Konflik Rusia Vs Ukraina

Kisah Pilu 108 Wanita Ukraina yang 5 Bulan Jadi Tahanan Rusia: Kami Tak Diperlakukan seperti Manusia

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

108 wanita Ukraina dibebaskan pada Senin (17/10/2022), dalam pertukaran tahanan dengan Rusia setelah mereka menghabiskan lebih dari lima bulan di penangkaran.

TRIBUNWOW.COM - Sebanyak 108 wanita Ukraina dibebaskan dalam pertukaran tahanan Rusia setelah lima bulan dipenjara.

Dilansir TribunWow.com, para wanita yang kebanyakan terdiri dari paramedis dan prajurit tersebut menjadi tawanan perang lantaran telah membela Ukraina.

Beberapa di antaranya pun membeberkan perlakuan Rusia selama di dalam tahanan dan kepiluan harus berpisah dari keluarga.

Baca juga: Perang Ukraina dari Sudut Pandang Tentara Rusia, Bekas Tawanan Perang Ungkap Fakta-Fakta Berikut

Pada bulan Mei, perawat militer Ukraina berusia 26 tahun, Viktoria Obidina, terpaksa berpisah dengan Alisa, putrinya yang berusia empat tahun.

“Saya senang dia tidak berada di dekat saya,” katanya kepada Al Jazeera, Kamis (17/10/2022).

Obidina menggambarkan bagaimana dia memercayai orang asing untuk membawa Alisa pergi dengan bus.

Keduanya saat itu berada di kamp penyaringan untuk tawanan perang Ukraina yang ditangkap di kota selatan Mariupol, dan kemudian dipisahkan karena Obidina akan dibawa ke pusat penahanan Rusia.

"Mereka bisa saja menyiksa saya di dekatnya atau bisa saja menyiksanya untuk membuat saya melakukan sesuatu," ungkap Obidina.

'Mereka' yang dimaksud adalah prajurit Rusia dan separatis pro-Rusia yang menginterogasinya bersama sekitar 1.000 orang Ukraina lain.

Mereka adalah para warga yang terjebak di Azovstal, sebuah pabrik baja besar yang merupakan pertahanan terakhir Ukraina di Mariupol yang terkepung.

Sebagaimana diketahui, Azovstal bertahan hampir tiga bulan dari serangan konstan Rusia, dan para pembelanya meninggalkan bunker bawah tanah mereka hanya setelah ada perintah langsung dari Kyiv.

Tangkapan layar ini diperoleh dari video selebaran yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Rusia pada 17 Mei 2022, menunjukkan anggota layanan Ukraina saat mereka digeledah oleh personel militer pro-Rusia setelah meninggalkan pabrik baja Azovstal yang terkepung di kota pelabuhan Mariupol, Ukraina. (Photo by Handout/Russian Defence Ministry /AFP/HANDOUT)

Baca juga: Sempat Divonis Hukuman Mati, Warga Inggris yang Viral Bela Ukraina di Mariupol Kini Dibebaskan Rusia

Separatis mengancam akan menghukum mati beberapa prajurit dan menahan mereka dalam kondisi seperti kamp konsentrasi selama berbulan-bulan, seperti yang mereka lakukan terhadap ribuan tawanan perang Ukraina lainnya.

Pejabat Ukraina dan mantan tahanan perang mengatakan beberapa tawanan adalah perempuan.

Dan beberapa telah mengalami kelaparan, penyiksaan dan penghinaan seksual.

"Orang-orang ini tidak memiliki sesuatu yang suci," kata Inga Chikinda, seorang marinir kelahiran Lithuania yang termasuk di antara 108 prajurit wanita dan warga sipil yang dibebaskan pada 17 Oktober dalam pertukaran tawanan perang.

"Ada kalanya kami kelaparan. Kami tidak diperlakukan seperti manusia."

Dia kehilangan bobot tubuh hingga 8 kg setelah ditawan di salah satu penjara Rusia.

Penculik mereka menjauhkan mereka dari outlet berita non-Rusia dan kontak apa pun dengan kerabat dan pejabat Ukraina.

"Kami berada dalam kekosongan informasi," ucap Tetiana Vasylchenko, seorang penulis buku yang menjadi paramedis dan ditangkap di Mariupol pada awal Maret.

"Mereka senang mengatakan, 'Ukraina tidak menginginkanmu. Tidak ada yang ingin menyelamatkan Anda'," katanya.

Tetapi para wanita menemukan cara untuk menjaga semangat mereka.

Suatu kali, 27 wanita dikumpulkan dalam sel kecil yang dirancang untuk enam orang.

Entah berawal dari siapa, mereka kemudian bersama-sama membisikkan lagu kebangsaan Ukraina untuk saling menyemangati.

"Ini luar biasa," kata Vasylchenko.

"Semua keraguan hilang. Mata gadis-gadis itu berbinar. "

Baca juga: Jasad Tentara Ukraina di Mariupol Tiba di Kiev, Dipulangkan ke Keluarga sebagai Pahlawan

Remaja Ukraina Disandera Rusia

Beberapa minggu telah berlalu sejak remaja Ukraina Vlad Buryak dilaporkan ditangkap.

Dilansir TribunWow.com, sang ayah, Oleg Buryak, mengatakan anaknya disandera oleh pasukan Rusia.

Seperti dilaporkan Al Jazeera, Jumat (1/7/2022), Buryak adalah kepala administrasi militer di Zaporizhzhia, ibu kota wilayah Zaporizhia.

Baca juga: Pemerintah Rusia Minta Rakyatnya Jadi Cepu Laporkan Aksi Kritik Pro Ukraina

Ia yakin Vlad menjadi sasaran karena perannya sebagai pejabat senior di pemerintahan.

Sementara pasukan Rusia sekarang menguasai empat distrik di Zaporizhia, wilayah tenggara di sungai Dnieper, zona Buryak tetap berada di tangan Ukraina.

"Saya tidak akan membiarkan siapa pun mengambilnya," kata Buryak kepada Al Jazeera dalam sebuah wawancara melalui telepon.

Namun, ia mengaku merasa tak berdaya terkait dugaan penangkapan putranya yang berusia 16 tahun itu.

Pada tanggal 8 April, sekitar sebulan setelah pasukan Rusia merebut kota Zaporizhian dan Melitopol, konvoi mobil sipil yang berusaha mengevakuasi daerah yang diduduki perlahan-lahan maju melalui pos pemeriksaan yang diawaki oleh tentara Rusia.

Vlad berada di salah satu mobil itu, menuju Zaporizhzhia untuk bersama ayahnya.

Setelah tentara memeriksa dokumennya dan menyadari siapa ayahnya, ia menjadi anak pertama, dan sejauh ini, diduga disandera untuk tujuan politik.

Baca juga: Dituduh Bertanggung Jawab Culik Paksa Anak-anak Ukraina, Sekutu Putin Dikenai Sanksi oleh Inggris

Buryak mengatakan selama 48 hari pertama, putranya ditahan di sel bersama tawanan perang dewasa.

Dia kemudian dipindahkan ke lokasi dengan kondisi yang lebih baik.

Dia sekarang memiliki akses ke kamar mandi dan toilet, dan ponsel yang dia gunakan untuk menelepon ayahnya.

Untuk melindungi putranya, Buryak tidak dapat mengungkapkan apa yang diinginkan penculik anak itu atau detail apa pun tentang apa yang dialami putranya.

“Saya tidak bisa mengatakan apa yang dia lihat atau dengar. Dari sandera, dia bisa menjadi saksi. Dan saksi-saksi seperti itu bisa disingkirkan sehingga tidak ada yang bisa menemukan mayatnya,” kata Buryak.

“Dia mengirimi saya sebuah lagu."

Buryan mengirim sebuah video yang di dalamnya, seorang wanita bernyanyi, "Kalau saja aku bisa melihatmu, aku bersumpah aku tidak akan membutuhkan lebih banyak lagi."

“Putraku belum pernah mengirimiku lagu sebelumnya,” desah Buryak.

Tetapi ketika ditanya bagaimana dia mengatasinya, Buryak mengatakan orang lain di Ukraina memiliki masalah yang lebih serius.

“Ada orang yang kehilangan anaknya, atau anaknya meninggal. Ada orang tua yang anaknya hilang tanpa jejak," ujar Buryak.

PBB Khawatir Terjadi Adopsi Paksa

Selama terjadinya konflik antara Ukraina dan Rusia, diketahui terdapat banyak anak warga Ukraina yang dipindahkan ke Rusia sejak terjadinya awal serangan pada Februari 2022 lalu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) alias United Nations (UN) kini menyoroti isu kemungkinan terjadinya adopsi paksa yang dilakukan oleh warga Rusia terhadap anak-anak Ukraina.

Isu ini dibahas oleh Afshan Khan selaku Direktur Regional UN Children Fund untuk Eropa dan Asia Tengah.

Ibu di Ukraina dan anak gadisnya kehilangan kaki mereka karena serangan pasukan militer Rusia. Ilustrasi anak di Ukraina korban perang. (First Medical Association of Lviv)

Baca juga: Tidak Akui Rusia Sedang Perangi Ukraina, Putin Disebut Kesulitan Mobilisasi Pasukan Militernya

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, Afshan menegaskan para anak-anak Ukraina tersebut tidak bisa diasumsikan sebagai anak yatim piatu.

Afshan menjelaskan, kebijakan mengadopsi anak harus selalu didasari kepentingan sang anak.

"Terkait anak-anak yang telah dipindahkan ke Rusia, kami bekerja dengan ombudspersons dan jaringan untuk bagaimana kita dapat mendokumentasi kasus-kasus tersebut," ujar Afshan.

Afshan mengatakan, untuk saat ini tidak ada akses menuju anak-anak tersebut.

Sebelumnya diberitakan, menurut informasi dari pemerintah Ukraina sebanyak ratusan anak-anak di Ukraina telah tewas akibat konflik.

Dikutip TribunWow.com dari Aljazeera.com, informasi ini disampaikan oleh kantor Kejaksaan Ukraina.

Selain tewas terbunuh, ribuan anak-anak juga disebut telah diculik oleh pemerintah Rusia.

Pernyataan ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Ukraina.

Menurut informasi Kemenlu Ukraina, sebanyak 2.389 anak-anak warga Donetsk dan Luhansk telah dibawa keluar secara ilegal dari wilayah Ukraina.

Ribuan anak-anak tersebut diketahui dibawa masuk ke wilayah Rusia.

Pemerintah Ukraina menyatakan Rusia telah melanggar hukum internasional.

"Kami meminta dunia internasional untuk merespons segera terhadap aksi ilegal pemindahan anak-anak, untuk menekan Rusia agar menghentikan perang melawan masyarakat Ukraina," jelas Kemenlu Ukraina.(TribunWow.com/Via/Anung)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina