TRIBUNWOW.COM - Publik dibuat geger seusai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan UU Cipta Kerja, pada Senin (5/10/2020) lalu.
Disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja itu ramai menuai kontroversi mulai dari politisi hingga rakyat biasa.
Di sisi lain, pengacara kondang Hotman Paris justru melihat UU Cipta Kerja sebagai ladang uang baru bagi dirinya yang sehari-hari bergelut di bidang hukum.
Baca juga: Berikut Perbandingan Pesangon di UU Cipta Kerja dengan UU 13/2003, Apa yang Berbeda?
Lewat unggahan di akun Instagram resminya, @hotmanparisofficial, Selasa (6/10/2020), Hotman memamerkan sebuah buku tebal yang ia katakan pada video itu sebagai UU Cipta Kerja.
Di awal video, Hotman pertama berpesan kepada generasi muda dan para pengacara muda.
Pengacara berdarah Batak itu mengklaim telah mempelajari apa saja isi dari UU Cipta Kerja.
"Ini dia nih Undang-Undang tentang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR atau Omnibus Law," kata dia sambil menunjukkan sebuah tumpukkan kertas yang sangat tebal.
"Baru kurang dari satu hari disahkan, Hotman sudah mempelajari," sambung Hotman.
Pria bertubuh tambun itu kemudian menjelaskan alasan dirinya menyegerakan diri mempelajari UU Cipta Kerja.
Hotman menyebut UU Cipta Kerja sebagai sebuah ladang uang yang potensial untuk dirinya yang berprofesi sebagai pengacara.
"This is money, ini adalah uang," ucap Hotman.
"Sebentar lagi klien akan bertanya undang-undang apa yang diubah."
"Tentu kalau klien bertanya, dia harus bayar honor," imbuhnya.
Di akhir video, Hotman berpesan sebagai pengacara yang paling penting adalah jam terbang, bukan gelar.
"Ini nih Omnibus Law, Undang-Undang Cipta Kerja, tebal banget," ujar Hotman sambil menunjukkan salinan UU Cipta Kerja yang ia pelajari itu.
Pada unggahan tersebut ramai warganet berkomentar meminta penjelasan dari Hotman tentang apa sebenarnya dampak dari UU Cipta Kerja terhadap buruh dan investor.
"Iya tanggapan anda apa tentang ruu cipta kerja. Manakah yg diuntungkan rakyat dan buruh atau lebih malah lebih menguntungkan ivestor atau orang yang punya duit?" tanya akun @aryarmadani.
"Tolong di review tulang... mau tau banget tentang pendapat tulang yang lebih paham dan hatam... ditunggu updetanya tulang." ujar @askoyosafat.
Baca juga: 2 Juta Buruh Ancam Mogok Kerja Nasional Mulai Hari Ini, Tolak UU Cipta Kerja
Baca juga: Surat Terbuka Menaker Ida ke Buruh yang Ancam Mogok Kerja: Saya Minta Dipikirkan Lagi dengan Tenang
PKS: Cacat Prosedur
Di sisi lain, Politikus PKS Amin AK mengungkapkan alasan fraksinya tidak setuju dengan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker atau Omnibus Law) yang baru saja disahkan.
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Malam di TvOne, Senin (5/10/2020).
Diketahui undang-undang tersebut menuai sorotan masyarakat karena dianggap tidak berpihak kepada buruh dan berbagai kalangan pekerja.
Amin mengungkapkan sikap partainya terhadap Omnibus Law yang telah disahkan mayoritas anggota DPR RI.
"PKS menolak itu karena undang-undang ini cacat prosedural dan substansial," tegas Amin AK.
Ia menerangkan bagaimana proses pembuatan UU Ciptaker ini mengubah puluhan undang-undang.
"Ini pertama kali Indonesia membuat peraturan perundang-undangan dengan metode Omnibus Law, menyatukan 79 undang-undang," papar Amin.
"Ada 1203 pasal, 11 klaster, bahkan ratusan sektor," lanjutnya.
Selain itu, Amin mengungkapkan kejanggalan dalam proses pembahasan RUU tersebut.
Ia menyebutkan Omnibus Law hanya dibahas dalam waktu singkat.
Tidak hanya itu, penyelenggaraan rapat dinilainya tidak lazim.
"Itu dalam waktu hanya lima bulan, dengan rapat-rapat yang tidak lazim. Hari libur pun kita rapat," kata Amin.
"Dilakukan di musim pandemi yang seperti ini," tambahnya.
Muncul dugaan pembahasan Omnibus Law sengaja 'dikebut' selama pandemi, agar tidak menimbulkan kerumunan massa yang berdemo.
Anggota DPR yang hendak memberi masukan pun merasa kesulitan saat pembahasan dilakukan.
"Tentu akses aspirasi masyarakat, masukan publik amat sangat terbatas," terang Amin.
"Jangankan publik, kita saja sebagai sebagai anggota panja (panitia kerja), kehadiran fisiknya itu dibatasi. Misalnya dari PKS tiga orang, yang boleh hadir fisik cuma satu," lanjut politisi PKD tersebut.
"Yang online tentu saja banyak keterbatasan. Tidak bisa memberi masukan, mungkin kurang didengar, mungkin sinyal lemah," ungkapnya.
Amin lalu menyoroti sisi substantif dari UU yang menuai banyak penolakan tersebut.
Penolakan paling banyak terjadi dari kalangan pekerja terkait klaster ketenagakerjaan.
Diketahui sejumlah aturan terkait pesangon akan berubah dalam UU Ciptaker.
"Banyak sekali yang kita kritisi dari RUU ini, salah satunya yang cukup menyita perhatian publik itu klaster ketenagakerjaan," kata Amin.
"PKS berjuang dari awal agar tidak ada perubahan terkait ketenagakerjaan ini, ingin mempertahankan undang-undang existing," jelasnya.
Amin menyebutkan pembahasan terkait klaster khusus itu sendiri menuai perdebatan yang panjang di antara sesama anggota DPR.
"Khususnya mengenai pesangon. Itu deal-nya dari malam sampai siang," ungkap Amin. (TribunWow.com/Anung/Brigitta)