TRIBUNWOW.COM - Politisi PDIP, Deddy Sitorus menyebut, PDIP kini sangat kecewa akan kasus yang menimpa Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah.
Seperti yang diketahui, Nurdin telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Sulsel.
Ia mengatakan, partai politik (parpol) memang tidak bisa memantau terus kadernya seusai menjadi pejabat publik.
Baca juga: PDIP Sebut Kasus seperti Nurdin Abdullah akan Terus Terjadi: Akan Tetap Gampang Menjebak Pejabat
Hal itu disampaikan oleh Deddy dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam tvOne, Minggu (28/2/2021).
Deddy mengakui, integritas memang menjadi faktor apakah orang akan melakukan tindakan rasuah atau tidak.
"Sangat sulit menemukan orang seperti Pak Ahok atau Pak Jokowi, memang integritasnya kuat," ujarnya.
Ia mengatakan, integritas seseorang terbentuk tergantung dari lingkungan masing-masing individu.
"Akan tetapi integratis pribadi ini sangat bergantung pada lingkungan interaksinya, dan juga lingkungan keluarganya," ujar Deddy.
Melihat kasus Nurdin, Deddy mengatakan PDIP merasa kecewa.
"Terus terang kita dari partai politik, itu sangat kecewa dan sangat sedih," kata dia.
Deddy menjelaskan, sebelum PDIP mencalonkan pejabat publik atau kepala daerah, maka yang bersangkutan harus mengikut psikotes terlebih dahulu.
"Ada namanya pemeriksaan rekam jejak yang panjang," jelasnya.
Meskipun sudah melakukan tes dan seleksi, Deddy mengakui hal itu tidak bisa menjamin.
"Tetapi itu tidak menjamin, karena partai politik dalam hal ini itu seperti sebuah terminal," papar dia.
Mengibaratkan parpol layaknya terminal, Deddy menegaskan para pejabat publik yang sudah keluar dari terminal tidak bisa dipantau terus menerus oleh pihak terminal.
"Jadi tidak serta merta bisa disalahkan kepada partai politik," kata Deddy.
Deddy juga mengungkit partai koalisi yang mengusung Nurdin pada saat itu memiliki komitmen yang sungguh-sungguh.
"Tetapi ini bukan hanya persoalan individu, bukan hanya persoalan partai politik," ujarnya.
"Ini persoalan bangsa," pungkas Deddy.
Baca juga: Pernah Jadi Hakim Agung, Artidjo Alkostar Punya Harta Rp 181 Juta, Paling Sedikit di Dewas KPK
Ongkos Politik Tinggi
Pada segmen sebelumnya, Deddy mengatakan, kasus-kasus serupa seperti Nurdin akan terus terjadi karena beberapa faktor.
Satu di antaranya adalah sistem politik di Indonesia yang memerlukan ongkos tinggi.
Deddy juga menyampaikan, kejadian operasi tangkap tangan (OTT) tidak akan menghentikan orang lain melakukan tindak pidana korupsi.
"Kejadian seperti ini akan terus terjadi, tidak akan berhenti," ujar dia.
Pertama, ia menyoroti soal sistem politik di Indonesia yang memerlukan ongkos tinggi.
"Sistem politik kita yang sangat liberal seperti sekarang ini memang high cost political system," kata Deddy.
Deddy mencontohkan calon kepala daerah yang mengandalkan popularitas saja tidak cukup jika melawan calon kepala daerah yang bermain menggunakan money politic.
"Karena orang populer juga bisa kalah dengan orang berduit," kata dia.
Selanjutnya Deddy menyoroti soal kegiatan pemilu serentak yang membuat persoalan semakin rumit hingga adanya money politic dipastikan sangat tinggi.
Lalu Deddy mengungkit soal sosok pemimpin politik itu sendiri.
Ia menjelaskan banyak yang melihat pejabat dianggap sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan sosial maupun individu-individu.
Hal tersebut dianggap berbahaya ketika pejabat yang bersangkutan sudah memiliki keleluasaan dan wewenang.
"Akan tetap gampang menjebak orang, pejabat untuk terjebak menerima hal-hal bersifat rasuah," ungkap Deddy.
Kemudian Deddy menyoroti soal sistem pengadaan barang dan jasa yang ia nilai tidak efektif.
"Saya berkali-kali mengusulkan supaya diadakan satu pintu," ujar Deddy.
"Katakanlah secara nasional atau secara provinsi, jadi KPK itu tidak mengawasi begitu banyak pelelangan."
Baca juga: Sekjen PDIP Bongkar Ucapan Nurdin Abdullah sebelum Kena OTT KPK: Siap Tanggung Jawab Dunia Akhirat
Simak videonya mulai menit ke-8.00:
Nurdin Abdullah: Demi Allah
Sementara itu, Nurdin mengaku tidak tahu apa-apa terkait kasus dugaan suap yang menjeratnya.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat digiring keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (28/2/2021) dini hari.
Ia tampak mengenakan rompi oranye dengan tulisan Tahanan KPK.
Nurdin mengenakan topi warna biru dan masker wajah putih.
Mulanya, Nurdin mengaku ikhlas dengan proses hukum yang harus dijalaninya.
"Saya ikhlas menjalani proses hukum," ucap Nurdin, dikutip dari kanal YouTube Kompas TV.
Ia juga mengaku tidak tahu-menahu soal kasus suap yang kini menjeratnya.
Menurut Nurdin, bawahannya Edy Rahmat alias ER telah melakukan transaksi tanpa sepengetahuannya.
ER turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Diketahui ER menjabat sebagai Sekretaris Dinas Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR) Provinsi Sulsel.
ER disebut-sebut sebagai representasi dan orang kepercayaan Nurdin Abdullah.
"Memang kemarin tidak tahu apa-apa kita," Nurdin berkilah.
"Ternyata Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengatahuan saya," katanya.
Baca juga: Korupsi Rp 2 Miliar, Gubernur Sulsel Nurdin Punya Harta Rp 51 Miliar, Bandingkan Jumlah Utangnya
Nurdin bahkan mengucap sumpah bahwa dirinya tidak terlibat dalam dugaan penerimaan suap senilai Rp2 miliar tersebut.
"(Saya) sama sekali tidak tahu. Demi Allah, demi Allah," tegas Nurdin.
Sebelum berlalu, Nurdin memberi pesan kepada masyarakat Sulawesi Selatan.
"Saya mohon maaf," ucapnya singkat.
Dikutip dari Tribunnews.com, KPK mendapati barang bukti uang tunai sebesar Rp2 miliar yang diterima Nurdin Abdullah dari tersangka Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto (AS).
AS adalah kontraktor yang ditengarai mempermainkan proyek pengadaan infrastruktur di Sulawesi Selatan bersama dua tersangka lainnya.
"AS Direktur PT APB telah lama kenal baik dengan NA, berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi persm Minggu dini hari.
Terungkap kemudian AS telah menjalin komunikasi dengan Nurdin yang dikenalnya melalui ER.
"Dalam beberapa komunikasi tersebut diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh Agung di 2021," ungkap Firli. (TribunWow.com/Anung/Brigitta)