TRIBUNWOW.COM - Sebuah kantor berita di Kota Berdyansk, Ukraina sempat diserbu oleh tentara Rusia dan mencoba mengambil alih kantor tersebut.
Jurnalis di kantor tersebut bernama Serhiy Starushko dan rekan-rekannya mengalami serangan ini pada awal bulan Maret 2022 lalu.
Total ada 50 karyawan yang menjadi sandera para tentara Rusia.
Baca juga: Dihina Tentara Rusia Terlalu Jelek untuk Dicabuli, Gadis di Ukraina Trauma seusai Dipaksa Lihat Ini
Baca juga: Strategi Cerdik Putin, Inggris Ungkap Tujuan Rusia Pilih Blokade Mariupol dibanding Menyerangnya
Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, para tentara Rusia itu kemudian mengancam jurnalis agar mau menyebarkan berita pro Rusia.
Kantor berita yang menolak akan ditutup paksa oleh para tentara Rusia tersebut.
Serhiy mengaku, dirinya dipaksa untuk berbohong di depan kamera dan mengumumkan pihaknya berperang melawan nasionalis Ukraina.
"Ada orang bersenjata di mana-mana," ujar Serhiy.
Serhiy bahkan menduga dari puluhan tentara Rusia tersebut, ada lima hingga enam orang yang ia curigai merupakan anggota badan intelijen Rusia.
Meskipun kini telah berhasil kabur dari Berdyansk, Serhiy mengonfirmasi dirinya sempat diancam akan dibunuh jika menolak bersikap kooperatif dengan para tentara Rusia.
"Mereka membawa saya ke ruangan terpisah. Mereka mulai memukuli kepala saya, dada, kaki, mereka memukuli saya dengan lutut mereka dan telapak tangan, jadi hanya ada sedikit memar," ujar Serhiy.
Serhiy bercerita, dirinya juga sempat diancam akan ditembak di bagian alat vital.
Teritorial yang kini berada di bawah kontrol Rusia, warganya hanya bisa mengakses stasiun TV milik pemerintah Rusia yakni channel 24.
Hanya warga yang memiliki satelit bisa mengakses stasiun TV lain.
Setelah menguasai tower penyiar media di Ukraina, para tentara Rusia mematikan akses warga ke saluran tv nasional Ukraina dan menggantinya dengan saluran tv pro Rusia.
Sementara itu, seorang sukarelawan tentara asal Inggris bernama Shaun Pinner (48) berhasil ditangkap hidup-hidup oleh pasukan militer Rusia.
Shaun sendiri ditangkap saat membantu tentara Ukraina melawan Rusia.
Seusai ditangkap, Shaun dipertontonkan ke publik lewat sebuah wawancara yang dilakukan oleh stasiun TV milik pemerintah Rusia.
Dikutip TribunWow.com, berdasarkan info dari Thesun.co.uk, Shaun sengaja diprovokasi saat diwawancarai di stasiun TV milik pemerintah Rusia.
Seorang jurnalis pro Rusia dituding memberikan informasi bohong tentang instruksi komandan yang memimpin Shaun dan rekan-rekan Shaun.
Jurnalis pro Kremlin yang diketahui bernama Andrey Rudenko itu menjelaskan bagaimana dalam misi yang dijalankan oleh Shaun adalah hal mustahil untuk bisa pergi dengan selamat.
Rudenko menjelaskan bahwa Shaun dan rekan-rekan Shaun sengaja dikorbankan demi imej pahlawan.
Shaun lalu menjawab "Saya tidak menyangka kita ditelantarkan. Dan saya tidak tahu siapa yang mengambil keputusan seperti itu," ujarnya.
Kemudian Shaun mengatakan bahwa dirinya tidak ingin berperang dan ingin segera pulang ke negara asalnya.
Shaun sendiri merupakan pensiunan tentara Inggris.
Ia pergi ke Ukraina empat tahun lalu untuk menikahi istri keduanya yakni Larysa.
Setelah menikahi Larysa, Shaun bergabung dengan pasukan militer Ukraina sebagai tentara kontrak.
Keluarga Shaun menyatakan Shaun bukanlah tentara sukarelawan namun resmi merupakan bagian dari pasukan militer Ukraina.
Keluarga Shaun di Inggris mengatakan tengah berusaha berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri Inggris untuk membawa pulang Shaun yang kini ditahan di Rusia.
Selain itu keluarga Shaun juga berharap Rusia menjamin hak Shaun sebagai tahanan perang.
Jurnalis Media Barat Heran Tak Lihat Mayat
Belum lama ini dunia internasional digegerkan oleh tragedi pembantaian warga sipil yang terjadi di Kota Bucha, Ukraina.
Tragedi ini awalnya diviralkan oleh pemerintah Ukraina yang merilis foto dan video mayat-mayat manusia dibiarkan begitu saja di jalan raya hingga di halaman rumah.
Pemerintah Rusia sendiri telah menampik tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa tragedi pembantaian itu adalah rekayasa pemerintah Ukraina.
Dikutip TribunWow.com, kini media asal Rusia rt.com mengklaim berhasil memeroleh sebuah rekaman percakapan telepon milik seorang jurnalis media barat yang sedang melakukan liputan lapangan di Kota Bucha.
Dalam rekaman percakapan telepon tersebut, sang jurnalis diketahui bernama Simon.
Simon bercerita kepada koleganya kala itu ia sedang melakukan liputan lapangan di Kota Borodyanka yang terletak tak jauh dari Bucha.
"Sama sekali tidak ada mayat-mayat di jalanan," ujar Simon di telepon.
Simon lalu bercerita kota tersebut memang mengalami kerusakan parah karena serangan namun dirinya tidak menemukan adanya bukti pelanggaran hak asasi manusia di sana.
Simon juga menyampaikan ia dan krunya sempat mewawancarai sejumlah penduduk di Borodyanka.
Namun hasil wawancara justru mengatakan bahwa tentara Rusia bersikap ramah ke penduduk setempat, bahkan memberikan bantuan makanan hingga minuman.
Simon lalu bercerita, dirinya merekam semua itu dalam kamera.
Simon mengatakan, ia tak menyangka realita di lapangan akan berbeda jauh dari yang ia bayangkan.
Lalu Simon melanjutkan ceritanya di telepon ada seorang jurnalis Prancis melihat mayat yang diduga tewas karena serangan, bukan dieksekusi mati.
Sambungan telepon itu kemudian ditutup seusai Simon mengatakan akan berangkat ke Bucha untuk mengecek apakah ada bukti pelanggaran hak asasi manusia di sana.
Di sisi lain, Michael Tracey, seorang jurnalis asal Amerika Serikat (AS) mengungkapkan kecurigaan soal viralnya video pembantaian warga sipil di Kota Bucha.
Seperti yang diketahui, pemerintah Ukraina mengklaim sejumlah mayat manusia yang ditemukan di jalan adalah warga sipil korban serangan pasukan militer Rusia.
Namun Tracey menduga pemerintah Ukraina memiliki tujuan tersembunyi terkait aksinya menyebarkan video tersebut.
Dikutip TribunWow.com dari Tass.com, Tracey yang juga seorang komentator politik menyoroti bagaimana media-media barat dengan senang hati memberitakan video pembantaian warga di Bucha tanpa proses verifkasi terlebih dahulu.
"Mereka mengabaikan semua standar jurnalistik untuk membantu upaya propaganda dari sebuah pemerintahan negara asing," ungkap Tracey.
Tracey menduga pemerintah Ukraina ingin pasukan militer AS dan NATO untuk terlibat dalam konflik melawan Rusia.
Tracey menyampaikan bagaimana video ini disebarkan dengan tujuan untuk memancing emosi agar publik bersimpati terhadap Ukraina.
Menurut pihak Rusia, penembakan pada warga sipil dan kehancuran kota justru disebabkan tentara Ukraina sendiri.
Dilansir TribunWow.com dari TASS, Senin (4/4/2022), Rusia mengklaim tidak ada korban sipil yang dilaporkan di kota Bucha ketika kota itu dikendalikan oleh Angkatan Bersenjatanya.
Namun Duta Besar Rusia untuk Washington Anatoly Antonov menuding media AS mengabaikan penembakan yang dilakukan militer Ukraina di kota itu.
Ia pun terang-terangan membantah tudingan bahwa Rusia telah melakukan kejahatan perang pada warga sipil di Bucha.
"Kementerian Pertahanan Rusia telah sepenuhnya menolak tuduhan palsu ini," ujar Antonov saat diwawancarai Newsweek.
Menurut Antonov, pasukan Rusia sudah seminggu meninggalkan Bucha.
Selama itu, pasukan Ukraina disebut sudah mengetahui kondisi di Bucha dan memilih diam.
Namun belakangan potret mengenaskan di wilayah itu justru digunakan untuk menyalahkan Rusia.
Hal ini senada disampaikan Kementerian Pertahanan Rusia pada hari Minggu, (3/4/2022) bahwa Angkatan Bersenjata Rusia telah meninggalkan Bucha, yang terletak di wilayah Kiev, pada 30 Maret.
Sementara bukti kejahatan muncul baru empat hari kemudian, setelah petugas Dinas Keamanan Ukraina tiba di kota itu.
"Saya ingin menunjukkan bahwa pasukan Rusia meninggalkan Bucha pada 30 Maret. Pihak berwenang Ukraina tetap diam selama ini, dan sekarang mereka tiba-tiba memposting rekaman sensasional untuk menodai citra Rusia dan ini membuat Rusia harus mempertahankan diri," kata Antonov.
"Saya ingin menekankan dengan penuh tanggung jawab bahwa tidak ada satu pun warga sipil yang menderita akibat kekerasan ketika kota itu dikendalikan oleh Angkatan Bersenjata Rusia. Sebaliknya, pasukan kami mengirimkan 452 ton bantuan kemanusiaan untuk warga sipil."
Menurut pihak Rusia, tentara Ukraina justru melakukan penembakan dan menghancurkan kotanya sendiri.
Dikatakan bahwa Ukraina sengaja ingin menjatuhkan kesalahan ke pihak Rusia.
"Sementara itu, fakta bahwa Angkatan Bersenjata Ukraina menembaki kota Bucha tepat setelah pasukan Rusia pergi sengaja diabaikan di AS. Inilah yang bisa menyebabkan korban sipil. Yang mengatakan, rezim Kiev jelas berusaha menyalahkan kekejamannya. di Rusia," ujar Antonov.
Kementerian menekankan bahwa pada 31 Maret, Wali Kota Anatoly Fedoruk telah mengkonfirmasi dalam pidato video bahwa tidak ada pasukan Rusia di Bucha.
Namun, dia tidak mengatakan sepatah kata pun tentang warga sipil yang ditembak mati di jalan dengan tangan terikat di belakang.(TribunWow.com/Anung/Via)
Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina