Konflik Rusia Vs Ukraina

Yakin Bakal Tewas, Warga Suriah Ungkap Alasan Ingin Bantu Rusia di Konflik Ukraina

Penulis: anung aulia malik
Editor: Atri Wahyu Mukti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga dan tentara Suriah berbondong-bondong mendaftar menjadi relawan perang membantu Rusia melawan Ukraina.

TRIBUNWOW.COM - Pemerintah Rusia menyatakan sudah merekrut sebanyak 16 ribu warga Timur Tengah untuk ikut bertempur membantu Rusia melawan Ukraina.

Di media sosial Suriah banyak warganet yang meminta untuk mendaftar menjadi relawan tentara membantu Rusia.

Informasi ini dibeberkan oleh seorang warga Suriah yang identitasnya dirahasiakan.

Baca juga: Membelot ke Ukraina, Sejumlah Tentara Rusia Buat Divisi Baru Lawan Pasukan Putin

Baca juga: Tentara Rusia Ramai-ramai Memberontak, Abaikan Instruksi Komandan hingga Tembak Pesawat Sendiri

Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, diketahui ada dua kontrak yang ditawarkan oleh pemerintah Rusia.

"Ada dua kontrak yang ditawarkan, satu untuk berperang di garis depan dibayar sebesar tujuh ribu dollar (setara Rp 100 juta)," ujar warga Suriah tersebut.

Kontrak lainnya adalah bertugas di belakang medan perang dan akan dibayar sebesar 3,5 ribu dollar atau setara Rp 50 juta.

"Setahu saya setidaknya ada 200 orang telah mendaftar," ujar warga Suriah tersebut.

Warga Suriah itu mengatakan 80 persen orang yang mendaftar melakukannya demi bisa memeroleh uang untuk makan.

Pusat perekrutan relawan perang itu diketahui dibuka di Aleppo, Hama, Raqqa, Deir Al-Zour, dan Damascus.

Konflik antara Rusia dan Ukraina saat ini turut berdampak buruk terhadap perekonomian Suriah.

Warga Suriah yang identitasnya dirahasiakan ini mengaku ikut mendaftar dan ia meyakini 90 persen warga Suriah yang ikut berperang di Ukraina akan tewas di medan perang.

"Keluarga saya tidak ingin saya pergi, tetapi saya harus pergi demi uang," ujarnya.

Kontroversi Relawan Perang

Beragam kontroversi terjadi di tengah konflik antara Rusia dan Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 lalu.

Satu dari beberapa kontroversi tersebut adalah warga negara lain yang kini dipersilakan untuk ikut berperang.

Semua berawal ketika Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengumumkan pemerintahannya mempersilakan warga dari negara lain secara sukarela datang ke Ukraina untuk memerangi Rusia.

Dilansir TribunWow.com, berikut ini adalah sejumlah fakta seputar kontroversi relawan ikut perang Rusia Vs Ukraina.

Baca juga: Loker Tentara Bayaran di Ukraina Dibayar Rp 28 Juta per Hari Plus Bonus, Ini Tugasnya

Baca juga: Kotanya Dikuasai Putin, Warga Ukraina Lihat Pasukan Rusia Coba Lakukan Pencitraan Pakai Cara Ini

1. Putin Persilakan Relawan Bantu Lawan Ukraina

Hari ini pada Jumat (11/3/2022), Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan siap menampung sukarelawan yang ingin membantu Rusia menghadapi Ukraina.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, pernyataan ini disampaikan oleh Putin saat mengadakan rapat dengan Dewan Keamanan Rusia.

Pada saat rapat, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menyampaikan, ada 16 ribu relawan di Timur Tengah yang siap datang ke Ukraina membantu melawan Rusia.

"Jika kau lihat ada orang-orang yang atas keinginannya sendiri, bukan karena uang, datang membantu masyarakat yang tinggal di Donbas, maka kita perlu memberikan apa yang mereka mau dan membantu mereka datang ke zona konflik," ujar Putin.

Shoigu lalu mengusulkan kepada Putin agar senjata-senjata milik pasukan Ukraina yang berhasil disita, diberikan ke masyarakat Donbas.

Senjata yang berhasil disita oleh pasukan Rusia di antaranya adalah senjata buatan negara-negara barat.

Putin pun menyetujui usul yang disampaikan oleh Shoigu.

"Tolong segera lakukan," ujar Putin ke Shoigu.

2. Siap Mati karena Hidup Sendirian

Sejak Selasa (1/3/2022), Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengeluarkan sebuah kebijakan untuk meniadakan kewajiban visa bagi warga negara lain yang sukarela ingin ikut berperang melawan Rusia di Ukraina.

Zelensky sebelumnya telah mengumumkan mengajak warga negara lain untuk bergabung bersama Ukraina melawan Rusia.

