Jaksa Berharap Happy Ending
Kejari Minahasa melalui JPU Pingkan Tesalonika Wenur mengatakan, kasus ini sementara sidang di Pengadilan Negeri Tondano.
"Memang benar perkaranya ada di Minahasa. Terdakwa Fentje Kahimpon dan korban pemilik sapi Melky Tumengkol. Keduanya warga Desa Kayuwatu, Kecamatan Kakas, Minahasa," kata Pingkan, saat dihubungi, Rabu sore.
Kasus tersebut terjadi pada 16 Desember 2020. Setelah berkas perkara ini sudah P21, kemudian dilimpahkan ke pengadilan akhir September 2021.
"Kasus ini memang sudah cukup lama," ucap dia.
Terakhir, kasus ini sudah sidang pembuktian. Terdakwa mengakui memasang perangkap di kebunnya.
"Memang betul sapi meninggal di atas lahan kebunnya (terdakwa). Hanya kebun ini sementara di sewa oleh korban," sebut Pingkan.
Terdakwa tidak ditahan dalam kasus ini. Hal itu dilakukan karena kasus ini belum ada putusan inkrah.
"Kami mengedepankan asas praduga tak bersalah. Jadi, tidak ditahan terdakwa," kata dia.
"Kalau hakim nyatakan ini terbukti inkrah (sudah terbukti bersalah) baru dipenjarakan," sambung dia.
Baca juga: Ke Jakarta Hendak Terapi, Anggota TNI Asal Garut Tewas Dikeroyok OTK, Panglima TNI Beri Respons
Sebelum dilimpahkan ke pengadilan dan saat itu kakek Fentje masih berstatus tersangka, Pingkan menuturkan, terdakwa kooperatif saat dipanggil kejaksaan.
"Waktu masih status tersangka, dia wajib lapor di kejaksaan setiap hari Senin," papar dia.
Ketika kasus ini akan disidangkan di pengadilan, pihaknya memberikan surat panggilan kepada korban. Surat tersebut dititip dibawa oleh terdakwa.
"Itu dilakukan supaya terdakwa dan korban bisa ada komunikasi. Siapa tahu mereka bisa ada kesepahaman dan kasus ini bisa diselesaikan secara baik-baik," ujar dia.
Namun, besoknya, korban datang melalui surat panggilan dan terdakwa sudah tidak hadir.
Satu minggu kemudian, korban datang lagi ke kejaksaan dan pengadilan.
"Karena terdakwa tidak hadir jadi tunda satu minggu (sidang)," papar dia.
Minggu berikutnya, korban datang mengadu ke JPU dan hakim.
"Katanya terdakwa sudah menghadap ke kejaksaan, jadi giliran korban yang datang. Ternyata terdakwa menceritakan lain kepada korban," sebut dia.
Pingkan mengatakan, informasi dari kampung, terdakwa tidak hadir sidang karena istrinya sakit.
Tak lama kemudian, ada informasi istrinya meninggal karena perkara ini.
"Kami sebagai jaksa memaklumi itu. Tapi, bukan karena perkara ini," tutur dia.
Seiring berjalannya waktu, karena perkara sudah cukup lama, maka jaksa mendapatkan warning atau peringatan oleh pengadilan.
JPU sudah melayangkan surat panggilan kepada terdakwa tapi tidak hadir. JPU pun harus turun ke desa di mana terdakwa tinggal.
Kemudian, ada kebijakan dari hakim bisa sidang online sesuai Peraturan Mahkama Agung (Perma).
Setelah itu, JPU ke desa di mana terdakwa tinggal dan mencari lokasi untuk sidang online.
"Memang di desa tersebut jaringan tidak bagus. Terpaksa mencari lokasi yang tepat. Para saksi juga dihadirkan saat sidang," ungkap Pingkan.
Sebelum kasus ini masuk sidang tuntutan, Pingkan mengatakan, pihaknya memberikan kesempatan kepada terdakwa dan korban untuk duduk bersama membicarakan perkara ini.
Bahkan, hakim sampai bilang masih memberikan kesempatan kepada terdakwa dan korban untuk bercerita.
"Sebenarnya sudah mau masuk sidang tuntutan. Tapi, atas dasar kemanusian kami berharap terdakwa dan korban duduk bersama untuk bercerita. Sudah ingatkan dan mau difasilitasi, tapi keduanya masih keras (pendirian)," imbuh dia.
Menurut Pingkan, sapi yang meninggal kena perangkap ditaksir Rp 12,5 juta.
"Harga itu sesuai informasi saksi atau orang yang berkompeten. Kerugian Rp 12,5 juta, harga itu saat korban membeli satu ekor sapi yang mati," kata dia.
Pihaknya juga menerapkan restorative justice dalam perkara tersebut.
"Berharap kasus ini bisa ada kesepahaman. Apalagi terdakwa dan korban satu kampung. Jadi, kami berharap ada happy ending," ujar dia. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral, Kakek di Minahasa Didakwa Bunuh Sapi Warga Pakai Perangkap, Jaksa Harap Berakhir "Happy Ending""