Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Kamis (12/5/2022), sidang ini akan menjadi pengadilan kejahatan perang pertama sejak Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan invasi ke Ukraina.
Adapun jumlah kejahatan yang didaftarkan oleh jaksa penuntut umum Ukraina sudah melampaui 11.000 kasus.
Sementara, UNICEF melaporkan bahwa setidaknya 100 anak telah tewas dalam perang pada bulan April saja.
Diketahui, Shysimarin yang berpangkat sersan, diduga membunuh seorang warga sipil pada 28 Februari di desa Chupakhivka.
Ia tengah bertugas di wilayah Sumy di timur laut Ukraina ketika dituduh menembaki mobil sipil setelah konvoi kendaraan militernya diserang oleh pasukan Ukraina.
Dia kemudian mengemudikan mobil itu bersama empat tentara lainnya saat berusaha melarikan diri dari para pejuang Ukraina.
Shysimarin menembak mati pria tak bersenjata itu, yang sedang bersepeda dan berbicara di telepon.
Menurut pengakuannya kepada jaksa, Shysimarin diperintahkan oleh atasannya untuk membunuh warga sipil tersebut.
Sang atasan memintanya melenyapkan warga berusia 62 tahun itu karena takut keberadaan mereka dilaporkan pada tentara Ukraina.
"(Diperintahkan) untuk membunuh seorang warga sipil sehingga dia tidak akan melaporkan mereka ke pembela Ukraina," tutur jaksa.
Kejahatan dikatakan telah terjadi puluhan meter dari rumah korban dan dilakukan dengan menggunakan senapan AK-74.
Kasus itu minggu ini diajukan ke pengadilan pidana.
"Dia ada di sini (di Ukraina), kami menahannya," kata jaksa agung Ukraina, Iryna Venediktova, dari markas besarnya yang dijaga ketat di Kyiv, Selasa (10/5/2022).
Menurut seorang juru bicara kantor kejaksaan Ukraina, bukti-bukti yang akan memberatkan Shysimarin sudah terkumpul.
Ia pun terancam dijatuhi hukuman hingga 10-15 tahun atau penjara maksimal seumur hidup.