TRIBUNWOW.COM - Epidemiolog Grifith University, Dicky Budiman mengaku tak setuju dengan pemberian sanksi terhadap para penolak vaksinasi Covid-19.
Dilansir TribunWow.com, Dicky Budiman meminta pemerintah harusnya lebih mengedepankan pendekatan yang sifatnya persuasif.
Hal itu disampaikannya dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi 'tvOne', Selasa (16/2/2021).
Baca juga: BPOM Terbitkan Izin Darurat untuk Vaksin Covid-19 Buatan Bio Farma, Ini Alasannya
Baca juga: Vaksin Covid-19 Bisa Diberi ke Lansia, Komorbid, Penyintas dan Busui, Ini Syarat yang Harus Dipenuhi
Dalam kesempatan itu, Dicky Budiman menegaskan bahwa vaksinasi bukan langkah satu-satunya untuk memerangi pandemi Covid-19.
Menurutnya, justru ada yang jauh lebih penting ketimbang vaksinasi, yakni peningkatakan 3T (testing, tracing dan treatment).
Selain itu juga ditunjang dari masyarakatnya dengan melakukan protokol kesehatan yang ketat.
Dirinya lantas mencontohkan penanganan di Australia yang disebutnya memiliki proses 3T yang sangat baik.
Alhasil dikatakan Dicky Budiman, Australia sejauh ini belum membutuhkan vaksin Covid-19.
"Untuk melindungi masyarakat ini vaksin bukan satu-satunya solusi," ujar Dicky Budiman.
"Itulah sebabnya kenapa seperti Australia dia menunda vaksinasi karena enggak ada kasus," imbuhnya.
"3 T dan 5 M nya sangat efektif, sehingga dia bilang yaudah vaksin untuk negara yang sedang berkecamuk pandeminya."
Baca juga: Inilah Kelompok Masyarakat yang Tidak Bisa Diberikan Vaksin Covid-19 Sinovac, Ada 17 Kriteria
Sedangkan di Indonesia, Dicky Budiman menyebut langkah dari pemerintah saja untuk melakukan 3T belum maksimal.
Oleh karenanya, ia menyayangkan ketika pemerintah hanya menitikberatkan kepada masyarakat dalam penanganan Covid-19.
Selain menekan untuk melakukan 3M, masyarakat juga diwajibkan mau menerima vaksinasi.
"Nah itu membuktikan bahwa 3T itu penting sekali, jadi jangan memberikan pressing kepada masyarakat dengan 'Anda harus divaksin', sementara 3T-nya tidak dilakukan optimal oleh pemerintah," kata Dicky Budiman.
"Nanti ada pertanyaan masyarakat, pemerintah harusnya disaksi, kan bukan begitu. Jadi kita jangan main saksi-saksi," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 13.40
Jokowi Ungkap Rencana Produksi Vaksin Dalam Negeri
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut pemerintah berhasil mendapatkan vaksin yang diperebutkan 215 negara di dunia.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam arahan rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Maka dari itu, ia mengakui tidak mudah mendapatkan vaksin.
Baca juga: Beda dengan Jokowi, WHO Sebut Vaksin Covid-19 Tak Wajib, Minta Jangan Takut-takuti Masyarakat
"Kita berusaha dari beberapa negara dan itu juga menjadi rebutan 215 negara," kata Jokowi, dikutip dari Kompas.com.
"Yang kita harus sadar, tidak mudah mendapatkan yang namanya vaksin sekarang ini," lanjut dia.
Sejauh ini pemerintah berhasil mendapatkan pasokan vaksin dari perusahaan pembuat vaksin asal China, Sinovac.
Vaksin buatan itu juga sudah diedarkan di Indonesia dan disuntikkan kepada kelompok prioritas.
Selain China, pemerintah juga menjalin kerja sama untuk mendapatkan vaksin dari beberapa negara lain.
Jokowi menjelaskan rencananya soal vaksin buatan dalam negeri akan segera diproduksi.
"Saya juga telah memerintahkan untuk mempercepat produksi vaksin kita sendiri, vaksin Merah Putih, tetapi juga ini ternyata memerlukan waktu."
"Mungkin baru akhir tahun insyaallah baru diproduksi," jelasnya.
Baca juga: Kabar Gembira: Kelompok Lansia, Komorbid, Penyintas Covid-19, dan Ibu Menyusui Bisa Mendapat Vaksin
Vaksinasi massal diperlukan agar dapat tercapai kekebalan komunal (herd immunity) untuk mengakhiri pandemi.
Pemerintah menargetkan vaksinasi dilakukan terhadap 70 persen penduduk Indonesia, setara dengan 182 juta orang.
Kesulitan lainnya adalah vaksin harus dilakukan dalam dua tahap, artinya jumlah yang dibutuhkan adalah 364 juta dosis.
"Bukan angka yang kecil karena angka ini akan menghasilkan kekebalan komunal, herd immunity," terang Jokowi.(TribunWow/Elfan/Brigitta)