TRIBUNWOW.COM - Kabid Dokkes Polda Jawa Tengah (Jateng) Sumy Hastry Purwanti diketahui ikut terlibat dalam proses autopsi ulang kedua jenazah yang jadi korban pembunuhan ibu dan anak di Subang, Jawa Barat.
Dia pun ikut memberi komentar terkait hasil autopsi pertama yang dilakukan setelah kedua jasad tersebut ditemukan di TKP.
"Autopsi pertama sudah bagus, sudah baik, dan saya hanya melengkapi saja, dan memastikan juga dari hasil autopsi pertama itu bisa membuktikan cara kematian, mekanisme kematian, dan sebab kematian," katanya dalam tayangan Tribunnews On Cam, yang tayang di Youtube Tribunnews pada Minggu (17/10/2021).
Baca juga: Pernyataan Baru Yosef, Sebut Tak Ada Kaitan Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang dengan Yayasan
Baca juga: 61 Hari Kasus Subang, Dokter Ahli Forensik Kembali Beri Tanggapan: Kita Cari Petunjuk Lain
Ahli forensik yang kerap disapa Hastry juga mengungkap alasannya mengapa proses autopsi dilakukan dua kali.
Menurutnya, dalam setiap kasus kematian, analisa terhadap jasad korban bisa menjadi bukti yang berharga.
"Ya kita kan berhubungan dengan tubuh jenazah, tubuh manusia yang sudah berupa jenazah ya, jadi ilmu forensik itu menggunakan seluruh ilmu kedokteran untuk mengungkap kasus tersebut," ungkapnya.
"Jadi kalau ada kasus pembunuhan, tubuh manusia itu merupakan petunjuk yang luar biasalah, petunjuk emas," tambahnya.
Terkait forensik sendiri dijelaskan bahwa terdapat berbagai bidang yang bisa membantu dalam mengungkapkan kasus.
Polwan pertama yang jadi dokter forensik di Indonesia ini menyebut bahwa dirinya berada di bidang patologi forensik.
"Ya, semua sama sih, dari pengambilan sampel jenazah kita periksa lagi ke ahli DNA, kalau memang butuh pemeriksaan sidik jadi ya ke ahli finger print forensik, kalau kita memang butuh apakah dia ada perlakuan, atau diracun, kita ke toxicologi," jelasnya.
Baca juga: Saksi Beberkan Aksi Yosef sebelum Laporkan Kasus Subang, Ternyata Sempat Telepon Sambil Marah-marah
Sedangkan untuk patologi forensik merupakan keahlian untuk menganalisa seluruh tubuh jenazah dan mencari ketidaknormalan.
"Jadi pemeriksaan tubuh jenazah lengkap," ungkapnya.
Untuk diketahui bahwa autopsi ulang dilakukan pada Sabtu (2/10/2021).
Sebelumnya, Hastry terlihat mengunggah Instastory yang memperlihatkan suasana di sekitar makam korban, di Tempat Pemakaman Umum Istuning, Desa Jalancagak, Kabupaten Subang.
"Ini lagi selesai nih, TKP Subang, pasti terungkap," katanya lewat Instagram miliknya @hastry_forensik, diunggauh Minggu (3/10/2021),
"Demi kemanusiaan, almarhumahnya menunggu," lanjutnya.
Proses pembongkaran hingga pengembalian kedua jasad ke makamnya sendiri berlangsung selama tiga jam antara pukul 14.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.
Sebagai informasi kasus ini bermula sejak jasad kedua korban yaitu Tuti Suhartini (55) dan Amalia Mustika Ratu (23) ditemukan di rumahnya di Desa Jalancagak, Subang, Jawa Barat pada Rabu (18/8/2021).
Sejak itu, kasus ini belum terungkap dan belum diketahui siapa yang menjadi pelaku pembunuhan tersebut.
Tim gabungan juga sudah dikerahkan mulai dari Polda Jawa Barat, Polda Metro Jaya, dan Bareskrim Polri menyatakan membantu penyelidikan kasus ini.
