UU Cipta Kerja

UPDATE Daftar Titik Konsentrasi Massa Demo UU Cipta Kerja di Jakarta, Bogor, Demo, Tangerang, Bekasi

Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa dari aliansi mahasiswa memblokade simpang Harmoni dalam demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020).

TRIBUNWOW.COM - Gelombang protes terhadap UU Cipta Kerja masih berlangsung hingga saat ini.

Bukan hanya di Jakarta, sejumlah titik di kota penyangga juga tak luput dari aksi demonstrasi.

Akibat konsentrasi massa yang ada, jalan-jalan pun banyak yang ditutup atau tertutup karena aksi massa yang terus meluas akibat bentrokan yang terjadi di berbagai wilayah.

Massa dari aliansi mahasiswa berdemo di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat dalam rangka menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020). (Capture YouTube KompasTV)

Baca juga: 4 Daerah yang Ricuh saat Mahasiswa Demo Tolak UU Cipta Kerja, Ketua DPRD Sumbar sampai Dilempari

Baca juga: Suasana Demo Tolak UU Cipta Kerja di 11 Daerah, Gedung DPRD Dibakar hingga Malioboro Dirusak

Berikut Kompas.com merangkum sejumlah titik di Jabodetabek yang menjadi konsentrasi massa demo UU Cipta Kerja sejak petang hingga saat ini.

Jakarta

1. Simpang Harmoni, Jalan Suryopranoto

2. Bundaran HI, Jalan MH Thamrin

3. Bundaran Patung Kuda, Jalan Abdul Muis

4. Tugu Tani, Jalan Menteng Raya

5. Jalan Medan Merdeka

Bogor

1. Istana Bogor

Depok

1. Perbatasan Jakarta, Jalan Akses UI-Kompol M Jasin-Margonda Raya

Bekasi

1. DPRD Kota Bekasi dan Universitas Islam 45 (Unisma), Jalan Chairil Anwar

Tangerang Selatan

1. DPRD Tangerang Selatan, Jalan Ciater

2. Balaikota Tangerang Selatan, Jalan Maruga

Baca juga: Di Mata Najwa, Haris Azhar Cecar Baleg soal UU Cipta Kerja: Dia Berlindung di Balik Wajah Jokowi

Baca juga: Dikritik Haris Azhar, Ketua Baleg Balas Debat soal UU Cipta Kerja: Haris Ini, Asal Dia Benar saja

Sejumlah akses transportasi publik di Jakarta juga dihentikan oleh operator.

Sebelumnya, pengesahan UU Cipta Kerja pada Senin (5/10/2020) menuai protes keras dari publik.

Selain bermasalah dari segi prosedur pembahasan dan pengesahannya, UU Cipta Kerja tersebut merugikan para pekerja, selain juga diprediksi berdampak buruk bagi lingkungan hidup.

Berikut sejumlah sorotan terkait Omnibus Law Cipta Kerja:

Penghapusan upah minimum

Salah satu poin yang ditolak serikat buruh adalah penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP).

Penghapusan itu dinilai membuat upah pekerja lebih rendah.

Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum.

Baik UMP dan UMK, ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.

Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.

Baca juga: Situasi di Simpang Harmoni Memanas, Polisi Minta Massa Aksi Tolak UU Cipta Kerja Bubarkan Diri

Jam lembur lebih lama

Dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu.

Ketentuan jam lembur itu lebih lama dibandingkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, yang menyebut kerja lembur dalam satu hari maksimal 3 jam dan 14 jam dalam satu minggu.

Kontrak seumur hidup dan rentan PHK

Dalam RUU Cipta Kerja salah satu poin Pasal 61 mengatur perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai.

Sementara, Pasal 61A menambahkan ketentuan kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir.

Dengan aturan ini, RUU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena ketimpangan relasi kuasa dalam pembuatan kesepakatan.

Sebab, jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang berpotensi membuat status kontrak pekerja menjadi abadi.

Bahkan, pengusaha dinilai bisa mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.

Pemotongan waktu istirahat

Pada Pasal 79 ayat 2 poin b dikatakan waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Selain itu, dalam ayat 5, RUU ini juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.

Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Hal tersebut jauh berbeda dari UU Ketenagakerjaan sebelumnya yang menjelaskan secara detail soal cuti atau istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.

Baca juga: Video Situasi Demo Mahasiswa Tolak UU Cipta Kerja di Harmoni, Berujung Ricuh: Kita Geruduk Istana

Mempermudah perekrutan TKA

Pasal 42 tentang kemudahan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) merupakan salah satu pasal yang paling ditentang serikat pekerja.

Pasal tersebut akan mengamandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018, diatur TKA harus mengantongi beberapa perizinan seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

Pengesahan RUU Omnibus Law akan mempermudah perizinan TKA, karena perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya perlu membutuhkan RPTKA saja. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "[UPDATE] Titik-titik Konsentrasi Massa di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi"