Agesti kemudian melaporkan ibu kandungnya kepada kepolisian.
Polisi sebenarnya sudah berupaya melakukan mediasi, namun gagal karena Agesti ingin terus melanjutkan kasus.
Kepala Bagian Operasional Satreskrim Polres Demak Iptu Mujiono mengatakan Sumiyatun dikenai pasal tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Pelaku kita jerat Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT subsider Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, ancaman hukuman 5 tahun penjara,” ungkap Mujiono.
Beberapa pihak seperti anggota DPR RI, Ketua DPRD Demak hingga Kepala Desa turun tangan menangguhkan penahanan Sumiyatun yang sempat mendekam dua hari di Mapolres Demak.
Sedangkan, menurut pengakuan Agesti melalui kuasa hukumnya, M Syaefudin, ada pria idaman lain yang memasuki kehidupan rumah tangga ibu dan ayahnya.
Akibatnya, ketidakharmonisan terjadi hingga berujung pada perceraian sang ibu dengan ayah Agesti.
Syaefudin menjelaskan, kliennya hanya mencari keadilan atas perkara penganiayaan yang dilakukan oleh ibunya tersebut.
Agesti merasa tersudut dengan sebutan anak durhaka yang dilontarkan oleh warganet.
"Negara ini berdasarkan hukum rechtsstaat. Maka orang yang mencari keadilan bukan durhaka namun itu orang taat hukum, keadilan di sini mengadukan perkara ke kepolisian itu sudah tepat," kata Syaefudin.
Kasus perseteruan itu kini berakhir damai usai Agesti mencabut laporannya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menangis dan Saling Berpelukan, Ini Akhir Kasus Anak Laporkan Ibu ke Polisi" dan "Kasus Anak Laporkan Ibu di Demak Berakhir Damai, Laporan Dicabut"