Kronologi penemuan jasad dimulai ketika suami Tuti, Yosef diketahui merupakan orang pertama yang datang ke TKP dan menemukan rumahnya sudah dalam keadaan berantakan dan berceceran darah.
Dia kemudian melaporkan ke polisi di Mapolsek Jalancagak karena mengira ada perampokan di rumahnya.
Selain menghubungi polisi, diketahui dia juga menghubungi anaknya Yoris, dan kakak Tuti, Lilis.
Polisi kemudian menemukan jasad tersebut bertumpuk di dalam bagasi sebuah mobil yang terparkir di TKP.
Pihak kepolisian menyimpulkan bahwa kasus ini tidak bermotif pencurian dan merupakan kasus pembunuhan berencana, karena hampir tidak ada barang berharga yang hilang di TKP.
Hanya ponsel Amalia yang diketahui hilang dan hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
Akses masuk ke rumah TKP juga tidak ada tanda-tanda kerusakan, karena itu disimpulkan bahwa ada dugaan bahwa pelakunya adalah orang dekat korban.
Hingga kini sudah 54 orang diperiksa sebagai saksi, bahkan sejumlah saksi diperiksa menggunakan alat tes kebohongan.
Yosef diketahui menjadi saksi yang paling banyak diperiksa dalam kasus ini.
Dia telah menjalani 13 kali pemeriksaan dan sempat dites menggunakan alat tes kebohongan.
Profil Sumy Hastry Purwanti
Dilansir dari Kompas.com, diketahui bahwa Hasrty merupakan polwan pertama yang menjadi dokter forensik.
Hastry menekuni bidang forensik karena mendapat saran dari Kepala Satuan Reserse Kriminal Poltabes Semarang Ajun Komisaris Purwo Lelono.
”Ketika mendapat saran itu, saya termotivasi karena keahlian forensik ketika itu belum dimiliki polwan lain. Saya adalah polwan pertama yang menjadi dokter forensik,” katanya dalam Kompas Edisi 2015.
Sejak saat itu, Sumi bergabung dalam berbagai operasi tim Identifikasi Korban Bencana atau Disaster Victim Identification (DVI) Polri.
Tugas pertamanya ialah mengidentifikasi korban bom Bali I pada tahun 2002.
Sumi Hastry kemudian melanjutkan studi kedokteran forensik di Universitas Diponegoro antara tahun 2002-2005.
Hastry juga diketahui terus menjalani pendidikan untuk mengasah kemampuannya seperti mengikuti kursus DVI di Singapura pada 2006, kursus DNA di Malaysia (2007) dan kursus identifikasi luka ledakan di Perth, Australia (2011).
Hastry juga pernah mengikuti sejumlah pertemuan ahli forensik dunia untuk mewakili Indonesia.
Kata-katanya yang terkenal adalah terkait akurasi identitas jenazah ketika autopsi.
”Saya lebih memilih tidak mengidentifikasi jenazah dibandingkan melakukan identifikasi yang salah,” kata dia.
Hastry menyebutkan, kendala Tim DVI Indonesia terletak pada keinginan pihak keluarga atau pemerintah untuk segera mengetahui hasil identifikasi dalam waktu singkat.
"Ada dugaan, kami mempersulitlah. Padahal, semua membutuhkan proses agar hasil identifikasi kami dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Diketahui dia juga terlibat dalam beberapa kasus penting seperti:
Mengidentifikasi korban bom Kedutaan Besar Australia di Jakarta (2004), kecelakaan pesawat Mandala di Medan (2005), dan bom Bali II (2005).
Gempa bumi Yogyakarta (2006), bom Hotel JW Marriott, Jakarta (2009), identifikasi jenazah teroris Noordin M Top (2009), gempa bumi Padang, Sumatera Barat (2009), dan kecelakaan pesawat Sukhoi SSJ-100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat (2012).
Keterangan Hastry bisa disimak sejak menit ke-4:
(Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)
Baca Artikel Terkait Pembunuhan di Subang Lainnya
Sebagian artikel ini diolah dari Kompas.com yang berjudul Mengenal Sumi Hastry Purwanti, Polwan Pertama yang Jadi Dokter Forensik