TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menilai tidak selayaknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluapkan kemarahan di depan publik.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam acara Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (1/7/2020).
Sebelumnya Jokowi mengecam kinerja menterinya yang dirasa kurang tanggap menangani pandemi Virus Corona (Covid-19).
• Diminta Komentari Kemarahan Jokowi, Sudjiwo Tedjo Enggan Jawab Akting atau Tulus: Kayaknya Serius
Ia juga mengancam akan merombak kabinet (reshuffle) dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Kamis (18/6/2020) lalu.
Menanggapi pidato Jokowi tersebut, Fahri menilai tidak perlu presiden sendiri yang marah-marah.
Menurut dia, teguran itu bisa disampaikan oleh Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
"Jangan presidennya yang marah, cukup Moeldoko yang marah," kata Fahri Hamzah.
Menurut dia, teguran itu dapat disampaikan dengan lebih halus oleh Moeldoko.
"Marahnya Moeldoko bilang, 'Pak Menteri, ini anggarannya kok sekian? Tolong minta data Anda yang terbaru, presiden minta'," papar Fahri.
"Moeldoko cukup bilang begitu," lanjutnya.
Fahri menilai cara itu akan lebih efektif dan membuat menterinya segan dengan permintaan presiden.
"Begitu bilang presiden minta, gemetar itu orang. Presiden minta, lapor datanya," jelas Fahri.
Presenter Najwa Shihab menanyakan alasan sebaiknya Jokowi tidak perlu langsung marah ke para menterinya.
"Kenapa tidak presiden langsung yang marah?" tanya Najwa Shihab.
Menurut Fahri, sosok presiden harus menjaga wibawanya.
• Arief Poyuono Prediksi Terawan Tak Kena Reshuffle, M Qodari: Karena Beliau Representasi dari TNI
"Kita perlu menjaga kewibawaan presiden. Presiden itu untuk kepentingan persatuan," jelas Fahri.
"Ketika Anda melihat Jokowi selantang itu, itu menjatuhkan wibawanya?" tanya Najwa lagi.
Fahri membenarkan.
Ia menyarankan sebaiknya sikap marah itu tidak perlu ditunjukkan lagi.
"Iya, kalau terus-menerus melakukan itu, runtuh wibawanya," tegas Fahri.
Ia menyinggung ada banyak kesalahan data dalam pidato yang disampaikan Jokowi, termasuk tentang minimnya penyerapan anggaran Covid-19 oleh Kementerian Kesehatan.
Menurut Fahri, data yang masuk di presiden berbeda dengan yang dimiliki Komisi IX.
"Apalagi kalau kemudian dalam marahnya itu banyak salah data, seperti dia dibantah oleh Komisi IX yang mengatakan bahwa Menteri Kesehatan belanjanya lebih banyak," ujar Fahri.
"Yang masuk di dia cuma Rp 1,9 triliun," tambahnya.
• Cerita Dosen ITB Buat Ventilator Indonesia, Rela Dapat Cibiran, Menangis, hingga Tidur di Masjid
Lihat videonya mulai menit 11.00:
Effendi Gazali Analisis Deretan Peristiwa Pemicu Kemarahan Jokowi
Pakar komunikasi profesor Effendi Gazali mengungkapkan sejumlah peristiwa yang diduga memicu kejengkelan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat diundang dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TvOne, Selasa (30/6/2020).
• Sebut Jokowi Merasa Sendiri Hadapi Covid, Effendi Gazali Ibaratkan Liverpool: You Never Walk Alone
Membahas pidati Jokowi itu, Effendi Gazali menduga ada deretan kejadian sebelum kemarahan Jokowi meledak.
Awalnya, ia menduga masalah dimulai saat Universitas Teknologi dan Desain Singapura memprediksi pandemi di Indonesia berakhir sekitar Oktober 2020.
Prediksi itu disampaikan pada 5 Mei 2020 lalu.
Keesokan harinya pada 6 Mei 2020 Jokowi menargetkan kurva pertumbuhan kasus baru di bulan Mei harus turun dengan cara apapun.
Effendi menduga kedua peristiwa ini berkaitan.
Ia kemudian menyinggung pidato di Sidang Kabinet tersebut baru dirilis di kanal YouTube Sekretariat Presiden 10 hari kemudian, yakni pada Minggu (28/6/2020).
"Yang menarik adalah acara pada 18 Juni tertutup dan kemudian dinyatakan kembali atau dipublikasikan pada 28 Juni, 10 hari sesudahnya," kata Effendi Gazali.
Namun dalam kurun waktu 10 hari tersebut, Effendi menyebutkan sebetulnya ada momen ulang tahun presiden.
Menurut Effendi, kemarahan presiden seharusnya sudah mereda pada momen tersebut.
"Yang mungkin kita lupakan, pada 21 Juni sebetulnya Bapak Presiden kita ulang tahun. Coba bayangkan, artinya sebuah kemarahan pada 18 Juni harusnya pada 21 Juni bisa agak terobati," ungkap Effendi.
• Haris Azhar Sebut Kemarahan Jokowi Aneh: Apa Kewenangan sebagai Presiden Sudah Tidak Bisa Digunakan?
Effendi menyinggung para menteri pasti memberikan ucapan selamat ulang tahun untuk presiden, baik melalui media sosial maupun datang langsung ke kediamannya.
Meskipun begitu, ucapan selamat itu tidak meredakan kejengkelan Jokowi.
"Semua menteri-menteri ini kan mengucapkan selamat dengan caranya masing-masing," ungkit Effendi.
"Tetapi ucapan-ucapan, segala perasaan simpati, dan dorongan itu ternyata kemudian orang dalam Istana menanyakan, 'Pak, ini pidato kita publikasikan atau tidak?'," paparnya.
Effendi menilai Jokowi memang sengaja merilis pidato untuk menunjukkan kemarahannya belum usai.
"Ternyata pada 28 Juni dipilih untuk dipublikasikan," ungkap dia.
Selain itu, Effendi menyebutkan pilihan untuk mempublikasikan pidato pada acara tertutup itu bertujuan agar masyarakat sendiri yang dapat menilai kinerja para menteri.
"Jadi artinya, selain barangkali keinginan presiden supaya publik yang menilai, juga adalah sesuatu yang lahir dari dalam batin presiden," jelasnya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)