TRIBUNWOW.COM - Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono memberikan pandangannya terhadap kebijakan pemerintah yang akan membuka kembali aktivitas sekolah pada zona hijau dan kuning persebaran Covid-19.
Dilansir TribunWow.com, Pandu Riono mengatakan tidak setuju jika alasan pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengacu pada status zonasi setiap daerah.
Dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi, Senin (10/8/2020), Pandu Riono menegaskan bahwa status zonasi tidak mutlak keberadaannya, melainkan sifatnya adalah dinamis.
• Sentil Kemendikbud soal Kurikulum Darurat, Pengamat: Membangun SDM Berbeda dengan Membangun Aplikasi
• Kasus Covid-19 Masih Tinggi, Jawa Timur Uji Coba Sekolah Tatap Muka, Khofifah: Mulai 18 Agustus
Oleh karenanya, dirinya mengingatkan kepada Kemendikbud ataupun pihak-pihak lainnya bahwa status zonasi bisa saja berubah sewaktu-waktu.
Terlebih dikatakannya bahwa status kedaruratan kesehatan akibat Covid-19 belum dicabut oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, pihak-pihak yang mengambil atau menentukan suatu kebijakan berdasarkan pada status zonasi maka dipastikan salah dalam mempersepsikannya.
"Kalau saya pribadi melihat bahwa presiden kan belum mencabut kedaruratan kesehatan masyarakat," ujar Pandu Riono.
"Dan saya berkali-kali menentang penggunaan zonasi yang dilakukan satgas ini," tegasnya.
"Karena zonasi tidak statis, dinamis, sehingga banyak orang yang salah mempersepsikan, termasuk Mas Nadiem Makarim yang Menteri Dikbud sekarang ini yang mengatakan kalau zona merah tidak boleh, zona hijau boleh," jelasnya.
Pandu Riono mengatakan bahwa yang benar jika memang Kemendikbud berencana membuka kembali sekolah tatap muka maka berdasarkan tingkat kewaspadaan.
• Khawatir Muncul Klaster Baru Corona, FSGI Keberatan Sekolah Tatap Muka di Zona Kuning Dibuka
"Jangan mengandalkan itu. Itu bisa saja berubah-ubah," katanya.
"Jadi kalau kita mau membuka proses belajar mengajar jangan berdasarkan zona, tapi berdasarkan tingkat kewaspadaan yang tinggi," terang Pandu Riono.
Lebih lanjut, dirinya mengaku belum setuju untuk pembukaan sekolah tatap muka.
Hal itu dinilai masih sangat berisiko, mengingat kasus Covid-19 di Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi.
"Di dalam pandemi ini, kalau kita mau melakukan aktivitas seperti pendidikan, pikirkanlah aktivitas pendidikan seperti apa yang paling aman, dan paling memungkinkan kepada anak didik dan komunitas sekolah," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 1.12
Pengamat Dilema dengan Kondisi Pendidikan di Indonesia
Pengamat Pendidikan, Andreas Tambah memberikan tanggapannya terkait rencana dari pemerintah yang akan membuka kembali pembelajaran tatap muka di sekolah.
Dilansir TribunWow.com, Andreas Tambah mengaku cukup dilema melihat kondisi pendidikan di Indonesia di tengah kondisi pandemi Virus Corona.
Hal ini disampaikan dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, Sabtu (8/8/2020).
Menurutnya, rasa dilema itu muncul lantaran di satu sisi menginginkan semua anak tetap mendapatkan haknya dalam pendidikan secara maksimal.
Dengan catatan hak pendidikan itu didapat dengan tidak menganggu urusan kesehatannya, dalam artian tidak terpapar Covid-19.
Oleh karena dilakukanlah pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran online.
Namun di sisi lain, dikatakan Andreas Tambah bahwa tidak didukungnya fasilitas menunjang pembelajaran online tersebut.
"Memang sebuah dilema, sekolah menghadapi situasi yang dilema," ujar Andreas Tambah.
"Sementara dorongan orangtua untuk tatap muka oleh karena tanda kutip alasan tertentu, fasilitas pembelajaran, daringnya juga belum lengkap, kuotanya juga mungkin menjadi beban," jelasnya.
• KPAI Tak Setuju dengan Kebijakan Kemendikbud yang Izinkan Sekolah Tatap Muka: Siapa yang Menjamin?
Kondisi tersebut tentunya mendorong orangtua/wali siswa berpikiran supaya pembelajaran lebih baik dilakukan secara tatap muka di sekolah, meski sebenarnya tetap ada rasa kekhawatiran.
"Sehingga dalam situasi seperti ini, sekolah mengalami sebuah pemikiran yang satu sisi dari pemerintah membolehkan, sementara tengah-tengah lain, masyarakat mengalami sebuah kekhawatiran," terangnya.
"Sementara yang lain juga mengalami sebuah kesulitan di rumah."
Oleh karenanya, jika memang harus dilakukan pembelajaran tatap muka, maka yang menjadi tugas dari pemerintah adalah bagaimana menjamin protokol kesehatan di sekolah.
Dengan begitu, para orangtua tidak akan lagi merasa khawatir.
Selain itu mereka pastinya akan merasa lega lantaran anaknya sudah mendapatkan hak pendidikan dengan baik.
"Saya sependapat bahwa dalam situasi seperti ini memang harus bekerja sama dengan orangtua, supaya orangtua ini betul-betul pada saat anaknya masuk ke sekolah, dia itu tidak terlampau khawatir," katanya.
"Misalkan bahwa ada komite sekolah, dari komite sekolah bagaimana dibuat kesepakatan, sehingga aturan-aturan yang dibuat sekolah bisa dipahami oleh masyarakat," jelas Andreas Tambah.
"Sehingga tahu betul anaknya akan aman di sekolah, itu yang terpenting," tutupnya.
Simak videonya mulai menit ke- 4.52
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)