Sementara itu, ratusan warga negara Inggris telah ramai mendaftar di Kedutaan Besar Ukraina untuk Inggris terkait lowongan sukarela menjadi milisi melawan Rusia.

Pendiri badan bantuan kemanusiaan UK Aid for Ukraine, Harry Jackson justru miris melihat banyaknya warga negara Inggris yang dengan mudahnya bergabung menjadi sukarelawan di Ukraina.

Jakson menerima banyak pesan dari warga negara Inggris yang ingin bergabung menjadi sukarelawan di Ukraina.

"Banyak dari mereka yang berpotensi tidak akan bisa kembali ulang. Itu adalah ide yang buruk," ujar Jackson.

Jackson kemudian mengutip pesan seorang pendaftar berusia 45 tahun.

Pendaftar tersebut mengaku siap mati karena dirinya hidup sendirian dan belum menikah.

Sukarelawan yang tidak disebutkan namanya itu mengaku tidak akan ada yang berubah meskipun dirinya tidak bisa kembali pulang dengan selamat.

"Bagi saya ini kegilaan melihat begitu banyak orang begitu mudah mempertaruhkan nyawa mereka," ujar Jackson.

3. Ukraina Sempat Ajak Warga Israel

Sebelumnya diberitakan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengumumkan pembentukan sebuah pasukan baru untuk menghadapi invasi pasukan Rusia.

Pasukan baru Ukraina itu memiliki nama Legiun Internasional Pertahanan Teritorial Ukraina.

Legiun tersebut diketahui beranggotakan warga negara lain yang suka rela ingin datang ke Ukraina untuk menghadapi pasukan Rusia.

Zelensky juga telah menghilangkan kewajiban visa untuk sementara bagi warga negara lain yang mau bergabung dengan Ukraina melawan Rusia.

Kebijakan ini efektif berlaku mulai Selasa (1/3/2022) hingga status darurat militer berakhir.

Berdasarkan informasi dari media asal Jerusalem, The Jerusalem Post, ajakan bergabung ini sempat disuarakan oleh Kedutaan Besar Ukraina untuk Israel di Tel Aviv.

Pengumuman disampaikan lewat akun media sosial Kedutaan Ukraina.

"Perhatian untuk mereka yang ingin bergabung melindungi Ukraina dari agresi militer Rusia! Wahai saudara dan masyarakat Israel serta warga negara lain yang saat ini ada di Israel! Kedutaan Ukraina telah memulai mendata sukarelawan yang ingin bergabung untuk berperang melawan Rusia," papar Kedutaan Besar Ukraina untuk Israel di akun Facebook resminya.

Selain ajakan, Kedutaan Ukraina juga menyertakan alamat email bagi warga yang tertarik bergabung datang ke Ukraina melawan Rusia.

Namun unggahan ini langsung dihapus tak lama setelah dipublikasikan.

Kementerian Luar Negeri Israel dan juru bicara pasukan militer Israel (Israel Defense Force) menolak menanggapi apa yang dilakukan oleh Kedutaan Ukraina.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss mendukung apa yang dilakukan oleh Ukraina.

Truss bahkan mendukung warga negara Inggris yang mau datang ke Ukraina untuk melawan Rusia.

4. Pria Asal Inggris Ditolak, Dinilai akan Jadi Beban

Leon Dawson (37) adalah satu dari beberapa warga negara Inggris yang sukarela ingin bergabung membantu pasukan Ukraina.

Namun pada akhirnya Leon ditolak untuk bergabung oleh pemerintah Ukraina karena dianggap akan lebih menjadi beban ketimbang bantuan melawan pasukan Rusia.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, meskipun ditolak, Leon saat ini tengah berangkat ke perbatasan Polandia-Ukraina sambil membawa banyak barang bantuan untuk warga Ukraina.

"Jika mereka menginginkan saya untuk berperang maka saya tentu akan bersedia," ujar Leon.

Leon menjelaskan, dirinya ditolak oleh pemerintah Ukraina karena tidak memiliki latar belakang militer.

"Kami tidak memiliki sumber daya untuk melatih Anda, kami juga tidak memiliki waktu untuk melatih Anda," ucap Leon mengutip pernyataan pemerintah Ukraina saat menolaknya.

Leon mengaku, dirinya menyadari bahwa perang bukan hanya sekadar tembak-menembak saja.

"Sebelumnya saya tidak pernah menggunakan senjata api, saya juga tidak bisa berbicara bahasa Ukraina, saya juga tidak tahu taktik (perang)," tutur Leon.

Kini Leon berupaya membantu para warga Ukraina dengan membawa bantuan berupa makanan, obat-obatan, hingga mainan anak-anak.

