“Namun demikian, kalau kita baca terutama di media sosial, kita bisa lihat betapa mudah dan cepatnya orang-orang membuat judgement negatif."
"Dan hal negatif ini yang lebih banyak berseliweran, membuat gaduh, masyarakat bingung, dan cepat menguras energi kita semua,” ucap Amrih.
Diuraikan lebih lanjut oleh Dubes Amrih, jargon para wartawan, biasanya “bad news is good news”.
Dalam hal ini, ada tantangan terhadap nurani dan profesionalisme para wartawan untuk men-define, menilai how bad is bad, how good is good. Sesuatu itu apakah bad atau good, biasanya relatif.
Bahkan kadang perlu pembanding untuk menentukan sesuatu baik atau tidak.
Perlu parameter jelas dan obyektif untuk menentukan sesuatu jelek, atau baik.
“Terlepas apakah baik atau buruk, selama masih berita faktual lebih bisa dipertanggungjawabkan. Tetapi kalau sudah judgement, ceritanya akan menjadi lain."
"Dan ini yang lebih sering kita lihat berseliweran di media sosial, misalnya dalam kasus vaksin,” ucapnya..
Lebih jauh terkait vaksin Covid-19, Dubes menyampaikan beberapa hal.
Pertama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menyatakan bahwa vaksin Covid-19 produksi Sinovac “halal dan suci”.
Kedua, Vatikan juga sudah menyatakan bahwa vaksin Covid-19 morally acceptable, dapat diterima secara moral.
Ketiga, Banyak tokoh dunia maupun nasional, termasuk para pemimpin pemerintahan seperti Presiden Jokowi, Presiden AS Joe Biden, tokoh agama seperti Paus Fransiskus dan Paus Emeritus Benediktus dan lain-lain sudah memberi contoh dengan melakukan vaksinasi.
Menurut Dubes Amrih, banyak pihak termasuk Gereja juga menegaskan bahwa vaksinasi merupakan bentuk tanggungjawab.
“Mengikuti vaksinasi berarti melindungi keselamatan keluarga dan sesama di sekitar kita,” tuturnya.
Di akhir sambutannya, Dubes Amrih Jinangkung mengimbau kepada semua saja untuk menyikapi berbagai upaya yang sedang dilakukan Pemerintah, tidak saja di Indonesia tetapi di seluruh dunia, secara dewasa dan bertanggungjawab.