TRIBUNWOW.COM – Setidaknya enam orang dilaporkan tewas dan lebih dari 30 lainnya terluka dalam baku tembak yang terjadi saat aksi protes menuntut pencopotan hakim, yang menyelidiki ledakan mematikan di pelabuhan tahun lalu pada Kamis (14/10/2021).
Dilansir dari CNN, penembakan tersebut menjadi kekerasan sipil terburuk di Beirut, Lebanon sejak 2008.
Menteri Dalam Negeri Lebanon, Bassam Mawlawi, mengatakan kepada wartawan, penembak jitu dan pria bersenjata "menembak orang di kepala" sementara empat roket B7 ditembakkan ke udara.
Baca juga: Merasa Gagal, Menteri Informasi Lebanon Mengundurkan Diri Pascaledakan di Beirut
Baca juga: Buntut Komandan Hamas Tewas dan Bantu Palestina Lawan Israel, Lebanon serta Suriah Luncurkan 6 Rudal
Palang Merah Lebanon melaporkan enam orang tewas dan lebih dari 30 orang terluka dalam bentrokan tersebut.
Menurut pernyataan tentara dan penyiar lokal, ratusan pendukung Hizbullah yang didukung Iran dan sekutu utama Syiahnya, Amal, saat itu sedang melakukan unjuk rasa menuju Istana Kehakiman ibukota Lebanon, ketika tembakan dilepaskan ke arah mereka dari lokasi yang tidak diketahui.
Tembakan tersebut membuat para demonstran dan jurnalis terpaksa berlindung.
Para penembak jitu diduga melepaskan tembakan dari atap bangunan di sekitar daerah tersebut, yang kemudian dibalas oleh para demonstran.
Rekaman yang beredar di media sosial menunjukkan beberapa orang bersenjata bertopeng yang disinyalir berafiliasi dengan pengunjuk rasa, menembakkan RPG dan AK-47 dari balik tempat pembuangan sampah, gang kecil, hingga penghalang jalan.
Asap terlihat mengepul dari dalam gedung yang mereka tembaki.
Dalam pernyataan tentara Lebanon disebutkan terdapat sembilan orang yang ditangkap seusai penembakan tersebut.
Pusat bentrokan berada di lingkungan Tayouneh yang dekat dengan tempat kelahiran perang saudara Lebanon pada 1975 hingga 1990.
Insiden tersebut telah meningkatkan kekerasan lebih lanjut di negara yang sedang dilanda krisis itu.
Para demonstran menyerukan pencopotan Hakim Tarek Bitar, yang memimpin penyelidikan atas ledakan besar di pelabuhan Beirut pada Agustus 2020, yang menewaskan lebih dari 200 orang dan melukai ribuan lainnya.
Dalam pernyataan bersama, Hizbullah dan Amal menuduh partai Pasukan Kristen Lebanon berada di balik serangan penembak jitu.
Namun, Pasukan Lebanon menolak tuduhan itu dan menyebut pertempuran terjadi karena “senjata yang tersebar luas", sebuah kiasan untuk senjata Hizbullah.
"Jelas bahwa mereka yang menembaki para pengunjuk rasa adalah kelompok bersenjata terorganisir yang telah merencanakan serangan ini sejak kemarin," kata seorang pejabat tinggi Hizbullah.
"Kami tidak akan membalas. Mereka ingin menyeret kami ke dalam perselisihan sipil dan kami tidak ingin menabur perselisihan sipil."
Baku tembak berhenti sekitar empat jam setelah pertempuran dimulai.
Pihak militer Lebanon langsung mengerahkan pasukannya di sekitar daerah Tayouneh dan melakukan patroli untuk mencari para pelaku penembakan.
Presiden Michel Aoun meminta semua pihak agar menenangkan diri dalam pidato yang disiarkan televisi pada Kamis (14/10/2021) malam, dikutip dari AFP.
"Senjata tidak dapat kembali menjadi sarana komunikasi antara pihak-pihak Lebanon, karena kita semua sepakat untuk mengubah halaman gelap sejarah kita ini," katanya mengacu pada perang saudara 1975 hingga 1990.
Baca juga: PM Lebanon Hassan Diab Mengundurkan Diri Pascaledakan Beirut, Sebut Mau Bersama Rakyat Lawan Pelaku
Baca juga: Sebelum Terjadi Ledakan, Para Pemimpin di Lebanon Sudah Peringatkan soal Bahan Peledak sejak Juli
Michel Aoun juga mendesak pemerintah untuk segera merumuskan solusi agar bisa keluar dari krisis yang berkepanjangan.
Militer menggerebek sejumlah tempat untuk mencari para penembak, dan menahan sembilan orang, termasuk individu dari kedua belah pihak serta salah satunya berkebangsaan Suriah, katanya.
Namun, tidak diberikan penjelasan lebih lanjut terkait siapa yang memulai aksi baku tembak.
Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan setidaknya terdapat 32 orang terluka.
Amal mengatakan tiga anggotanya tewas, sementara Hizbullah mengumumkan bahwa pemakaman atas dua pria dan satu wanita dalam kelompoknya akan dilakukan pada Jumat (15/10/2021).
Saat kejadian, peluru menghantam rumah-rumah, sementara warga sipil yang panik meringkuk di dalam ruangan ketika suara tembakan, sirene ambulans dan ledakan granat terdengar selama lebih dari tiga jam.
Pria yang menjadi pusat ketegangan, hakim Tarek Bitar, dipandang sebagai harapan terakhir untuk keadilan oleh banyak orang Lebanon.
Namun, hakim tersebut juga telah dikritik karena dianggap bias dan menyudutkan kelompok Amal serta Hizbullah dalam penyelidikannya.
Para pengunjuk rasa membakar foto Tarek Bitar dan duta besar Amerika Serikat (AS) Dorothy Shea pada Kamis (14/10/2021).
Mereka menuduh hakim berkolusi dengan Washington, pada hari diplomat senior AS, Victoria Nuland, mengunjungi Lebanon.
Dilansir dari Reuters, ketegangan politik di Lebanon telah meningkat selama penyelidikan atas ledakan pelabuhan yang terjadi karena amonium nitrat dalam jumlah besar.
Kebuntuan penyelidikan mengalihkan perhatian pemerintah dari keharusan menangani krisis ekonomi yang semakin memburuk di negara itu.
Lebih dari separuh warga Lebanon berada dalam kemiskinan akibat krisis.
Hakim Tarek Bitar telah berusaha menanyai sejumlah politisi senior dan pejabat keamanan, termasuk sekutu Hizbullah, yang dicurigai melakukan kelalaian hingga menyebabkan ledakan pelabuhan.
Namun, semua pihak telah membantah melakukan kesalahan.
Meskipun tidak ada anggotanya yang menjadi sasaran penyelidikan, Hizbullah menuduh Bitar melakukan penyelidikan politis yang hanya terfokus pada orang-orang tertentu.
Itu termasuk beberapa sekutu terdekatnya, di antaranya tokoh senior di Amal yang menduduki jabatan menteri.
Pengadilan sebelumnya menolak pengaduan hukum terhadap Bitar yang memungkinkannya untuk melanjutkan penyelidikan atas ledakan pelabuhan. (TribunWow.com/Alma Dyani P)
Berita terkait Lebanon lain