TRIBUNWOW.COM - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan hasil penyelidikannya terkait kasus tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI).
Dilansir TribunWow.com, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menyebut bahwa terdapat pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Pelanggaran HAM tersebut terjadi sebagai penyebab tewasnya empat dari enam pengikut Habib Rizieq Shihab.
Baca juga: Komnas HAM Sebut 4 Laskar FPI yang Tewas Sudah dalam Penguasaan Aparat: Indikasi Unlawful Killing
Baca juga: Aliran Dana Rekening FPI terkait Tindak Pidana? PPATK Ungkap Alasan Pemblokiran: Tentu Kita Periksa
Menurutnya terdapat dua kondisi dan substansi yang berbeda dalam tewasnya enam laskar FPI.
"Terdapat enam orang meninggal dunia dalam dua konteks peristiwa yang berbeda," ujar Choirul Anam dalam konferensi pers, Jumat (8/1/2021).
Dijelaskannya bahwa dua orang tewas saat terjadinya saling serang antara laskar FPI dengan pihak kepolisian.
Sedangkan empat lainnya tewas meski sebenarnya sudah dalam penguasaan penuh petugas kepolisian.
"Pertama insiden sepanjang jalan Karang Barat diduga sampai KM 49 Tol Cikampek yang menewaskan dua orang laskar FPI," jelasnya,
"Substansi Konteksnya merupakan peristiwa saling serempet antar mobil dan saling serang antar petugas dan laskar FPI bahkan dengan menggunakan senjata api."
"Sedangkan terkait peristiwa KM 50 ke atas terdapat empat orang yang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara yang kemudian juga ditemukan tewas."
Lebih lanjut, dirinya menggarisbawahi soal substansi tewasnya empat laskar FPI yang sebenarnya sudah dalam penguasaan petugas kepolisian.
"Maka peristiwa tersebut merupakan bentuk dari peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia," tegasnya.
Baca juga: Anggap Sebagian Orang Tepuk Tangan FPI Dilarang, Refly Harun: Jangan Terkesan Praktik Suka-suka
Atas dasar itu, Choirul Anam mengatakan Komnas HAM merekomendasikan untuk melanjutkan kasus tersebut, khususnya kematian empat laskar FPI ke pengadilan.
Dirinya menambahkan mekanisme pengadilannya tidak boleh dilakukan secara internal, melainkan harus melalui pengadilan pidana.
Dengan begitu maka diharapkan mekanisme pengadilannya bisa dilakukan benar-benar secara objektif.