Faida menjelaskan dirinya tidak pernah melancarkan praktek mahar politik tersebut untuk mendapat dukungan partai.
Ia memberi contoh, sikap itu ditunjukkannya saat Pilbup Jember 2015.
Menurut Faida, sikapnya tersebut sempat dicemooh orang lain.
Namun ia berhasil maju dalam pemilihan dengan dukungan partai tanpa embel-embel mahar.
"Sebenarnya jawaban saya berawal dari keyakinan saya waktu 2015 dulu saya bilang, 'Saya akan maju pilkada kalau ada partai politik yang mau memberikan rekomendasi tanpa mahar'," tuturnya.
• Kutip Pesan Jokowi, Tim Bajo Yakin Gibran Tak akan Curang di Pilkada Solo: Kita Coba Percaya Saja
"Orang bilang itu enggak mungkin. Saya bilang, 'Kalau enggak mungkin, ya enggak jadi maju'," kata Faida.
Namun ia semakin bersikap serius ingin mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah.
"Pada akhirnya saya mendapatkan partai politik yang memberikan rekomendasi tanpa mahar, yaitu Nasdem dan PDIP," ungkap Faida.
Sebelumnya Faida menyampaikan fakta tentang praktek mahar politik tersebut dalam sebuah webinar.
Ia menegaskan gajinya sebagai bupati tidak memungkinkan untuk membayar biaya politik senilai miliaran rupiah.
Selain itu, Faida menyebutkan dirinya menolak mengikuti praktek kotor semacam itu.
"Kalau dalam pilkada mencari rekomendasi saja perlu uang bermiliar-milyar sementara gajinya bupati semua orang tahu rata-rata Rp6 juta, kalau toh ada insentif dan lain-lain, dengan biaya puluhan miliar itu saya pasti sulit menjadi pemimpin yang tegak lurus," tegas Faida. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)