TRIBUNWOW.COM - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik menanggapi Peraturan Presiden (PP) tentang Tata Cara Kebiri Kimia.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Apa Kabar Indonesia di TvOne, Senin (4/1/2021).
Diketahui PP tersebut nantinya akan mengizinkan kebiri kimia dilakukan terhadap predator seksual dengan korban anak.
Baca juga: Pendapat Psikolog Forensik soal Kebiri Kimia Predator Anak, Sebut Berpeluang Buat Pelaku Makin Ganas
Menanggapi keputusan tersebut, Taufan menilai PP ini bertentangan dengan prinsip HAM.
"Komnas HAM sejak awal tidak sependapat dengan ide pengebirian kimiawi ini," tegas Ahmad Taufan Damanik.
Ia menyebut pemerintah Indonesia sudah meratifikasi pelarangan hukuman yang bertentangan dengan HAM, bahkan telah ditetapkan dalam hukum.
"Kami mendasarkan kepada prinsip-prinsip hak asasi manusia yang sudah kita ratifikasi, misalnya antipenyiksaan, hukuman yang tidak manusiawi, perendahan martabat manusia," kata Taufan.
"Itu sudah bagian dari hukum nasional kita," lanjut dia.
Diketahui kebiri kimia ini bertujuan menekan hormon seksual terhadap para predator yang mengincar anak, dengan cara menyuntikkan zat kimia.
Hukuman kebiri kimia itu akan dilakukan selama dua tahun, selain tersangka harus menjalani rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Baca juga: Jokowi Sahkan PP Kebiri Kimia bagi Predator Seks, Begini Beda Respos Komnas PA dan Komnas Perempuan
"Kalau kita lihat di konstitusi itu juga prinsip itu diakomodasi dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia itu menjadi bagian pasal di dalam hak asasi manusia," singgung Taufan.
"Dengan dasar itu, kami menganggap bahwa ide ini sebetulnya tidak sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia," tegasnya.
Meskipun menentang kebiri kimia, Taufan menegaskan Komnas HAM tetap mendukung penghapusan kekerasan seksual.
"Tapi tidak berarti Komnas HAM tidak peduli dengan soal kekerasan seksual," ungkit Taufan.
"Bahkan kami termasuk yang mendukung supaya Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang dianjurkan teman-teman aktivis perempuan, termasuk Komnas Perempuan, untuk segera diundang-undangkan," tambah dia.
Lihat videonya mulai menit ke-2.30:
Beda Respos Komnas PA dan Komnas Perempuan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Menanggapi hal itu, banyak pihak yang masih memperdebatkan, khususnya soal hukuman kebiri.
Bahkan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan Komisi Nasional Perempuaan memiliki respons yang berbeda.
Baca juga: Isi PP yang Diteken Jokowi soal Kebiri Kimia untuk Predator Seksual Korban Anak, Dilakukan 2 Tahun
Baca juga: IDI Sebut Pasien yang Sudah Sembuh dari Covid-19 Masih Perlu Divaksinasi meski Punya Antibodi
Dilansir TribunWow.com dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi, Senin (4/1/2021), Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengaku memberikan sambutan positif atas hukuman tersebut.
Menurutnya, hukuman kebiri akan memberikan efek jera sehingga bisa menyelamatkan nasib anak-anak Indonesia dari para predator seksual.
"Dengan ditandatanginya PP 70 Tahun 2020 ini adalah hadiah untuk anak-anak Indonesia dan hadiah juga untuk para pekerja perlindungan anak di Indonesia," kata Arist.
"Karena ini sudah ditunggu-tunggu lama," imbuhnya.
"Jadi sekali lagi Komnas Perlindungan Anak mengucapkan kepada Presiden Republik Indonesia yang akhirnya pada tanggal 7 Desember kemarin menandatangani Peraturan Pemerintah sebagai implementasi dari Undang-undang 17 Tahun 2016," jelasnya.
Menyadari bahwa hukuman kebiri masih menimbulkan pro dan kontra karena dinilai bertentangan dengan hak hidup seseorang, Arist meminta kepada semua pihak untuk melihatnya dari perspektif perlindungan anak.
Dirinya tidak ingin jika perspektifnya justru malah pada pelaku kekerasan seksual.
"Saya kira ini perspektifnya itu jangan perspektifnya (pelaku) punya hak hidup dan sebagainya," ungkap Arist.
"Orang yang melakukan itu punya hak hidup apakah korbannya juga tidak mempunyai hak hidup."
"Perdebatannya bukan soal bahwa ini adalah melanggar kode etik kesehatan tapi perspektifnya perlindungan anak," tegasnya menutup.
Baca juga: BEM UI Nyatakan Sikap soal Pembubaran FPI dan Maklumat Kapolri: Tidak Merefleksikan Negara Hukum
Sementara itu Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan bahwa hukuman kebiri bukan langkah yang tepat dan menyebut tidak akan efektif.
Dilansir TribunWow.com, pernyataannya tersebut disampaikan dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi, Senin (4/1/2021).
Dirinya lalu menyinggung beberapa negara yang juga sudah menerapkan hukuman kebiri bagi predator seksual.
Dikatakannya belum ada yang cukup efektif dalam mengaplikasikan hukuman kebiri.
"Kalau kita lihat dari efektivitas kebiri kimia itu sendiri Komnas Perempuan melakukan kajian cepat dari beberapa negara yang telah mengapliakasi ini," ujar Andy Yentriyani.
"Kami melihat tidak ada data yang cukup kuat, untuk sungguh-sungguh menyatakan bahwa ini akan efektif untuk menghindari residivisme ataupun untuk mencegah orang lain melakukan tindakan yang sama," jelasnya.
Andy Yentriyani memberikan catatan bahwa hukuman kebiri itu hanya akan efektif jika memang merupakan permintaan langsung dari pelaku.
Menurutnya, kondisi tersebut menandakan pelaku benar-benar menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
"Artinya dia sendiri memahami bahwa dia perlu melakukan secara aktif upaya untuk penyuntikan," kata Andy Yentriyani. (TribunWow.com/Brigitta/Elfan)