itu terjadi, maka ada pelanggaran pemilu yang perlu ditindak," tukasnya.

Sebelumnya, Jokowi mengatakan presiden dan menteri bisa berpartisipasi dalam kampanye pemilu karena merupakan hak demokrasi setiap orang.

Bahkan, menurutnya, presiden boleh berkampanye dan memihak pada salah satu paslon.

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," kata Jokowi usai menyaksikan penyerahan sejumlah Alutsista yang dilakukan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, kepada TNI, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu.

"Presiden itu boleh loh kampanye, boleh loh memihak. Boleh."

"Boleh, kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa gini gaboleh gitu gaboleh, boleh menteri juga boleh," lanjut dia.

Menurut Jokowi, yang paling penting adalah saat berkampanye tidak menggunakan fasilitas negara.

"Itu saja yang mengatur, itu hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Yohanes Liestyo/Taufik Ismail, Wartakotalive.com/Alfian Firmansyah)

Baca berita terkait Pilpres 2024 lainnya

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Cek Fakta: Bolehkah Presiden Kampanye dan Memihak Capres seperti Kata Jokowi? Ini Aturannya