"Saya tidak bisa hanya duduk di rumah tidak berusaha apa-apa sementara anak-anak dan perempuan diserang," jelas dia.

5. Kriminal hingga Lansia di AS Ikut Daftar

Tak hanya warga sipil, veteran perang dari berbagai negara di dunia ternyata banyak yang secara sukarela mendaftar ingin ikut berperang melawan Rusia di Ukraina.

Seperti yang diketahui, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menyampaikan ajakan kepada seluruh warga negara di dunia yang ingin membantu dapat mendaftar menjadi tentara sukarelawan di Ukraina.

Warga Amerika Serikat (AS) sendiri diketahui ada ratusan yang mendaftar menjadi sukarelawan namun tak semuanya lolos.

Dikutip TribunWow.com dari RT.com, informasi ini disampaikan oleh atase militer Ukraina di AS, Mayjen Borys Kremenetskyi.

Diketahui hanya ada 100 warga AS yang lolos screening dan kini telah bergabung dengan pasukan sukarelawan di Ukraina.

Menurut keterangan Mayjen Kremenetskyi, proses screening dilakukan langsung oleh dirinya dan sejumlah staf diplomatik di AS menggunakan aplikasi Zoom.

Mayjen Kremenetskyi menyampaikan, banyak peminat yang tak lolos screening karena tak memiliki pengalaman di bidang militer.

Selain tidak memiliki pengalaman, ada juga warga sipil yang memiliki catatan kriminal ikut mendaftar.

Kemudian ada juga peminat yang ditolak lantaran terlalu muda atau terlalu tua.

Para kandidat yang lolos nantinya diharuskan untuk meneken sebuah kontrak yang isinya bersedia untuk bertugas tanpa bayaran atau gaji untuk membela Ukraina.

Prajurit sukarelawan nantinya akan diberangkatkan ke Polandia lalu melintasi perbatasan ke Ukraina.

Para pasukan relawan akan diberikan senjata oleh pemerintah Ukraina, namun mereka diharapkan membawa sendiri perlengkapan pelindung.

Pemerintah Ukraina memprediksi terdapat 20 ribu prajurit asing yang telah bergabung membantu Ukraina.

Mayjen Kremenetskyi mengatakan, beberapa di antara mereka adalah warga AS yang merupakan veteran perang di Irak hingga Afghanistan.

Meskipun pemerintah AS membebaskan warganya untuk ikut membantu Ukraina, terdapat juga risiko bagi para sukarelawan ketika nanti kembali ke AS.

Seorang penegak hukum senior di AS menyampaikan, para sukarelawan yang ikut serta dalam konflik di Ukraina nantinya dapat dijerat hukum dalam kondisi tertentu hingga kehilangan kewarganegaraan mereka.

Para ahli lainnya menyampaikan adanya risiko para sukarelawan direkrut oleh agen intelijen dari negara lain ketika berada di Ukraina, dan terus bekerja untuk negara tersebut setelah pulang ke negara asalnya.

Sementara itu Kementerian Pertahanan Rusia memperingatkan bahwa para prajurit yang berasal dari negara lain tidak akan dianggap sebagai tahanan perang apabila berhasil ditangkap oleh prajurit Rusia.

6. Relawan Asal Inggris Diinterogasi Agen Ukraina

Ketakutan, itulah yang dirasakan oleh veteran tentara Inggris bernama Jason Haigh (34) yang sukarela ikut bertempur melawan Rusia di Ukraina.

Berangkat pada bulan Februari lalu, Jason sempat hampir tewas hingga diinterogasi saat berperang di Ukraina.

Jason sendiri merupakan prajurit dengan segudang pengalaman, di antaranya adalah dua kali misi di Irak.

Baca juga: Rumah Bersalin di Ukraina Hancur Diserang Rusia, Ibu Hamil Ditandu dalam Kondisi Berdarah-darah

Baca juga: Tuding PBB Sebar Hoaks, Rusia Sebut RS Bersalin Mariupol yang Diserang adalah Sarang Militer Ukraina

Namun menurut Jason, bertempur melawan pasukan Rusia yang sama-sama modern adalah hal yang jauh berbeda dengan pengalamannya selama ini.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, setelah tak lagi menjadi tentara, Jason sempat bekerja sebagai tentara bayaran di sebuah perusahaan militer swasta.

Ketika pergi ke Ukraina, Jason sempat dilarang oleh rekannya namun ia tetap nekat berangkat.

Ketika tiba di Ukraina, Jason membentuk markas di Kiev/Kyiv bersama para pasukan sukarelawan dari negara-negara lain.

Pada suatu ketika saat ia sedang tertidur, tentara Rusia datang menyerang.

"Kau dapat mendengar roket lewat di atas bangunan," ujar Jason.

