TRIBUNWOW.COM - Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov memperingatkan potensi terjadinya perang langsung antara Rusia dan Amerika Serikat (AS) saat ini semakin tinggi.
Ryabkov menyoroti bagaimana AS mengirimi senjata berat ke Ukraina yang memiliki kemampuan untuk menyerang jarak jauh hingga masuk ke teritorial milik Rusia.
Senjata tersebut adalah sistem senjata peluncur roket M142 HIMARS.
Baca juga: VIDEO Amerika Kirim Sistem Roket Jarak Jauh M142 ke Ukraina, Jaminan Tidak Serang Rusia
Baca juga: Ahli Soroti Makna Pelukan Kakek di Swiss ke Ridwan Kamil di Tengah Pencarian Eril
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, AS sendiri sudah berpesan kepada Ukraina agar tidak menggunakan senjata tersebut untuk menyerang teritorial Rusia.
Pemerintah AS menyatakan tidak akan terlibat dalam konflik antara Rusia dan Ukraina.
Namun Ryabkov membantah pernyataan AS tersebut.
Ryabkov menegaskan bahwa pengiriman senjata ke Ukraina justru meningkatkan potensi perang langsung antara Rusia dan AS.
Menurut Ryabkov, AS tidak melakukan appaun untuk mencegah konflik antara Rusia dan Ukraina menjadi semakin besar.
Ryabkov menyebut, AS akan terus mendukung terjadinya perang hingga titik penghabisan warga Ukraina terakhir.
"Ini berbahaya," ujar Ryabkov.
Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin dituduh sengaja ingin terjadi bencana krisis pangan global.
Tuduhan ini disampaikan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Zelensky menyebut, saat ini Ukraina dihalangi tidak bisa melakukan ekspor gandum ke negara-negara lain.
Dikutip TribunWow.com dari aljazeera.com, Zelensky mengatakan, pasukan Rusia kini tengah memblokir beberapa pelabuhan di Ukraina.
Pemblokiran ini menyebabkan Ukraina tidak bisa mengekspor 22 juta ton gandum yang telah diproduksi.
Zelensky memperingatkan apabila Ukraina terus dihalangi melakukan ekspor maka ancaman kelaparan akan terjadi.
Ancaman kelaparan ini akan terjadi di negara-negara yang bergantung terhadap gandum dari Ukraina.
Baca juga: Menteri Putin Ungkap Alasan Zelensky Tak Bisa Dipercaya, Media Rusia Soroti Dulu Jadi Pelawak
Tak hanya bencana kelaparan, Zelensky mengungkit adanya masalah baru yang akan tercipta yakni krisis migrasi.
"Ini adalah sesuatu yang jelas-jelas ingin dicapai oleh pemimpin Rusia," ujar Zelensky.
Zelensky menyebut Rusia sengaja menghalangi ekspor supaya seluruh negara di Eropa menderita dan Ukraina tidak bisa mendapatkan pemasukan.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menuduh Rusia menggunakan makanan sebagai senjata di Ukraina, Kamis (19/5/2022).
Hal ini dilakukan dengan menyandera pasokan makanan tidak hanya untuk jutaan orang Ukraina, tetapi juga jutaan orang di seluruh dunia yang bergantung pada ekspor Ukraina.
Di hadapan Dewan Keamanan PBB, Blinken mengimbau Rusia untuk berhenti memblokade pelabuhan Ukraina.
Dilansir TribunWow.com dari CNA, Jumat (20/5/2022), Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari untuk melakukan apa yang disebut Moskow sebagai operasi militer khusus.
Baca juga: Rusia akan Hentikan Pasokan Migas, 6 Juta Rumah Terancam Tak Dialiri Listrik saat Musim Dingin
Baca juga: Kisah Ibu di Rusia Selamatkan 2 Putranya dari Pertempuran di Ukraina: Waktu Seakan Berhenti
Dalam perkembangannya, Rusia gagal menguasai Kiev dan memusatkan serangan di wilayah pelabuhan Ukraina.
Kini, Rusia telah menguasai sepanjang pantai Ukraina setelah berhasil menduduki Mariupol dan sekitarnya.
Hal ini membuat ekspor pangan sebagai produksi ekspor utama Ukraina terhenti ke seluruh dunia.
"Pemerintah Rusia tampaknya berpikir bahwa menggunakan makanan sebagai senjata akan membantu mencapai apa yang belum dilakukan invasi, untuk mematahkan semangat rakyat Ukraina," kata Blinken.
"Pasokan makanan untuk jutaan orang Ukraina dan jutaan lainnya di seluruh dunia telah benar-benar disandera oleh militer Rusia."
Perang di Ukraina telah menyebabkan harga global untuk biji-bijian, minyak goreng, bahan bakar dan pupuk melambung.
Sebagai informasi, Rusia dan Ukraina bersama-sama menyumbang hampir sepertiga dari pasokan gandum global.
Ukraina juga merupakan pengekspor utama jagung, jelai, minyak bunga matahari dan minyak lobak.
Sementara Rusia dan Belarusia, yang telah mendukung Moskow dalam perangnya di Ukraina, menyumbang lebih dari 40 persen ekspor kalium (nutrisi tanaman) global.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia membantah dan mengatakan benar-benar keliru jika Rusia harus disalahkan atas krisis pangan global yang telah terjadi selama beberapa tahun.
Dia menuduh Ukraina menahan kapal asing di pelabuhannya dan memasang jebakan bom di perairan.
Nebenzia juga mengatakan militer Rusia telah berulang kali mencoba membuka koridor yang aman untuk kapal.
Ia justru menyalahkan sanksi Barat yang dijatuhkan pada Moskow atas perang Ukraina karena memiliki efek mengerikan pada ekspor makanan dan pupuk Rusia.
Namun, Blinken menolak klaim Rusia bahwa sanksi tersebut memicu krisis pangan.
"Keputusan untuk menggunakan makanan sebagai senjata adalah milik Moskow dan Moskow sendiri," kata Blinken.
"Sebagai akibat dari tindakan pemerintah Rusia, sekitar 20 juta ton biji-bijian tidak terpakai di silo Ukraina karena pasokan makanan global berkurang, harga meroket, menyebabkan lebih banyak lagi di seluruh dunia mengalami kerawanan pangan."
Terkait hal itu, sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sedang mencoba untuk menengahi 'paket kesepakatan' yang akan memungkinkan Ukraina untuk melanjutkan ekspor makanan melalui Laut Hitam dan menghidupkan kembali produksi makanan dan pupuk Rusia ke pasar dunia.
"Ada cukup makanan untuk semua orang di dunia. Masalahnya adalah distribusi, dan ini sangat terkait dengan perang di Ukraina," kata Guterres kepada dewan tersebut, Kamis (19/5/2022). (TribunWow.com/Anung/Via)