TRIBUNWOW.COM - Pakar Semiotika Acep Iwan Saidi menyampaikan pandangannya terkait persoalan di tubuh Partai Demokrat.
Kepemimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) hasil Kongres ke-V tahun 2020 mendapat tandingan dari hasil kongres luar biasa (KLB) di Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).
Dilansir TribunWow.com, Acep Iwan menyebut wajar ketika dari pihak AHY menjadi marah lantaran posisinya akan direbut.
Baca juga: Sebut Ali Ngabalin Tak Pantas Beri Selamat kepada Moeldoko, Andi Mallarangeng: Mestinya Sayangkan
Baca juga: Posisinya Nyaris Didongkel seusai KLB, AHY: KSP Moeldoko Tak Mencintai, tapi Ingin Memiliki Demokrat
Meski begitu, ia menilai AHY memiliki kematangan dalam menyikapi persoalan tersebut.
"Saya memperhatikan AHY sejak lama, sepak terjang Beliau di dalam politik," ujar Acep Iwan, dikutip dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, Minggu (7/3/2021).
"Saya melihat bahwa ada kematangan pada AHY sebagai calon pemimpin masa depan," ungkapnya.
Acep Iwan menilai dalam dua kali konferensi pers, AHY masih bisa mengendalikan kemarahannya.
Menurutnya, hal itu terlihat dari gestur dan juga ucapan dari AHY yang bisa dikatakan masih terkendali.
"Jadi sejauh ini saya lihat pada pidatonya, di gesturnya, meskipun dia marah, memang wajar marah, tetapi saya melihat Beliau masih bisa menahan, bisa bertahan pada rasionalitas," kata dia.
"Artinya bicaranya masih terkontrol," imbuhnya.
"Kalau marah menurut saya wajar, karena bagaimana pun ada yang merebut kursinya. Saya kira siapapun akan marah, tetapi pada AHY ada ketenangan. Itu kelebihan AHY di situ,"
Dirinya lalu membandingkan dengan sang ayah Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Baca juga: Pengamat Nilai Hasil KLB Demokrat Deliserdang Bakal Disahkan Kemenkumham: Sudah Ada Contoh Nyatanya
"Kalau kita bandingkan dengan Pak SBY, mungkin karena Pak SBY sudah sepuh, jadi ada kemarahan sama-sama marah, tetapi marahnya berbeda," terang Acep Iwan.
Berbeda dengan AHY, Acep Iwan menilai SBY lebih terlihat kemarahannya.
Hal itu ditunjukkan dengan munculnya ucapan-ucapan bernada sinis yang ditujukan kepada Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, yang diyakini sebagai pelaku utama gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD).