Konflik Rusia Vs Ukraina

Seorang Profesor Sebut Putin Bersifat Agresif dan Suka Tampil Macho Gara-gara Tubuhnya Pendek

Penulis: anung aulia malik
Editor: Atri Wahyu Mukti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) tersenyum saat menjabat tangan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam pertemuan bilateral perdana di Villa la Grange, Jenewa, Swiss, pada 16 Juni 2021. Terbaru, Joe Biden buka suara soal agresi Rusia ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022). Ilustrasi Putin yang memiliki tinggi 170 cm berdiri di hadapan Biden yang memiliki tinggi 182 cm.

TRIBUNWOW.COM - Dua orang ahli di bidang psikologi berpendapat Presiden Rusia Vladimir Putin menderita sindrom Napoleon Complex yang parah.

Sindrom tersebut diketahui menyebabkan orang yang memiliki tinggi badan yang pendek akan cenderung agresif dan temperamental.

Kedua ahli itu menyoroti beragam bukti nyata yang memperkuat opini mereka.

Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) berjabat tangan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri), Rabu (29/9). Terbaru, Putin baru saja menelepon Erdogan pada Kamis (17/3/2022) sore. (AFP/Layanan Pers Kepresidenan Turki)

Baca juga: Pesawat Nuklir AS Terbang di Langit Rusia, Beri Peringatan Putin yang sempat Ancam Swedia

Baca juga: Biden Ungkit Gosip Putin Memecat hingga Kurung Sejumlah Penasihat di Rumah

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, Putin sendiri memiliki tinggi badan sebesar 170 cm yang cenderung rendah dibanding warga Rusia lainnya.

Mark Van Vugt, seorang profesor di bidang psikologis di Universitas VU Amsterdam menyoroti bagaimana Putin selalu berusaha membangun kesan macho.

Profesor Vugt menyoroti saat Putin tampil di pertandingan judo hingga berpose tanpa pakaian.

"Cara dia berpose untuk kamera, seluruh foto dirinya yang telanjang dada, bermain hockey, beburu," ujarnya.

"Itu semua adalah hal yang Anda lihat dalam diri seseorang yang tidak merasa nyaman dengan kondisi mereka dan itu mungkin disebabkan oleh tubuhnya yang pendek," jelas Profesor Vugt.

Profesor Vugt menambahkan, sindrom Napoleon Complex juga dapat memengaruhi cara pemimpin negara membuat kebijakan.

Menurut Profesor Vugt, orang yang menderita sindrom Napoleon Complex akan lebih brutal dan beringas jika berada dalam kondisi tertekan atau diprovokasi.

Profesor Vugt mengatakan, akan sangat berbahaya jika Putin terus ditekan dan dapat berpotensi terjadinya perang dunia ke-3.

Saran dari Profesor Vugt adalah agar Putin diberikan opsi untuk mundur secara sukarela tanpa ditekan.

Sementara itu Professor psikologis dari Universitas Groningen, Belanda, yakni Abraham Buunk menyoroti bagaimana Putin lebih takut kepada sekitarnya karena selalu meraca terancam.

Ia juga menyebut Putin memiliki sifat terlalu percaya diri dan narsistik.

Profesor Buunk lalu mengungkit bagaimana Putin kerap duduk berjauhan saat bertemu dengan orang lain.

Menurut Profesor Buunk, hal ini dilakukan untuk menciptakan ilusi bahwa Putin memiliki tubuh yang tinggi.

Kesehatan Putin Disebut sedang Kritis

Putin juga dikabarkan menderita penyakit mematikan yang mempengaruhi keputusannya untuk menginvasi Ukraina.

Sejumlah ahli melihat kondisi tersebut dari kejanggalan sikap dan penampilan di depan publik baru-baru ini.

Pria 69 tahun itu dikabarkan tampak lebih lesu dengan tubuh yang terlihat menggembung.

Dilansir TribunWow.com dari The Sun, Jumat (1/4/2022), Putin yang selama ini menunjukkan citra sebagai pria kuat, telah berubah secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir.

Penyelidikan terbaru telah mengungkapkan bahwa sang presiden terus-menerus ditemani oleh seorang dokter yang berspesialisasi dalam kanker tiroid.

Laporan oleh media investigasi Proekt, menyatakan bahwa ahli bedah Yevgeny Selivanov, dari Rumah Sakit Klinik Pusat Moskow, telah terbang menemui Putin tidak kurang dari 35 kali di resor Laut Hitam Sochi.

Yevgeny Selivanov diketahui merupakan dokter yang memiliki keahlian di bidang kanker tiroid.

Penemuan ini mendukung teori baru-baru ini bahwa Putin menyatakan perang ketika dia menderita masalah medis yang disembunyikan dari orang-orang Rusia.

Sementara pada November 2020, analis politik Valery Solovei mengungkapkan teori penyakit kanker dan Parkinson yang diderita Putin hingga perlu menjalani operasi darurat.

