TRIBUNWOW.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan Covid-19 varian B1621 dalam kategori varian yang diperhatikan (variant of interest/VOI).
Varian Virus Corona tersebut pertama kali terdeteksi di Kolombia pada Januari 2021, dan kini telah menyebar di beberapa wilayah Amerika Selatan dan Eropa.
Menurut laporan epidemiologi terbaru WHO, varian Mu telah terdaftar sebagai VOI karena memiliki sifat potensial untuk lolos dari kekebalan.
Baca juga: Bisakah Tidur Satu Ruangan dengan Pasien Covid-19 ketika Isolasi Mandiri? Ini Penjelasannya
Baca juga: Waspada Risiko Malnutrisi pada Pasien Covid-19 saat Isolasi Mandiri, Simak Penjelasan Ahli Gizi
Kini para peneliti tengah mencari tahu seberapa mungkin varian baru tersebut menginfeksi orang yang sudah divaksin atau penyintas Covid-19 yang memiliki antibodi.
Hal itu disampaikan oleh Paul Griffin, seorang ahli penyakit menular dari Mater Health Services dan University of Queensland, Amerika Serikat.
"Jika protein lonjakan itu berubah secara signifikan, maka pasti ada potensi vaksin kami bekerja kurang baik," katanya, dikutip dari ABC News, Rabu (1/9/2021).
"Kami pikir akan ada waktu di mana itu menjadi sangat mungkin, tetapi kami belum benar-benar melihatnya."
Dalam keterangan dari WHO, prevalensi varian Mu dalam infeksi Covid-19 global sebenarnya telah menurun sejak pertama kali terdeteksi.
Namun di Kolombia dan Ekuador secara konsisten meningkat dengan masing-masing 39 persen dan 13 persen.
Jika ditotal varian tersebut menyumbang kurang dari 0,1 persen dari semua infeksi Covid-19 di seluruh dunia.
Wabah B.1.621 juga telah dilaporkan di beberapa bagian AS dan Eropa.
Baca juga: Tidak Dianjurkan Olahraga saat Isolasi Mandiri Covid-19, Ini 9 Hal yang Bisa Dicoba agar Tidak Bosan
Varian itu juga tidak lebih menular dibanding varian Delta yang kini masih mendominasi di dunia.
Hal yang dikhawatirkan dari varian Mu tercantum dalam laporan epidemiologi WHO yang menyebut jika data awal menunjukkan Mu tampaknya lebih resisten terhadap antibodi.
Tapi Dr Griffin mengatakan tes laboratorium itu tidak memberikan gambaran lengkap tentang bagaimana kekebalan manusia bekerja di dunia nyata.
"Studi penetralisir itu sangat berguna, karena cukup mudah dilakukan dan cukup cepat, tetapi itu adalah bagian dari cerita, bukan keseluruhan cerita," katanya.
"Kita perlu melihatnya secara klinis, jadi di dunia nyata, kita melihat perubahan sifat yang berarti vaksin benar-benar kehilangan kemanjurannya."
Varian Mu menjadi varian kelima yang masuk daftar VOI WHO.
Selain kelima varian itu ada juga empat varian yang lebih diperhatikan secara serius.
Lima varian tersebut adalah:
1. Eta, pertama kali terdeteksi di beberapa negara pada Desember 2020
2. Iota, pertama kali terdeteksi di AS pada November 2020
3. Kappa, pertama kali terdeteksi di India pada Oktober 2020
4. Lambda, pertama kali terdeteksi di Peru pada Desember 2020
5. Mu, pertama kali terdeteksi di Kolombia pada Januari 2021
Dan empat varian lain yang dianggap lebih berpotensi menyebabkan masalah serius:
1. Alpha, pertama kali terdeteksi di Inggris pada September 2020
2. Beta, pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada Mei 2020
3. Gamma, pertama kali terdeteksi di Brasil pada November 2020
4. Delta, pertama kali terdeteksi di India pada Oktober 2020
Jumlah varian SARS-CoV-2 diperkirakan akan berubah seiring bertambahnya waktu, karena semakin banyak virus menyebar, semakin banyak peluang untuk bermutasi.
Dr Griffin mengatakan bahwa cara terbaik untuk membatasi mutasi virus adalah dengan membatasi penyebarannya.
"Semakin banyak orang yang divaksinasi, semakin sedikit inang yang rentan di mana virus dapat hidup, dan menjalani evolusi ini dan mendapatkan sifat-sifat ini," katanya. (Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)
Baca Artikel Terkait Covid-19 Lainnya