“Relatif lebih mudah bagi publik untuk mencerna bahwa keberlanjutan Jokowi itu lebih konsisten terlihat di kubu 02,” kata pengamat politik dari Universitas Paramadina itu.
Tidak turunnya Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dan Gibran sebagai Wali Kota Surakarta, menurutnya, juga merupakan strategi yang menguntungkan mereka.
Misalnya, ketika Gibran salah mengucapkan “asam folat” menjadi “asam sulfat”.
“Maka dengan tidak mundur dari jabatan, (jarang kampanye) digunakan sebagai strategi mereka untuk meminimalisir potensi error,” ucap Umam.
Namun demikian, Umam menilai, kubu Prabowo-Gibran juga tetap perlu lebih intens lagi untuk kampanye.
“Kalau mereka sifatnya hanya take for granted seperti saat ini, kampanye terbatas, ngomong terbatas, ini berpotensi memunculkan dua ancaman,” kata Umam.
Baca juga: Perbedaan Dukungan Ustaz Abdul Somad saat Pilpres 2019 Dukung Prabowo, Kini Pilih Anies Baswedan
Pertama, tidak bisa memenangkan Pilpres 2024 satu putaran seperti yang mereka harapkan selama ini.
Kedua, memberikan ruang kepada capres-cawapres lain yang lebih agresif dalam menjalankan mesin infrakstruktur pemenangan.
Terbaru, dalam survei Litbang Kompas, Prabowo-Gibran berada di urutan pertama dengan perolehan elektabilitas 39,3 persen, sedangkan pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 16,7 persen dan pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan 15,3 persen. (*)
Baca berita terkait Pilpres 2024 lainnya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Elektabilitas Prabowo-Gibran Tinggi meski Jarang Kampanye, Pengamat: Kekuatan Mesin Politik dan Relawan"