Saat itu Jason langsung dibangunkan oleh rekannya sesama prajurit sukarelawan lalu kabur kelaur dari bangunan sembari membawa senjata dan rompi anti peluru.

Ia kemudian bergabung dengan sejumlah prajurit Ukraina yang tengah melindungi bandara Hostomel.

"Saat itu situasi sangat membingungkan. Tidak ada yang tahu apa yang sedang terjadi," ujar Jason.

"Siapapun yang pernah berada di posisi itu dan mengaku tidak takut adalah pembohong."

Jason bercerita, kesunyian pecah saat jet tempur Rusia melakukan serangan menggunakan roket, disusul oleh serangan helikopter tempur.

Jason dan sejumlah prajurit lainnya kemudian kabur mencari perlindungan.

Hingga akhirnya bala bantuan dari pasukan Ukraina datang.

Mirisnya, Jason dan seorang rekannya yang merupakan warga negara Amerika berakhir ditahan oleh agen Ukraina.

Kala itu Agen Ukraina tersebut sedang mencari agen rahasia dari Rusia.

Dibawa ke markas agen Ukraina, Jason dan rekannya diinterogasi hingga tiga jam.

"Kepala ku dihantam oleh seorang petugas," ujar Jason.

ketakutan Jason semakin menjadi-jadi ketika ia melihat pasukan elit datang dengan perlengkapan khusus.

"Mereka terus berteriak menggunakan bahasa Rusia kepada saya tetapi saya jelaskan saya warga Inggris," ungkap Jason.

Jason melanjutkan, dirinya terus dipukuli hingga ia pusing dan berdarah-darah.

"Mereka kemudian melihat ponsel saya dan pesan di ponsel saya yang mana sangat menakutkan bagi saya," ujar dia.

Jason mengaku takut keluarga dan rekannya tahu dirinya sedang diinterogasi.

Namun pada akhirnya Jason dan rekannya dibebaskan oleh agen Ukraina tersebut.

Ia kemudian segera pergi ke Polandia sebelum akhirnya pulang ke Inggris.

7. Tentara Inggris Bergabung karena Bosan

Seorang tentara Inggris berusia 19 tahun diam-diam kabur tanpa izin meninggalkan posnya untuk pergi ke Ukraina membantu perang melawan Rusia.

Tindakan prajurit tersebut dinilai tidak bertanggungjawab dan dapat membahayakan Inggris karena dikhawatirkan Rusia akan menganggap aksi remaja tersebut sebagai bentuk keterlibatan Inggris dalam konflik di Ukraina.

Teman dari tentara yang menghilang tanpa izin tersebut menduga yang bersangkutan kabur karena bosan.

Seorang tentara berusia 19 tahun asal Inggris pergi tanpa izin dari tugasnya untuk ke Ukraina membantu perang melawan Rusia. (TheSun.co.uk)

Dikutip TribunWow.com dari TheSun.co.uk, tentara yang kabur diketahui bertugas di divisi Coldstream.

Divisi ini memiliki tugas utama untuk melindungi keluarga kerajaan Inggris termasuk Ratu Inggris saat ini yakni Ratu Elizabeth II.

Tentara yang kabur ini disebut muak karena dirinya pernah dijanjikan akan ditugaskan ke Afghanistan namun tidak jadi.

Rekan tentara yang kabur bercerita, para prajurit Inggris yang berada di divisi Coldstream bosan hanya diberikan tugas seremonial atau seputar upacara.

"Dia pergi tanpa izin, membeli tiket dan sedang dalam perjalanan ke Ukraina untuk bergabung dalam perang," ujar sumber yang namanya dirahasiakan.

"Kau tidak bergabung jadi tentara hanya untuk berdiri memakai topi kulit beruang dan baris berbaris. Kau bergabung jadi tentara untuk berperang dan beraksi," ucap rekan tentara yang kabur tersebut.

Sejumlah otoritas di Inggris sempat berupaya mencari prajurit yang kabur itu namun gagal menemukannya.

Mantan Panglima tentara Inggris Lord Dannatt menegaskan bahwa tindakan prajurit itu tidak bertanggungjawab.

"Kita tidak memilih perang yang kita inginkan. Jika kau bergabung dengan militer, kau pergi ke perang yang ditugaskan," kata Lord Dannatt.

Sejauh ini, diketahui baru ada satu tentara aktif Inggris yang diam-diam pergi ke Ukraina tanpa izin.

Sedangkan ada ratusan purnawirawan tentara Inggris yang telah pergi ke Ukraina untuk membantu.

Dikutip dari BBC.com, juru bicara Kementerian Pertahanan Inggris telah menyampaikan bahwa seluruh tentara aktif baik yang sedang bertugas maupun berlibur, dilarang keras pergi ke Ukraina. (TribunWow.com/Anung)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina