Menurut Refly, justru UU Cipta Kerja semakin meruncingkan hubungan antara buruh dengan pengusaha.
"Harusnya, saya membayangkan yang diurus itu adalah hal-hal yang terkait dengan kemudahan membuat lapangan pekerjaan, kemudahan berinvestasi, dan lain sebagainya," paparnya.
"Bukan mengubah hubungan-hubungan industrial antara buruh dengan majikan serta hal-hal substansial lainnya," jelas Refly Harun.
"Jadi sudah salah kaprah," tambah pengamat politik itu.
Diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meluruskan beberapa hal terkait poin-poin kontroversial dalam UU Cipta Kerja.
Sebagai contoh mengenai PHK dan pesangon.
Dikutip dari Kompas.com, Jokowi menegaskan UU Cipta Kerja mengatur batasan perusahaan dalam melakukan PHK.
"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Jokowi, Minggu (11/10/2020).
Namun pihak serikat buruh khawatir dengan Pasal 154A yang menyebutkan perusahaan boleh melakukan PHK dengan 14 alasan.
Apabila alasan tersebut termasuk efisiensi atau strategi bisnis, maka perusahaan tidak wajib memberikan pesangon kepada karyawan yang terkena PHK.
Lihat videonya mulai menit 7.00:
Soroti Draf UU Cipta Kerja Tak Pernah Dipublikasikan
Dalam tayangan yang sama, Refly Harun menyoroti tidak terbukanya pembahasan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Pasalnya pembahasan UU Cipta Kerja dinilai tidak transparan, bahkan tidak ada draf asli yang dipublikasikan, meskipun telah disahkan DPR RI pada Senin (5/10/2002) lalu.