Terkini Nasional

Batasan Usia Jadi Syarat PPDB, Ratusan Orangtua Demo: Perjuangan Anak Belajar Maksimal kayak Sia-sia

Editor: Claudia Noventa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah orang tua siswa terdampak Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta yang tergabung dalam Gerakan Emak-Bapak Peduli Keadilan dan Pendidikan (Geprak) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (23/6/2020). Mereka menolak SK Dinas Pendidikan DKI Jakarta No 501 tahun 2020 tentang petunjuk teknis jalur zonasi, karena tidak sesuai dengan Permen Dikbud No 44 tahun 2019 dan menuntut kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk mengembalik

Tahun ini, penerapan sistem zonasi di DKI Jakarta yang memasukan batasan usia sebagai salah satu pertimbangan menyebabkan ratusan orang tua melakukan demonstrasi di depan Gedung Balaikota DKI Jakarta, Selasa (23/06).

Salah satu pendemo yang bernama Gunawan kecewa dengan kebijakan batasan umur tersebut dan minta dibatalkan karena tidak memberikan akses pendidikan yang adil dan terbuka bagi seluruh calon siswa.

Sejumlah orang tua siswa terdampak Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta yang tergabung dalam Gerakan Emak-Bapak Peduli Keadilan dan Pendidikan (Geprak) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (23/6/2020). Mereka menolak SK Dinas Pendidikan DKI Jakarta No 501 tahun 2020 tentang petunjuk teknis jalur zonasi, karena tidak sesuai dengan Permen Dikbud No 44 tahun 2019 dan menuntut kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk mengembalikan jalur zonasi sesuai dengan jarak dengan sekolah dan nilai. (Tribunnews/Herudin)

Orangtua Murid Geruduk Balai Kota DKI Jakarta, Protes PPDB Zonasi Bersyarat Usia

Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyatakan bahwa aturan prioritas umur dalam PPDB sudah mengikuti aturan yang dibuat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK.

Pengamat pendidikan pun menilai berulangnya masalah terkait pelaksanaan zonasi setiap tahun bermuasal dari kebijakan zonasi "setengah hatinya" yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 44 tersebut.

Artinya penerapan sistem zonasi tidak murni hanya berdasarkan pertimbangan jarak, namun memasukan pertimbangan lain yang ditafsir bebas oleh masing-masing daerah.

Orangtua murid: Batasan usai tidak adil

"Kalau anak saya kalah atau tidak keterima sekolah karena adu nilai, oke saya terima karena memang anak saya bodoh. Tapi kalau karena usia? Saya sangat kecewa.

"Terus untuk apa ada program akselerasi dan memang tidak boleh orang muda berprestasi?" kata Gunawan, orang tua murid yang kecewa dengan adanya kebijakan batasan umur dalam PPDB di Jakarta tahun ini.

Menurut Gunawan, aturan batasan umur telah mengeksekusi hak para siswa dalam mendapatkan akses pendidikan yang adil dan terbuka.

"Anak-anak yang masih muda yang berjuang dan memiliki semangat tinggi untuk meningkatkan prestasi dan mendapatkan SMA yang diinginkan lalu tiba-tiba kandas karena usia," kata Gunawan.

"Terus anak saya mau masuk ke mana kalau di semua sekolah negeri ditolak karena usianya tidak cukup? Tidak sekolah, menganggur, dan menunggu sampai umurnya cukup?" kata Gunawan dengan kesal.

Gunawan mengatakan telah mempersiapkan anaknya yang kini berusia 14 tahun tujuh bulan selama beberapa tahun terakhir sehingga dapat masuk ke sekolah favorit dekat dengan tempat tinggalnya di Matraman, Jakarta Timur.

Selamatkan Berkas SK PNS, Kepala Sekolah Tewas Terbakar Api, Sempat Bawa Istri dan Cucu Keluar Rumah

Parahnya lagi, aturan itu baru muncul beberapa bulan belakangan ini, yaitu 11 Mei lalu di mana sekolah swasta yang bagus sudah menutup pendaftaran, dan yang tersisa adalah sekolah yang menurut Gunawan kurang bagus.

"Lalu anak yang saya persiapkan matang dan baik, saya sekolahan di situ? Kalau disosialisasikan dari tahun lalu, kita terima karena bisa menerima konsekuensi ini dan mempersiapkan ke swasta favorit," kata Gunawan.

Ungkapan kecewa yang sama juga diutarakan oleh Tri Agustina yang akan memasukkan anaknya ke SMP.

"Dari kelas 4, anak saya sudah les sampai sore agar nilai rapotnya selalu tinggi dan bisa masuk SMP negeri, tahu-tahunya batasan usia yang diprioritaskan. Jadi perjuangan anak saya belajar semaksimal mungkin kayak sia-sia," kata Agustina yang anaknya kini berusia 12 tahun.

Halaman
123