TRIBUNWOW.COM – Inilah profil dari Fahri Hamzah, Wakil Ketua Umum Partai Gelora yang kembali mencalonkan diri sebagai bakal calon anggota legislatif (bacaleg) DPR RI periode 2024-2029.
Sebelumnya, Fahri Hamzah sempat vakum pada Pemilihan Legislatif 2019.
Alasannya, ingin fokus membenahi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lantaran banyaknya kader yang dipecat tanpa prosedur.
Baca juga: Sempat Vakum, Fahri Hamzah Kembali Daftar Bacaleg dari Partai Gelora, sang Ketum Malah Absen
“Saya tidak akan maju menjadi anggota DPR atau DPD atau jabatan elected official yang dipilih rakyat pada periode yang akan datang karena saya ingin fokus dulu sebagai pribadi. Saya ingin menyelesaikan apa yang saya hadapi,” ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta dikutip dari Kompas.com, Kamis (6/7/2023).
Namun, setelah bergabung dengan Partai Gelora, Fahri kembali maju sebagai bacaleg pada Pemilu 2024.
Hal itu dilandasi karena dirinya merupakan public figure serta memiliki pendukung yang kuat dan fanatik.
Berikut adalah profil dari Fahri Hamzah, dikutip TribunWow.com dari Tribunnewswiki.com.
Fahri Hamzah merupakan seorang politikus yang berasal dari Nusa Tenggara Barat.
Saat ini, ia berstatus sebagai pendiri sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gelora.
Fahri lahir pada 10 November 1971 di Utan, Sumbawa, NTB.
Ayahnya bernama Hamzah, sementara ibunya bernama Nurjannah.
Orang tua Fahri bekerja sebagai pembuat kopi tepal khas Sumbawa.
Berada di lingkungan keluarga yang sederhana, Fahri tak pernah malu untuk membantu orang tuanya menjual kopi ke pasar.
Bahkan, sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, ia sering berjualan permen di sekolahnya.
Baca juga: Keterkaitan Janggal Prabowo pada Insiden 98, Fahri Hamzah: Di Sirkel Pak Harto Dianggap Pengkhianat
Fahri menghabiskan sebagian pendidikannya di Sumbawa.
Ia merupakan lulusan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Sumbawa.
Setelah dari MI, ia kemudian lanjut ke SMP Muhammadiyah dan SMA Muhammadiyah yang ada di Sumbawa.
Sejak kecil, ia terkenal sebagai siswa yang cerdas dan selalu mendapat juara kelas.
Setelah lulus dari SMA, ia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Fahri pernah mengemban pendidikan di Fakultas Pertanian, Universitas Mataram pada tahun 1990 hingga 1992.
Namun, ia tidak menyelesaikan pendidikannya di Unram karena bertekad mendaftarkan diri di universitas ternama.
Pada tahun 1992, Fahri pun diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sejak saat itulah, ia mulai menjadi seorang aktivis.
Fahri pernah menjadi Ketua Forum Studi Islam Fakultas Ekonomi UI serta Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan di senat mahasiswa UI periode 1996/1997.
Tak cukup dengan gelar S1, Fahri kemudian melanjutkan S2 di program Magister Ilmu Kebijakan Publik Universitas Indonesia.
Bukan hanya aktif di senat mahasiswa, ia juga pernah menjadi Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) tahun 1998.
Pada tahun itu pun, ia tergabung dalam gerakan reformasi 1998.
Baca juga: Masa Lalu Anies soal Utang Dikorek, Fahri Hamzah Sebut Risiko Nyapres: Ini Belum Seberapa
Usai menjadi alumni UI, karir Fahri Hamzah merambah ke dunia politik.
Ia mulai diangkat menjadi staf ahli MPR RI tahun 1990-2002.
Lantas, ia tergabung dalam Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengantarkannya menjadi anggota DPR RI tahun 2004, mewakili NTB.
Dinilai cukup memiliki perhatian besar pada hukum, ia kemudian diangkat menjadi Wakil Komisi III DPR RI yang membidangi urusan legislasi sejak 2009.
Karirnya semakin melejit pada tahun 2014 karena ia dipilih sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019.
Sederet Kontroversi Fahri Hamzah
Selama menjabat sebagai anggota DPR, Fahri mengaku pernah menerima dana nonbujeter di Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar Rp150 juta dari Rokhmin Dahuri yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kelautan.
Setelah dilakukan pemeriksaan, Fahri diduga menerima uang sebesar Rp200 juta.
Sebulan kemudian, ia pun dilarang menjabat menjadi pimpinan alat kelengkapan sampai 2009.
Namun, setelah dilakukan pemeriksaan ulang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ia dinyatakan bersih.
Fahri juga terlibat dalam pembubaran KPK yang berlangsung di sebuah rapat konsultasi antara pimpinan DPR, fraksi, Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK.
Ia menilai KPK gagal dalam menjawab waktu delapan tahun untuk menangani korupsi sistemik.
Ia juga mengklaim bahwa DPR sudah memberikan dukungan yang luar biasa terkait pemberantasan korupsi.
Hal itu direspon Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi sebagai blunder, sedangkan yang lainnya menyebut wacana itu tidak akan mendapat respon dari publik.
Sementara itu, Fahri mendapat dukungan dari fraksi PKS yang menyatakan bahwa opininya merupakan bagian dari kebebasan berekspresi.
Baca juga: Fahri Hamzah Ngaku Rela jika Jadi Tersangka Kasus Ekspor Benur: Saya Enggak akan Lari
Tak hanya itu, ia juga pernah dipecat oleh PKS saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI pada 4 April 2016 karena kerap terlibat konflik dengan para petinggi PKS.
Ia tidak begitu saja menerima keputusan dari PKS.
Fahri kemudian mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan menuntut PKS untuk ganti rugi materiil Rp 1,6 juta dan imateriil Rp 500 miliar.
Gugatan tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim.
Ia kemudian menerima uang ganti rugi materiil sebesar Rp 30 miliar dan tetap menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI hingga masa jabatannya berakhir.
Fahri kemudian berkolaborasi dengan Ketua Umum PKS, Anis Matta untuk mendirikan Gerakan Arah Baru (Garbi).
Garbi yang masih berbentuk ormas ini kemudian berkembang menjadi Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) yang berdiri pada 28 Oktober 2019.
Sempat vakum di tahun 2019 dari bacaleg, Fahri kemudian memutuskan untuk kembali maju dalam Pilpres 2024. (TribunWow Magang/Novema Kumalasari)
Berita Terkait Fahri Hamzah Lainnya