Kasus Korupsi

PDIP Sebut Kasus seperti Nurdin Abdullah akan Terus Terjadi: Akan Tetap Gampang Menjebak Pejabat

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Politisi PDIP, Deddy Sitorus menanggapi soal kasus suap yang menjerat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah. Ditayangkan dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, Minggu (28/2/2021).

TRIBUNWOW.COM - Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Sulsel.

Menanggapi hal ini, politisi PDIP, Deddy Sitorus mengatakan, kasus-kasus serupa akan terjadi karena beberapa faktor.

Satu di antaranya adalah sistem politik di Indonesia yang memerlukan ongkos tinggi.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri memberikan keterangan pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah oleh KPK, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (28/2/2021) dini hari. Pada konferensi pers tersebut, KPK menyatakan telah menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus proyek pembangunan infrastruktur karena diduga menerima gratifikasi atau janji. Selain Nurdin Abdullah, KPK juga menetapkan tersangka kepada Sekdis PUPR Sulsel, Edy Rahmat (ER) sebagai penerima dan Agung Sucipto (AS) selaku pemberi. (Tribunnews/Jeprima)

Baca juga: Sosok Andi Sudirman, Gubernur Sulawesi Selatan Pengganti Nurdin Abdullah yang Ditangkap KPK

Hal itu disampaikan oleh Deddy dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam tvOne, Minggu (28/2/2021).

Mulanya ia meminta agar seluruh pihak menghormati proses hukum yang sedang dikerjakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia meminta agar tidak ada keraguan dan kecurigaan terhadap KPK.

Deddy juga menyampaikan, kejadian operasi tangkap tangan (OTT) tidak akan menghentikan orang lain melakukan tindak pidana korupsi.

"Kejadian seperti ini akan terus terjadi, tidak akan berhenti," ujar dia.

Pertama, ia menyoroti soal sistem politik di Indonesia yang memerlukan ongkos tinggi.

"Sistem politik kita yang sangat liberal seperti sekarang ini memang high cost political system," kata Deddy.

Deddy mencontohkan calon kepala daerah yang mengandalkan popularitas saja tidak cukup jika melawan calon kepala daerah yang bermain menggunakan money politic.

"Karena orang populer juga bisa kalah dengan orang berduit," kata dia.

Selanjutnya Deddy menyoroti soal kegiatan pemilu serentak yang membuat persoalan semakin rumit hingga adanya money politic dipastikan sangat tinggi.

Lalu Deddy mengungkit soal sosok pemimpin politik itu sendiri.

Ia menjelaskan banyak yang melihat pejabat dianggap sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan sosial maupun individu-individu.

Hal tersebut dianggap berbahaya ketika pejabat yang bersangkutan sudah memiliki keleluasaan dan wewenang.

"Akan tetap gampang menjebak orang, pejabat untuk terjebak menerima hal-hal bersifat rasuah," ungkap Deddy.

Kemudian Deddy menyoroti soal sistem pengadaan barang dan jasa yang ia nilai tidak efektif.

"Saya berkali-kali mengusulkan supaya diadakan satu pintu," ujar Deddy.

"Katakanlah secara nasional atau secara provinsi, jadi KPK itu tidak mengawasi begitu banyak pelelangan."

Nurdin Abdullah: Demi Allah

Sementara itu, Nurdin mengaku tidak tahu apa-apa terkait kasus dugaan suap yang menjeratnya.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat digiring keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (28/2/2021) dini hari.

Ia tampak mengenakan rompi oranye dengan tulisan Tahanan KPK.

Nurdin mengenakan topi warna biru dan masker wajah putih.

Mulanya, Nurdin mengaku ikhlas dengan proses hukum yang harus dijalaninya.

"Saya ikhlas menjalani proses hukum," ucap Nurdin, dikutip dari kanal YouTube Kompas TV.

Ia juga mengaku tidak tahu-menahu soal kasus suap yang kini menjeratnya.

Menurut Nurdin, bawahannya Edy Rahmat alias ER telah melakukan transaksi tanpa sepengetahuannya.

ER turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Diketahui ER menjabat sebagai Sekretaris Dinas Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR) Provinsi Sulsel.

ER disebut-sebut sebagai representasi dan orang kepercayaan Nurdin Abdullah.

"Memang kemarin tidak tahu apa-apa kita," Nurdin berkilah.

"Ternyata Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengatahuan saya," katanya.

Baca juga: Korupsi Rp 2 Miliar, Gubernur Sulsel Nurdin Punya Harta Rp 51 Miliar, Bandingkan Jumlah Utangnya

Nurdin bahkan mengucap sumpah bahwa dirinya tidak terlibat dalam dugaan penerimaan suap senilai Rp2 miliar tersebut.

"(Saya) sama sekali tidak tahu. Demi Allah, demi Allah," tegas Nurdin.

Sebelum berlalu, Nurdin memberi pesan kepada masyarakat Sulawesi Selatan.

"Saya mohon maaf," ucapnya singkat.

Dikutip dari Tribunnews.com, KPK mendapati barang bukti uang tunai sebesar Rp2 miliar yang diterima Nurdin Abdullah dari tersangka Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto (AS).

AS adalah kontraktor yang ditengarai mempermainkan proyek pengadaan infrastruktur di Sulawesi Selatan bersama dua tersangka lainnya.

"AS Direktur PT APB telah lama kenal baik dengan NA, berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi persm Minggu dini hari.

Terungkap kemudian AS telah menjalin komunikasi dengan Nurdin yang dikenalnya melalui ER.

"Dalam beberapa komunikasi tersebut diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh Agung di 2021," ungkap Firli.

Baca juga: KPK OTT Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Denny Siregar: Cuma Dapat Ikan Teri, Kapan Balik Modalnya?

Simak videonya mulai menit ke-6.00:

(TribunWow.com/Anung/Brigitta)