TRIBUNWOW.COM - Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional (Kapuskamnas) Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Herman Sulistyo ikut buka suara terkait perang dingin antara TNI dengan Polri.
Beberapa gesekan yang terjadi antara TNI dengan Polri satu di antaranya banyak yang menyebut karena faktor kecemburuan kesejahteraan.
Termasuk insiden penyerangan yang terjadi di Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur beberapa waktu lalu.
• Di ILC, Pakar Militer Ungkap Isu Kecemburuan TNI dengan Polri: Kenapa Enggak di Bawah Kementerian?
Dilansir TribunWow.com, Herman Sulistyo menilai jika memang persoalannya hanyalah karena rasa kecemburuan dari segi kesejahteraan, maka rasanya sangat tidak etis.
Hal itu diungkapkan dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (1/9/2020).
Dirinya justru membandingkan dengan gaji yang didapat selama 40 tahun menjadi profesor.
Ia mengaku mendapatkan gaji sekitar Rp 15 juta per bulannya, termasuk gaji pokok dan tunjangan-tunjangannya.
"Jangan bicara mengenai gaji, saya profesor ini, profesor itu jabatan akademik yang diberikan oleh negara sehingga negara mempunyai konsekuensi memberi kompensasi," ujar Herman Sulistyo.
"Profesor itu bukan jabatan akademik, bukan gelar akademik."
"Setelah 40 lebih saya mengabdi menjadi PNS, gajinya cuman 8 juta kok, 9 juta total dengan tunjangan-tunjangan 15 juta," ungkapnya.
Herman Sulistyo menyakini bahwa gaji plus tunjangan yang didapat oleh TNI dan Polri masih jauh banyak ketimbang dirinya.
• Bahas Serangan di Polsek Ciracas, Sutiyoso: Polisi Dibebani Semua Tugas, TNI Siap Jadi Pengangguran
Jika besaran penghasilan tersebut dirasa masih kurang, Herman Sulistyo menyarankan supaya jangan menjadi polisi dan tentara.
Menurutnya, menjadi seorang pedagang atau wirausaha bisa memberikan kesejahteraan yang lebih baik jika benar-benar dikelola dengan maksimal.
"Jadi jangan minta lebih, kalau minta lebih negara tidak mampu ya jangan jadi tentara jangan jadi polisi," kata Herman Sulistyo.
"Pilihlah profesi pedagang yang bisa memberikan kesejahteraan lebih baik," imbuhnya.