Namun, Desmond mengaku tak curiga pagi itu menjadi hari dia diculik.
"Kemudian, saya keluar kantor naik bus nomor 06 sampai di Kampung Melayu," kata Desmond dalam pemberitaaan Harian Kompas, 13 Mei 1998.
"Antara LAI dan GMKI, saya dihadang dua orang yang menodong dengan senjata. Sesudah ditodong, saya bergerak, kacamata saya jatuh, saya sulit mengenali orang. Tetapi ada mobil Suzuki Vitara warna abu-abu di GMKI. Jatuhnya kacamata membuat saya tidak leluasa dapat bergerak karena mata saya minus dan silinder, jadi sulit untuk mengenal orang. Saya diringkus, dimasukkan mobil, kepala saya ditutup seperti tas hitam dan musik diputar keras-keras serta dihimpit dua orang. Sejak itu saya tidak tahu diputar-putar, setelah 50 menit saya sampai di suatu tempat," kisahnya.
Baca juga: Kabar Duka, Ratu Elizabeth II Wafat di Usia 96 Tahun, Ini Riwayat Sakitnya 1 Tahun Terakhir
Selanjutnya, Desmond mengaku diborgol, matanya ditutup kain hitam.
Selama tiga jam, ia diinterogasi tentang aktivitasnya.
"Setelah itu saya dibawa ke bak air. Setelah sempat disuruh menyelam, saya ditanya lagi soal sikap saya. Setelah selesai, saya dibawa ke sebuah ruangan dengan enam sel. Di situ sudah ada Yani Afri dan Sony, keduanya anak DPD PDI Jakut yang ditangkap Kodim Jakarta Utara soal peledakan bom di Kelapa Gading," demikian kesaksian Desmond saat itu.
Setelah sehari Desmond ditahan, aktivis Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) Pius Lustrilanang masuk, disusul aktivis Haryanto Taslam.
Menurut Desmond, ada tawaran yang diberikan penculik kepadanya.
Ia diminta mengaku bersembunyi di Garut.
Namun, kala itu Desmond mengajukan skenario lainnya: pergi ke Irian Jaya untuk melakukan penelitian.
Pada malam hari, seusai makan malam, Desmond menjalani pemeriksaan secara bergantian.
Saat pemeriksaan, matanya ditutup kain hitam.
Desmond mengaku tak dapat mengidentifikasi sosok penculiknya.
Sebab, tanpa kacamata, penglihatannya sangat terbatas.
Ia juga tak bisa memastikan lokasi penculikannya selama dua bulan.