Selain itu, ICJR juga mengeluarkan catatan supaya kepolisian berbenah dan berusaha menahan diri dari penggunaan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force).
Hal itu tercermin dalam cara aparat kepolisian menangani aksi unjuk rasa damai. Contohnya, Reformasi Dikorupsi 2019 maupun Mosi Tidak Percaya 2020.
Korban yang menjadi sasaran kekerasan kepolisan bukan hanya peserta unjuk rasa, melainkan juga para jurnalis yang seharusnya mendapatkan jaminan akses peliputan dan perlindungan dalam bertugas meliput berita.
Baca juga: Jelang Fit and Proper Test Calon Kapolri, ICW Minta DPR Dalami 4 Hal Ini
Selain itu, masih juga ditemukan praktik penyiksaan maupun unlawful killing sampai dengan extrajudicial killing yang dilakukan aparat kepolisian.
Sayangnya, kasus tersebut minim evaluasi atau umumnya hanya diselesaikan dengan mekanisme internal etik atau disiplin dibandingkan proses peradilan pidana.
Baca juga: Listyo Sigit: Hal-hal yang Memunculkan Interaksi dan Penyalahgunaan Wewenang akan Kami Diperbaiki
4. Lindungi korban kekerasan seksual
Menyambut agenda Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual yang masuk dalam Prolegnas Priotitas 2021, polisi harus turut aktif dalam melindungi korban kekerasan seksual.
Mengingat, masih banyak ditemui kasus di mana polisi tetap melanjutkan proses pidana bagi korban-korban kekerasan seksual.
Kapolri baru juga harus mulai menyusun aturan-aturan internal untuk memastikan koordinasi dan penyediaan layanan bagi korban kekerasan seksual yang melapor ke polisi secara komprehensif. Misalnya, layanan kesehatan darurat dan pemulihan lainnya.
5. Keadilan restoratif
Kapolri selanjutnya juga harus mendorong pendekatan keadilan restorative (restorative justice) dalam menjalankan tugasnya selaku aparat penegak hukum.
Polisi perlu untuk melihat perlindungan korban dan meyeimbangkannya dengan pemulihan bagi pelaku.
Seperti halnya menggunakan kewenangan diskresi untuk menyelesaikan perkara berdasarkan aturan yang berlaku, memaksimalkan asesmen penyalahguna dan pecandu narkotika, penyelesaian kasus tindak pidana yang melibatkan anak dengan mekanisme diversi atau penyelesaian di luar sistem peradilan pidana konvensional, serta memperhatikan dan menghitung kerugian korban dalam suatu tindak pidana.
Kepolisan merupakan salah satu lembaga yang paling banyak mendapatkan catatan terkait pembaruan sektor peradilan di Indonesia.