TRIBUNWOW.COM - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menganalisis penyebab banyak orang masih enggan disuntik vaksin Covid-19.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (22/2/2021).
Menurut survei Indikator Politik, sebanyak 41 persen masyarakat kurang bersedia atau sama sekali tidak bersedia menerima vaksin.
Baca juga: Cerita Hotman Paris Dapat Vaksin Gratis untuk Lansia, Diberi Teh Hangat hingga Sempat Dilarang
Burhanuddin menilai angka ini memprihatinkan, mengingat Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberi contoh dengan menjadi penerima vaksin pertama di Indonesia.
"Di bulan Januari ketika Jokowi melakukan vaksinasi dua kali, turun dari 43 persen (yang tidak bersedia divaksin) menjadi 41 persen," papar Burhanuddin Muhtadi.
Ia menilai penurunan angka ini masih terlalu kecil dan mengkhawatirkan.
Selanjutnya, Burhanuddin menganalisis penyebab masyarakat masih tidak bersedia menerima vaksin meskipun kondisi pandemi di Indonesia sudah genting.
"Satu, mereka masih ragu soal efektivitas vaksin. Apalagi? Halal, 81 persen responden menganggap penting vaksin itu halal," kata Burhanuddin.
Baca juga: WHO Sebut Efek Samping Pasca-divaksin Covid-19 Normal, Kenali Tandanya jika Ada Reaksi Negatif
Diketahui Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menyatakan vaksin Sinovac yang pertama kali didistribusikan adalah halal dan suci, bahkan tertera tulisan tersebut di spanduk yang dipasang ketika Jokowi menerima vaksin.
Burhanuddin menilai banyak yang masih belum mengetahui fakta tersebut.
Ia menjelaskan aspek kehalalan sangat penting bagi masyarakat, bahkan menurut survei mencapai 81 persen.
"Betul bahwa MUI sudah mengatakan halal terhadap vaksin, tapi sosialisasi harus digencarkan," pesan Burhanuddin.
Ia membenarkan banyak yang belum tahu vaksin sudah ditetapkan halal, walaupun di banyak media pers dan media sosial hal itu sudah dibicarakan.
Burhanuddin lalu memberi saran agar vaksinasi sukses dilakukan.
"Misalnya kalau kita punya perasaan bahwa sudah maksimal tapi datanya seperti itu, kita harus melakukan strategi sosialisasi lebih luas sekali dengan melibatkan semua pihak," katanya.
"Supaya vaksinasi itu sukses. Saya termasuk orang yang setuju, seperti tokoh-tokoh dari PKS, tokoh-tokoh dari Demokrat, yang selama ini berada di barisan oposisi, libatkan semua itu," tambah pengamat politik ini.
Lihat videonya mulai menit 2.00:
Survei Menunjukkan Jokowi Divaksin Covid-19 Tak Buat Masyarakat Antusias
Hasil survei menunjukkan keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai penerima vaksin Covid-19 tidak banyak menaikkan antusiasme masyarakat.
Dilansir TribunWow.com, hal itu tampak dalam hasil survei nasional oleh Indikator Politik Indonesia pada 1-3 Februari 2021, seperti yang ditayangkan Kompas TV, Minggu (21/2/2021).
Setelah survei, data menunjukkan jumlah warga yang sangat bersedia divaksin sebesar 15,8 persen dan cukup bersedia sebesar 39,1 persen.
Baca juga: WHO Sebut Efek Samping Pasca-divaksin Covid-19 Normal, Kenali Tandanya jika Ada Reaksi Negatif
Lalu kurang bersedia sebesar 32,1 persen, sangat tidak bersedia 8,9 persen, dan tidak jawab sebanyak 4,2 persen.
Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi mengaku terkejut dengan hasil survei itu.
Pasalnya, Jokowi adalah penerima vaksin pertama yang mendapat vaksin buatan Sinovac.
"Mengagetkan saya secara pribadi, meskipun surveinya sudah dilakukan setelah presiden sendiri menjadi orang pertama untuk divaksin, itu masih banyak yang tidak bersedia," komentar Burhanuddin.
Ia menunjukkan grafik orang yang tidak bersedia disuntik vaksin total 41 persen.
Padahal survei dilakukan setelah Jokowi menerima vaksin.
Dibandingkan sebelumnya, sebanyak 43 persen orang tidak bersedia divaksin.
"Total 41 persen, (terdiri dari) kurang bersedia atau sangat tidak bersedia," kata Burhanuddin.
"Survei kami di bulan Desember yang kurang bersedia atau sangat tidak bersedia 43 persen," ungkapnya.
"Jadi turun hanya 2 persen," kata pengamat politik tersebut.
Baca juga: Ingatkan Ancaman Pandemi Covid di Indonesia Bisa sampai 10 Tahun, Epidemiolog: Vaksin saat Ini Aman
Burhanuddin menganalisis, Jokowi hanya memberikan efek sebanyak 2 persen dari total orang yang tidak bersedia divaksin.
"Efek Presiden Jokowi ada, tapi efeknya cuma 2 persen menurunkan mereka yang awalnya tidak bersedia menjadi bersedia," katanya.
Ia menilai tindakan Jokowi dengan memberi contoh menerima vaksin tidak terlalu signifikan di mata masyarakat.
Menurut Burhanuddin, angka 41 persen masih terlalu besar.
Apalagi ditambah 4,2 persen orang yang masih belum memberikan jawaban tentang kesediaannya.
"Tetapi yang kurang bersedia atau tidak bersedia ini terlalu besar buat saya," kata Burhanuddin.
"Saya kira yang lain juga punya perasaan yang sama, karena masih ada 4,2 persen yang enggak mau jawab," lanjut dia.
Burhanuddin mengkhawatirkan hal ini akan berdampak pada kesehatan masyarakat yang lebih luas.
Diketahui vaksinasi menjadi program unggulan demi mengatasi pandemi Covid-19.
"Jadi 41 persen di bulan Februari bukan angka yang kecil. Ini bisa menjadi masalah karena vaksinasi pada dasarnya untuk kepentingan bersama," tambahnya. (TribunWow.com/Brigitta)