TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan keberatannya terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, diunggah Senin (5/10/2020).
Diketahui RUU Omnibus Law telah selesai pembahasannya pada rapat paripurna DPR, Sabtu (3/10/2020) lalu.
• Pembahasan RUU Omnibus Law Dikebut, Refly Harun Anggap DPR Nekat: Undang-undang Ini Buruk
• BREAKING NEWS - Omnibus Law RUU Cipta Kerja Resmi Disahkan DPR Menjadi UU
RUU ini kemudian disahkan menjadi UU oleh DPR pada Senin.
Refly Harun menilai ada sejumlah dampak buruk yang ditimbulkan jika UU Omnibus Law disahkan.
"Jadi sesungguhnya undang-undang itu harusnya lebih dipentingkan untuk kepentingan masyarakat atau rakyat banyak," komentar Refly Harun.
Ia menyebutkan UU Omnibus Law lebih memfasilitasi sejumlah konglomerat yang memiliki kepentingan usaha.
"Bukan kepentingan segelintir konglomerat yang menguasai mayoritas di republik ini, tetapi jumlahnya hanya beberapa saja," singgung Refly.
Refly menyebutkan kepentingan yang dilibatkan dalam pembahasan UU bahkan tidak terkait pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
• Rocky Gerung Tertawa Ledek Omnibus Law Garapan Jokowi, Yakin Bung Karno Pasti akan Maki-maki Istana
"Bukan untuk kepentingan pemerintahan Jokowi yang mau atau ingin bertahan agar kondisi ekonomi bisa lebih baik sehingga menyelamatkan pemerintahan," katanya.
Refly menegaskan pembahasan suatu regulasi tidak hanya terkait ekonomi, seperti yang tercantum dalam Omnibus Law.
"Harusnya bukan itu. Harusnya undang-undang itu berjangka panjang ke depan, dia memfasilitasi kebaikan, berguna bagi perlindungan masyarakat banyak, dia memastikan lingkungan akan dijaga, dan lain sebagainya," tegas Refly.
Dikutip dari Kompas.com, RUU Cipta Kerja disahkan melalui ketok palu Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
"Apakah RUU Cipta Kerja dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Azis Syamsuddin dalam rapat paripurna.
"Setuju," jawab anggota yang hadir.
Hal tersebut dikonfirmasi Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas.
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," jelas Supratman.
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR" ungkapnya.
Mayoritas fraksi di DPR setuju dengan Omnibus Law, kecuali fraksi PKS dan fraksi Partai Demokrat yang bersikukuh menolak.
Lihat videonya mulai menit 9.30:
Aksi Demo Gejayan Memanggil Tolak Omnibus Law
Diketahui, Omnibus Law menuai kontroversi dan penolakan dari masyarakat, bahkan aksi demo Gejayan Memanggil terjadi pada Senin (9/3/2020).
Aksi demo itu memuat agenda untuk menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.
Penolakan tersebut juga sempat digaungkan oleh serikat buruh dan mahasiswa di Jakarta pada Senin (20/1/2020).
Menurut mereka, Omnibus Law Cipta Kerja tersebut mengesampingkan kepentingan rakyat karena terlalu berpihak pada investor.
• Aksi Gejayan Memanggil, Massa Mulai Ramai Berdatangan Tuntut RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Dilansir Tribunjogja.com Senin (9/3/2020), Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) yang mendalangi diadakannya aksi Gejayan Memanggil menyerukan mengenai penolakan tersebut melalui humasnya, Kontra Tirano.
"Sudah waktunya masyarakat bersikap dan menggelar aksi menolak Omnibus Law (Cipta Kerja). Pemerintah hingga saat ini tak ada sosialisasi yang jelas dan rinci terkait RUU itu," tegas Kontra Tirano.
"Omnibus Law (Cipta Kerja) juga dibuat dengan melanggar hukum. Prosesnya tidak transparan, melibatkan satgas yang syarat kepentingan"
"Omnibus Law hanya akan membuat rakyat semakin miskin serta tergantung pada mekanisme kebijakan ekonomi yang memperdalam jurang kesenjangan sosial," imbuhnya.
Sementara dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (9/3/2020), beberapa peraturan yang menjadi kontroversi tersebut antara lain adalah Pasal 78 yang tertuang dalam omnibus law Bab IV soal Ketenagakerjaan.
Dalam pasal 78 nomor 1 poin b disebutkan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu.
Sementara bila mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 78 Nomor 1 poin b disebutkan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.
• Gejayan Memanggil Lagi: Aliansi Rakyat Bergerak Serukan 6 Poin terkait Omnibus Law, Apa Saja?
Selain itu ada juga Pasal 79 yang mengatur mengenai waktu istirahat dan cuti yang wajib diberikan oleh pengusaha.
Waktu istirahat diberikan minimal setengah jam setelah bekerja selama 4 jam berturut-turut dan tidak termasuk dalam jam kerja.
Selanjutnya pada poin b, disebutkan bahwa istirahat mingguan diberikan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
Pada peraturan lalu yang tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, diatur bahwa dalam seminggu, jatah istirahat mingguan bisa 1 hari untuk 6 hari kerja atau 2 hari untuk 5 hari kerja.
Dibandingkan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini, peraturan dalam Omnibus Law Cipta Kerja justru mengalami bebrapa penyusutan.
Di dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pemerintah mengatur mengenai kewajiban pemberi kerja agar tetap membayarkan upah kepada pekerja yang sakit, hari pertama dan kedua masa haid hingga melahirkan.
Namun di dalam Omnibus Law Cipta Kerja, hal tersebut dihilangkan.
Pemerintah juga berencana menghapus ketentuan mengenai hak pekerja, yang tertuang dalam Pasal 159 UU Nomor 13 Tahun 2003.
Dimana dalam pasal tersebut diatur mengenai pekerja yang mendapatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara tidak semestinya, dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan industrial.
Untuk pengaturan cuti, tak ada perbedaan yang diatur dalam Omnibus Law Cipta Kerja dengan UU Nomor 13 Tahun 2003.
Di mana hak cuti diberikan untuk pekerja paling sedikit 12 hari setelah yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. (TribunWow.com/Brigitta/Noviana)