Terkini Nasional

Soal Anies Baswedan, Irmanputra Sidin: Kepala Daerah Bukan Oposisi Presiden, Begitu Sebaliknya

Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Atri Wahyu Mukti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin menyampaikan pendapatnya terkait kasus Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (24/11/2020).

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin menyampaikan pendapatnya terkait kasus Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Seperti yang diketahui, Anies Baswedan belum lama ini memenuhi panggilan Polda Metro Jaya terkait terjadinya kerumunan massa Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab.

Atas dasar itu, lantas muncul isu-isu akan adanya pencopotan Anies Baswedan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memenuhi panggilan Polda Metro Jaya, Selasa (17/11/2020). (TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim)

Baca juga: Anies Disebut Membiarkan Kerumunan Habib Rizieq, Fadli Zon Justru Salahkan Mahfud MD dan Pemerintah

Baca juga: Hoaks Foto Habib Rizieq Shihab Terbaring Lemah di Rumah Sakit Dijenguk Anies Baswedan, Ini Faktanya

Kondisi itu lalu dimaknai bahwa memang ada hubungan yang tidak harmonis antara Anies dengan pemerintah pusat.

Dilansir TribunWow.com dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (24/11/2020), Irmanputra memastikan bahwa tidak mudah bagi Mendagri untuk bisa melepas jabatan Anies.

Menurutnya pencopotan Anies maupun kepala daerah lainnya harus melalui pemakzulan.

Hal itu karena kepala daerah tidak berbeda halnya dengan seorang presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat.

"Kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, maka muncullah perdebatan, kalau dia dipilih langsung enggak boleh dong dia diberhentikan oleh pemerintah pusat begitu saja," ujar Irmanputra.

"Diterima logika itu, maka digunakan instrumen mengikuti ketika presiden dipilih langsung, kalau mau diberhentikan pakai mekanisme pemakzulan," jelasnya.

Meski begitu, Irmanputra tidak berharap kondisi tersebut lantas dimaknai berbeda oleh setiap kepala daerah.

Menurutnya, tetap saja, tugas dan tanggung jawab seorang kepala daerah berada di bawah kewenangan presiden atau pemerintah pusat.

"Banyak kepala daerah karena merasa dia dipilih langsung oleh rakyat sehingga program kebijakan strategis nasional itu tidak diikuti," kata Irmanputra.

"Karena bagaimanapun gubernur, bupati, wali kota itu adalah dia tetap pembantu presiden," jelasnya.

Baca juga: Bawa-bawa Ahok terkait Karangan Bunga bagi Pangdam Jaya, Kuasa Hukum FPI: Enggak Ngaruh Buat Kita

Lebih lanjut, Irmanputra juga menegaskan bahwa kepala daerah dan presiden harus sejalan dalam mengemban roda pemerintahan.

"Dia bukan oposisi presiden, begitu pula presiden bukan oposisinya dia. Antara presiden, gubernur ini tidur satu ranjang kekuasaan yang sama," terangnya.

Dirinya lantas menyinggung soal persoalan sama yang terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pada masa itu, banyak kepala daerah yang justru terlihat beroposisi dengan presiden.

"Makanya menjadi anomali dia oposisi sama presiden tetapi bersama terus," ungkap Irmanputra.

"Kalau presidennya selalu salah, gubernurnya selalu benar, atau sebaliknya seperti itu. Padahal ini sama-sama satu ranjang di kekuasaan," pungkasnya.

Simak videonya mulai menit ke- 13.15:

Burhanuddin Peringatkan Anies soal Unggahan Baca Buku How Democrasies Die

Pengamat Politik Burhanuddin Muhtadi ikut mengomentari soal viral Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan membaca buku 'How Democrasies Die'.

Menurut Burhan, Anies memiliki pesan tersembunyi terkait postingannya di media sosial membaca buku karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

Hal itu diungkapkan Burhan di acara Kabar Petang tvOne pada Selasa (24/11/2020).

Menurut Pengamat Politik, Burhanuddin Muhtadi melalui kanal YouTube tvOneNews pada Selasa (24/11/2020), postingan Anies dinilai ada kaitannya dengan kepulangan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab. (Channel YouTube tvOneNews)

Baca juga: Pesan Jubir Satgas Covid-19 pada Anies Baswedan, Minta untuk Tegas pada Pelanggar Protokol Kesehatan

Burhan mengingatkan bahwa postingan Anies itu bisa menimbulkan dampak tersendiri bagi dirinya.

Pasalnya, Anies juga merupakan seorang pemimpin. 

"Buku itu pisau bermata dua di satu sisi mengirimkan ancaman, sinyal kepada siapapun," kata Burhan.

Anies mencoba menyampaikan pesan kepada publik agar jangan melibatkan tentara dalam masalah-masalah sipil.

Jangan gunakan pendekatan politik dengan embel-embel menyebut kepentingan rakyat

"Agar jangan menggunakan tentara dalam isu-isu yang terkait isu masalah sosial politik."

"Tapi di sisi lain itu juga kembali ke alamat real jangan terlalu efektif menggunakan populisme untuk meningkatkan sentimen elektual," kata Burhan.

Baca juga: Karang Taruna se-DKI Jakarta Minta Anies Baswedan Tak Diganggu: Banyak Tudingan Miring Mengampiri

Menurut Burhan, Anies juga berhak memberikan kritikan meski dirinya adalah seorang kepala daerah.

Namun, kritikan itu juga bisa tertuju pada Anies sendiri.

"Jadi makanya itu rame, ramenya adalah saya menganggap bahwa Anies punya kredibilitas mengkritik."

"Tapi hal lain itu bisa kembali ke dirinya," katanya.

Sehingga, Burhan menyebut bahwa buku ini bisa mengkritisi siapapun.

"Ke siapapun jadi ini buku menohok siapapun untuk jangan terlalu efektif menggunakan populisme untuk kepentingan jangka pendek elektoral," imbuh Burhan.

Lihat menit 2.30:

(TribunWow/Elfan/Gipty)