TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti kasus aktivis HAM asal Papua Natalius Pigai yang menjadi korban rasisme.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, Minggu (24/1/2021).
Sebelumnya viral sebuah foto di media sosial yang menunjukkan Pigai disandingkan dengan foto gorila, disertai komentar terkait vaksin Covid-19.
Baca juga: Balasan Komnas HAM atas Komitmen Listyo Sigit Mengusut soal Pelanggaran HAM Tewasnya Laskar FPI
Foto itu sebelumnya diunggah kader Partai Hanura sekaligus Ketua Relawan Pro Jokowi-Amin (Projamin) Ambroncius Nababan.
Menanggapi kasus itu, Refly menyebut Pigai memang termasuk sosok yang sangat vokal terhadap kebijakan pemerintah, terutama terkait pelanggaran HAM yang terjadi bertahun-tahun di Papua.
"Orang seperti Natalius wajar saja kalau dia memiliki sebuah concern (prihatin) terhadap hak asasi manusia di Indonesia, karena dia adalah komisioner Komnas HAM. Sekarang tentu tidak lagi," singgung Refly Harun.
Ia menyebut Natalius tidak kunjung berhenti menyuarakan kasus-kasus pelanggaran HAM, terutama yang terjadi di Papua.
"Tetapi darahnya darah pemahaman terhadap hak asasi manusia," kata Refly.
"Terlebih dia berasal dari Papua yang so long time (sangat lama) mengalami persoalan dengan hak asasi manusia," jelas dia.
Baca juga: Viral Rasisme pada Natalius Pigai, Refly Harun Kritik Jokowi: Belum Mampu Jadi Presiden Seutuhnya
Sebagai contoh, Refly menyinggung kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua yang kerap bentrok dengan TNI.
"Memang ada KKB di sana, tetapi kita harus pahami bahwa itu tidak semua orang Papua," ungkit pengamat politik ini.
"Hanya orang-orang tertentu saja," tambah Refly.
Refly menyebut kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua sampai saat ini tidak kunjung diselesaikan pemerintah pusat, termasuk dalam era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Selebihnya adalah justru cerita tentang pelanggaran hak asasi manusia, teman-teman kita dari Papua, yang sampai sekarang tentu belum bisa diselesaikan para penguasa," kata Refly.
"Tidak hanya oleh Presiden Jokowi, tetapi juga presiden-presiden sebelumnya," lanjut dia.
Selain itu, Refly menyebut masalah pelanggaran HAM kian bertambah dan tidak kunjung selesai.
"Belum ada yang berhasil menyelesaikan persoalan hak asasi manusia. Kecenderungannya adalah bertambah-tambah PR-nya," ungkap dia.
Lihat videonya mulai menit 12.00:
Refly Harun Soroti Peran Jokowi sebagai Presiden
Dalam tayangan yang sama, pakar hukum tata negara Refly Harun menanggapi isu rasisme yang menimpa aktivis HAM Natalius Pigai.
Menanggapi viralnya foto tersebut, Refly mengaku prihatin dengan perlakuan rasisme yang diterima Pigai sebagai aktivis HAM asal Papua.
Ia menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya turun tangan dalam kasus ini, mengingat seorang pendukungnya juga terlibat.
"Dalam konteks seperti ini, harusnya Presiden Jokowi yang tampil sebagai pemimpin seluruh rakyat," kata Refly Harun.
"Pemimpin seluruh bangsa Indonesia," lanjut dia.
Refly kemudian melontarkan kritik terhadap Jokowi.
Ia beranggapan Jokowi belum dapat merepresentasikan diri sebagai presiden seluruh bangsa, serta lebih condong melindungi pendukungnya.
"Kritik terbesar saya, ternyata Presiden Jokowi belum mampu untuk tampil sebagai presiden Republik Indonesia yang seutuhnya," komentar Refly.
"Baru tampil sebagai presiden Republik Indonesia yang mendukung presiden," lanjut pengamat hukum tersebut.
Ia memberi contoh kasus tewasnya laskar Front Pembela Islam (FPI) akibat baku tembak dengan aparat keamanan.
Baca juga: Alasan Refly Harun Langsung Maju ke MK Tanpa DPR, meski Ujungnya Ditolak: Akhirnya Uang dan Oligarki
Menurut Refly, seharusnya Jokowi bersikap menyampaikan belasungkawa sebagai seorang presiden.
Ia menduga alasan Jokowi tidak ikut berbelasungkawa adalah karena FPI kerap kontra dengan kebijakan pemerintah.
"Makanya misalnya Presiden Jokowi sama sekali tidak berbelasungkawa atas meninggalnya enam laskar FPI, misalnya, karena dianggap bukan pendukung," ungkit Refly.
Selain itu, Refly mendesak Jokowi menyatukan kembali masyarakat yang terpecah akibat perbedaan pilihan politik pada pemilihan presiden.
Tidak hanya itu, ia meminta Jokowi mengingatkan pendukungnya agar lebih disiplin, bukannya menganggap kelompok pengkritik sebagai musuh negara.
"Jadi kalau kita mau kritisi, ini kegagalan pemerintahan Jokowi untuk menyatukan kembali divided government," komentar Refly.
"Salah satunya adalah mendisiplinkan pendukungnya atau eks pendukungnya yang masih mempersepsikan diri sebagai pendukung Presiden Jokowi," tambah dia. (TribunWow.com/Brigitta)