TRIBUNWOW.COM - Rapat paripurna pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD) tahun 2019 diwarnai sejumlah kejadian kurang mengenakkan.
Mulai dari protes dan interupsi soal laporan pertanggungjawaban, aksi walk out empat fraksi, mikrofon DPRD tak berfungsi, hingga dianggap settingan.
Rapat tersebut diadakan di ruang paripurna, Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, pada Senin (7/9/2020) kemarin.
• Boyamin Ungkap Kehidupan Mewah Jaksa Pinangki dengan Gaji hanya 13 Juta: Operasi Hidung ke Amerika
Berikut Kompas.com merangkum empat fakta rapat tersebut :
1. Dihujani protes dan interupsi
Rapat itu paling ramai diwarnai interupsi dari para anggota DPRD DKI Jakarta.
Mereka menganggap laporan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menggunakan dana tahun 2019, mengada-ada.
Mulanya, Anggota fraksi PAN DPRD DKI, Lukmanul Hakim meminta interupsi saat rapat paripurna.
Hakim menyatakan, laporan keuangan pengguna APBD tahun 2019 yang disampaikan Pemprov DKI tidak rinci dan tidak mengakomodasi hasil reses anggota Dewan.
"Terkait transparansi tidak ada detail penyerapan APBD 2019," ujar Hakim, Senin.
Selain itu, Ia juga menganggap laporan tersebut berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan.
"Kami dari Fraksi PAN menolak P2APBD. Kami melihat nyata ketika kami reses, dan turun kepada masyarakat. Laporan hari ini yang kita mau sahkan, ternyata berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan," ujar Hakim seperti rekaman suara yang diterima Kompas.com, Senin (7/9/2020).
Tak hanya Hakim, Anggota fraksi PSI DPRD DKI, August Hamonangan juga menyatakan protes atas laporan itu.
• Kondisi Gadis di Bekasi yang Diperkosa Pamannya Selama 8 Tahun: Ketakutan dan Sering Mengurung Diri
Ia menyinggung dugaan mark up atau penggelembungan anggaran dalam pengadaan robot pemadam kebakaran (damkar).
August juga menyebutkan Pemprov DKI tak menyampaikan data yang lengkap atas laporan itu dan tidak bisa mempertanggungjawabkan APBD 2019.