Terkini Internasional

Seorang Vlogger China Tewas seusai Dibakar saat Siaran Langsung, Mantan Suami Dijatuhi Hukuman Mati

Penulis: Alma Dyani Putri
Editor: Elfan Fajar Nugroho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Amuchu, seorang vlogger Tibet berusia 30 tahun yang dikenal di media sosial sebagai Lamu, meninggal setelah disiram bensin dan dibakar oleh mantan suaminya, Tang Lu, pada September tahun lalu. Suami Amuchu dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan karena dianggap merencanakan dan sengaja membunuh wanita itu.

TRIBUNWOW.COM – Pengadilan di Prefektur Aba, Sichuan, China, menjatuhkan hukuman mati kepada seorang pria atas tuduhan pembunuhan terhadap mantan istrinya saat melakukan siaran langsung pada Kamis (14/10/2021).

Amuchu, seorang vlogger Tibet berusia 30 tahun yang dikenal di media sosial sebagai Lamu, meninggal setelah disiram bensin dan dibakar oleh mantan suaminya, Tang Lu, pada September tahun lalu, dikutip dari AFP.

Pengadilan memutuskan penjatuhan hukuman mati bagi Tang karena menganggap aksi pembunuhan yang dilakukannya telah terencana dan disengaja.

Pengadilan memutuskan penjatuhan hukuman mati bagi suami Amuchu, Tang, karena menganggap aksi pembunuhan yang dilakukannya telah terencana dan disengaja. (YouTube/Oneindia News)

Baca juga: Balita 2 Tahun di AS Tembak Ibunya saat Rapat Virtual hingga Tewas, Sang Ayah Didakwa karena Lalai

Baca juga: Komentari Pahlawan Perang dalam Film Patriotik, Mantan Jurnalis China Ditahan atas Dugaan Penghinaan

“(Kejahatannya) sangat kejam dan dampak sosialnya sangat buruk,” kata pengadilan.

Kasus itu sempat mengejutkan warga China hingga menimbulkan kemarahan nasional, yang kemudian mendesak penguatan penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga di negara itu.

Amuchu dinyatakan tewas seusai mendapatkan perawatan di rumah sakit selama dua minggu karena mengalami luka bakar yang parah di sekujur tubuhnya.

Amuchu menceraikan Tang pada Juni 2020, beberapa bulan sebelum pembunuhan itu terjadi.

Dia secara teratur mengunggah video di Douyin, TikTok versi China, yang berisi kehidupan sehari-harinya mencari makanan di pegunungan, memasak, dan bernyanyi dengan mengenakan pakaian tradisional Tibet.

Saat Amuchu meninggal, puluhan ribu pengikutnya ikut berduka dan berkomentar di akun milik wanita itu.

Sementara itu, jutaan pengguna media sosial Weibo menuntut keadilan dengan meramaikan tagar yang kemudian disensor.

China sudah mengkriminalisasi kekerasan dalam rumah tangga pada 2016.

Namun, masalah itu tetap menyebar luas dan kurang dilaporkan, terutama di komunitas pedesaan yang kurang berkembang.

Federasi Wanita Seluruh China mengungkap sekitar satu dari empat wanita di negara itu yang sudah menikah, pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga, berdasarkan survei yang dilakukan tahun 2013.

Para aktivis mengatakan keluhan berulang para korban sering tidak ditanggapi serius oleh polisi.

Kekerasan dalam rumah tangga masih sering dianggap sebagai masalah pribadi keluarga dalam budaya konservatif di China.

Baca juga: Xi Jinping Marah atas Pidato Presiden Taiwan Tak Mau Tunduk pada China, Sebut Memutarbalikkan Fakta

Baca juga: Viral Warga China Pakai Alat Nonaktifkan Speaker Jarak Jauh karena Takut Tegur Geng Nenek Penari

Kasus pembunuhan Amuchu menyoroti kekerasan dalam rumah tangga di China dan kegagalan yang terus berlanjut untuk melindungi para korban, meskipun ada perubahan undang-undang dan janji pemerintah. 

Dilansir dari The Guardian, pada awal September tahun lalu, Amuchu sedang melakukan siaran langsung dari dapur ayahnya ketika seorang pria masuk ke rumah tersebut.

Ratusan orang yang menonton saat itu, melaporkan mendengar Amuchu berteriak dan kemudian layar menjadi gelap.

Adik Amuchu, Dolma, kemudian menemukannya di unit perawatan intensif rumah sakit prefektur Aba dengan luka bakar hingga 90 persen di tubuhnya. 

Dia dipindahkan ke Sichuan dan keluarganya meminta sumbangan untuk membantu pembayaran perawatan Amuchu, hingga menarik perhatian masyarakat China.

Namun, Amuchu kemudian meninggal pada akhir September.

Dolma mengatakan mantan suami Amuchu, Tang, telah berulang kali menyerang istrinya itu setelah pernikahan mereka digelar ketika masih berusia 17 tahun.

Setelah Amuchu meninggalkan Tang pertama kali pada Maret 2020, dia diduga memaksanya untuk menikah lagi dengan mengancam anak-anak mereka. 

“Dia terus melakukan kekerasan,” kata Dolma kepada New York Times.

Amuchu mengajukan gugatan cerai lagi pada Juni tahun lalu dan bersembunyi bersama keluarganya.

Tang yang mencari mantan istrinya itu, diduga juga menyerang Dolma ketika dia tidak memberitahu di mana saudara perempuannya berada.

Kampanye atas kematian Amuchu semakin intensif ketika presiden China, Xi Jinping, memberikan pidato di konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengatakan bahwa perlindungan hak dan kepentingan perempuan harus menjadi komitmen nasional.

Masyarakat China menyerukan penegakan yang lebih kuat dari undang-undang kekerasan dalam rumah tangga yang baru berusia empat tahun pada 2020.

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan tahun lalu oleh Beijing Equality, sebuah kelompok advokasi hak-hak perempuan, mengatakan bahwa sejak undang-undang tahun 2016 diberlakukan, lebih dari 920 perempuan telah meninggal karena kekerasan dalam rumah tangga. (TribunWow.com/Alma Dyani P)

Berita terkait China lain