TRIBUNWOW.COM - Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Omnibus Law) telah selesai dibahas DPR rapat paripurna pada Sabtu (3/10/2020).
Pembahasan RUU yang menuai kontroversi ini hanya membutuhkan waktu tujuh bulan sejak pertama kali Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan draf rancangan regulasi dan surat presiden ke DPR pada Februari lalu.
Pakar hukum tata negara Refly Harun lalu menanggapi RUU yang dinilai sedang 'dikebut' pengerjaannya oleh DPR.
• Terkejut dengan Adanya RUU HIP, Gatot Nurmantyo Ucap Sumpah di ILC: Saya Harus Bangkit
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, diunggah Senin (5/10/2020).
"Meski banyak ditolak oleh berbagai elemen, berbagai kalangan, DPR dan pemerintah nekat untuk menyetujui RUU Omnibus Law menjadi undang-undang," komentar Refly Harun.
"Kemudian akan dilakukan dengan tindakan pengesahan (signing) oleh presiden dan pengundangan oleh Menteri Hukum dan HAM agar memenuhi friksi hukum bahwa setiap orang dianggap tahu hukum," lanjutnya.
Friksi hukum tersebut berarti apabila seseorang tidak mengetahui tentang Omnibus Law, berarti tidak membebaskannya dari sanksi.
"Masalahnya kalau kita bicara tentang omnibus law, kita bicara mengenai satu hal yang penting dalam proses pembentukan RUU, yaitu proses pembentukan UU yang baik," singgung Refly.
Refly Harun mempertanyakan apakah RUU Omnibus Law ini sudah mematuhi kaidah pembentukan undang-undang yang baik.
"Seperti kepatuhan terhadap prinsip good governance dan clean governance," ungkit pakar hukum tersebut.
"Apakah rancangan pembentukan ini, misalnya, transparan? Partisipatif? Akuntabel?" tambah dia.
• Gejayan Memanggil Lagi: Aliansi Rakyat Bergerak Serukan 6 Poin terkait Omnibus Law, Apa Saja?
Selain itu, Refly membahas seperti apa dampak jika Omnibus Law disahkan dan dijadikan landasan.
"Lalu kalau kita mengaitkan dampak yang terjadi, kita mengenal yang namanya RIA (Regulation Impact Assesment)," kata pengamat politik ini.
Jika RUU Omnibus Law disahkan, maka akan diterapkan hukum positif.
Artinya setiap orang harus menaati hal-hal yang diatur dalam UU tersebut.
Ia memberi contoh pada ketimpangan hak buruh dengan perusahaan yang paling terpengaruh dengan adanya Omnibus Law.
"Masalahnya adalah kalau undang-undang ini hanya memfasilitasi ketimpangan, misalnya dalam hubungan buruh dan majikan, buruh dan perusahaan, di mana buruh lebih banyak dirugikan," papar Refly.
Menurut dia, Omnibus Law sangat tidak berpihak kepada rakyat dan tidak melindungi cita-cita proklamasi.
Contoh lain yang menurut Refly signifikan adalah dampak lingkungan.
"Kalau kita kaitkan dengan lingkungan, misalnya, kalau undang-undang ini ternyata memfasilitasi kemungkinan perusakan lingkungan karena mudahnya perizinan perusahaan yang tidak lagi mengikuti prosedur AMDAL, maka undang-undang ini akan buruk karena dia memfasilitasi suatu kondisi yang memungkinkan lingkungan menjadi rusak," terangnya.
Lihat videonya mulai menit 5.30:
Tanggapan Rocky Gerung soal Omnibus Law
Pengamat politik Rocky Gerung buka suara soal rencana Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam membuat Omnibus Law.
Rocky Gerung menyoroti Omnibus Law, khususnya soal Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang banyak mendapat protes khususnya dari pihak buruh.
Pria yang juga merupakan filsuf itu mengakui bahwa Omnibus Law di bagian RUU Cipta Kerja memang lebih condong menguntungkan para investor dibanding buruh.
• Rocky Gerung Tertawa Ledek Omnibus Law Garapan Jokowi, Yakin Bung Karno Pasti akan Maki-maki Istana
Dikutip dari YouTube Rocky Gerung Official, Jumat (6/3/2020), awalnya ia mengapresiasi langkah Jokowi merumuskan Omnibus Law sebagai hal yang positif.
"Sebagai metode sebetulnya dia bagus saja, supaya enggak berceceran, karena seringkali ada kontradiksi antara undang-undang, maka dirapikan di situ," kata Rocky Gerung.
Namun semakin ke sini, ia mulai menyadari bahwa Omnibus Law dibuat bukan untuk kepentingan buruh.
"Tetapi yang terjadi di kita, bukan dirapikan, tapi diselundupkan kepentingan-kepentingan ekonomi yang merugikan buruh," ujar Rocky Gerung.
Perumusan yang tertutup juga dinilai Rocky Gerung sengaja, agar publik tak tahu pasal mana saja yang merupakan rancangan pemerintah untuk menguntungkan investor.
"Kalau pasalnya banyak, kita enggak tahu yang mana sebetulnya bagian yang gelap," katanya.
"Jadi orang dibikin panik, sehingga terjadi keributan interpretasi, padahal sebetulnya kita bisa nilai dari awal, bahwa inti dari omnibus law itu adalah untuk memanjakan investasi."
"Tetapi kemudian dipakai istilah Cipta Lapangan Kerja," lanjut Rocky Gerung.
Meskipun memiliki nama Cipta Lapangan Kerja, Rocky Gerung menilai isinya justru banyak merugikan buruh.
"Orang lihat isinya memang mencelakakan buruh, khusus dalam soal Cipta Lapangan Kerja," katanya.
Rocky Gerung lalu mengulas sekilas soal konstitusi UUD 1945 yang mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan kerja.
"Jadi hak atas pekerjaan itu harus disediakan negara, pekerjaan itu harus disediakan negara, karena itu adalah hak dari masyarakat," kata Rocky Gerung.
"Mau dia pakai hak itu atau enggak, itu urusan lain, tapi dia berhak memperoleh pekerjaan."
"Jadi negara mesti sediakan itu (pekerjaan), supaya ada jaminan bahwa dia punya penghasilan, dan dia bisa pakai itu untuk merencanakan masa depan," sambungnya.
Poin yang ingin ditunjukkan oleh Rocky Gerung adalah, Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja justru mengingkari kewajiban negara yang harus menyediakan lapangan kerja bagi warganya.
Rocky Gerung mengatakan dengan adanya produk hukum baru tersebut, tenaga kerja akan lebih mudah direkrut dan mudah pula dipecat.
"Undang-undang ini justru datang dengan filosofi yang berbeda, sifat dari undang-undang itu bahkan diucapkan oleh Menko Perekonomian Airlangga bilang, bahwa undang-undang itu dimaksudkan agar supaya buruh itu easy hiring (rekrut), easy firing (pecat), jadi mudah dipekerjakan, mudah dipecat," paparnya.
Menurutnya, dengan adanya Omnibus Law RUU Cipta Kerja, pihak yang lebih mudah mendapatkan kerja adalah Tenaga Kerja Asing.
"Justru yang disediakan oleh negara adalah bebasnya Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk masuk ke Indonesia," pungkasnya. (TribunWow.com/Brigitta/Anung)