"Yang satu bersifat psiko-neurologis, yang lain adalah masalah kanker," ujar Solovei.

"Jika ada yang tertarik dengan diagnosis pasti, saya bukan dokter, dan saya tidak punya hak etis untuk mengungkapkan masalah ini."

"Diagnosis kedua jauh, jauh lebih berbahaya daripada diagnosis yang disebutkan pertama karena Parkinson tidak mengancam keadaan fisik, tetapi hanya membatasi penampilan publik."

Dia menambahkan bahwa Putin telah menjalani operasi, sedangkan sumber lain membenarkan dan mengklaim operasi itu untuk mengangkat kanker perut.

Sebuah rekaman video menunjukkan kaki dan jari-jari Putin bergerak terus-menerus, yang mendukung teori Parkinson.

Putin juga menderita batuk-batuk selama pertemuan yang disiarkan televisi.

Selain dokter Selivanov, pemimpin Rusia itu juga diikuti oleh seorang ahli bedah saraf.

Ahli bedah tersebut adalah Alexey Shcheglov yang terus mengikuti Putin dalam setiap acara publik dan sempat ikut terfoto.

Ia dipandang sebagai dokter yang antara lain dapat mendeteksi penyakit pada kelenjar tiroid, termasuk masalah onkologis.

Ada spekulasi luas di Barat bahwa Putin memiliki masalah medis yang serius ketika ia melancarkan perang di Ukraina yang diperkirakan menewaskan 17.000 tentara Rusia.

Diduga, sikap Putin yang dinilai tergesa-gesa merupakan dampak dari penyakit fatal yang dideritanya.

Putin Diisukan Idap Kanker Ganas

Sementara kewarasannya dipertanyakan akibat keputusan menyerang Ukraina, kesehatan fisik Presiden Rusia Vladimir Putin turut menjadi perdebatan.

Pensiunan Laksamana Angkatan Laut Kerajaan Inggris, Chris Parry, meyakini bahwa Putin mungkin sedang berjuang melawan kanker.

Kemungkinan, kondisi medis inilah yang mendorong keputusan untuk secara cepat melakukan invasi ke Ukraina.

Dikutip TribunWow.com dari NationalWorld, Rabu (9/3/2022), dalam seminar di Portsmouth Grammar School, Chris Parry menjelaskan prediksi tentang perang Rusia dan Ukraina.

Disebutkan bahwa Putin mungkin sedang berjuang melawan kanker, yang menjadi satu alasannya menginvasi Ukraina.

Hal ini merujuk beredarnya foto-foto Putin yang duduk di meja panjang saat menemui kepala negara atau stafnya.

Putin mengasingkan diri di ujung meja dan memberi jarak antara dirinya dan tamunya.

"Dia telah menggunakan meja yang sangat panjang ini untuk mewawancarai orang-orang,” kata Chris Parry.

"Saya pikir sistem kekebalannya mungkin tertekan saat ini."

"Jadi dia sedang terburu-buru," imbuhnya.

Pada bulan Februari Putin difoto tengah berbicara dengan presiden Prancis Emmanuel Macron di seberang meja berukuran 4 meter.

Tindakan ekstremnya telah memicu desas-desus bahwa pemimpin itu takut tertular Covid karena dia rentan terhadap infeksi parah.

Orang yang mengonsumsi obat penekan kekebalan, seperti pasien kanker atau mereka yang memiliki kondisi kronis, diketahui berisiko lebih tinggi tertular kasus Covid yang parah.

Ada spekulasi tentang apakah ini menjadi alasan Putin memisahkan diri dari para pemimpin asing dan bahkan rekan-rekannya sendiri

The Daily Star mengutip sumber intelijen AS yang mengklaim wajah Putin terlihat agak membengkak dalam foto-foto terbarunya.

Sumber yang tak disebutkan namanya itu mengatakan hal ini adalah efek samping dari obat kemoterapi atau steroid.

"Di masa lalu kami telah melihatnya tersenyum, tetapi pada tahun 2022, hanya sedikit fotonya yang tampak bahagia," ujar sumber tersebut.

"Penampilannya menunjukkan dia kesakitan dan orang-orang kami memprediksi ekspresi marah Putin kemungkinan besar karena ia merasa kesakitan."

"Orang-orang kami yakin dia sakit. Dia khawatir tentang Covid karena dia menjaga jarak dengan stafnya."

Hal senada diungkap Valery Solovei, ilmuwan politik dan mantan kepala Departemen Hubungan Masyarakat di Institut Hubungan Internasional Negara Moskow.

Sebelumnya, Solovei mengklaim Putin menderita kanker serta gejala Penyakit Parkinson.

Dia mengatakan Putin telah menjalani operasi darurat pada Februari 2020.

Sumber Rusia lainnya melanjutkan dengan mengklaim tindakan medis yang dilakukan Putin adalah operasi pengangkatan kanker perut. (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina