TRIBUNWOW.COM - Pemerintah Kota (Pemkot) DKI Jakarta baru saja memutuskan untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pada Jumat (5/6/2020).
Namun, grafik data pertambahan kasus Virus Corona justru meningkat pada beberapa hari terakhir.
Meski demikian, Pakar Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia, Professor Ari Fahrial Syam mengungkapkan kabar baik di tengah PSBB transisi.
• Profil Dokter Reisa Broto Asmoro, Mantan Putri Indonesia yang Jadi Jubir Pemerintah untuk Covid-19
Hal itu diungkapkan Professor Ari Fahrial Syam di acara Kabar Petang tvOne pada Senin (7/6/2020).
Mulanya, Ari Fahrial Syam menjelaskan bahwa PSBB transisi baru saja dimulai.
Sehingga dampaknya baru bisa dilihat pada satu hingga dua minggu ke depan.
Meski demikian, Ari menduga tetap akan ada penularan baru karena ada pelonggaran.
"Ya jadi kalau kita bilang masa transisi kan baru mulai beberapa hari jadi kalau mau lihat dampaknya baru seminggu dua minggu lagi," ujar Ari.
"Jadi kalau sekarang okelah, sekarang bebas sih di tengah masyarakat kemungkinan terjadi proses penyebaran infeksi," tambahnya.
Walaupun begitu Ari mengungkapkan kabar yang baik bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit sudah menurun.
"Maka dia masuk ke dalam kita bisa bilang masa inkubasi maka baru bisa lihat nanti kasusnya satu sampai dua minggu ke depan, ini dampak transisi."
"Tapi musti kita lihat juga bahwa sebenarnya, saya bekerja di rumah sakit, saya lihat memang tren pasien rawat itu menurun sebenarnya," ungkapnya.
• Bawa Surat Bebas Covid-19, Dua Penumpang Pesawat Dinyatakan Positif Corona seusai Mendarat
Bahkan, jumlah pasien di rumah sakit darurat juga menurun.
"Seperti di Rumah Sakit Cipto, di Rumah Sakit Persahabatan, Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet saya kira menurun, jumlahnya 500."
"Artinya apa bahwa pasien yang memang perlu dirawat menurun," ujarnya.
Terkait pernambahan kasus, Ari menduga karena DKI Jakarta meningkatkan pengujian di zona-zona merah.
"Jadi betul yang disampaikan memang strategi pemerintahan DKI ini cukup benarp-benar di daerah merah tadi bener-bener ditingkatkan survaillance nya."
"Saya tahu memang dilakukan pemeriksaan swab dilakukan rapid test, di situlah karena memang di situ sebagai fokusnya maka terdapat cases-cases baru," ujar Ari.
Lihat videonya mulai menit ke-4:55:
Pengamat Nilai New Normal Terburu-buru
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah menilai kebijakan new normal terlalu cepat diluncurkan.
Menurut Trubus, seharusnya ada edukasi menyeluruh untuk membentuk perilaku masyarakat dalam melakukan protokol kesehatan.
Seperti diketahui, new normal disebut sebagai cara hidup baru setelah adanya pandemi Virus Corona (Covid-19).
• Bantah Pemerintah Pusat, Walkot Malang Sutiaji Kritik Makna New Normal: Saya Pakai Standar WHO
Dilansir TribunWow.com, hal itu disampaikan Trubus dalam acara Dua Arah di Kompas TV, Senin (8/6/2020).
Awalnya, ia mengomentari perbedaan pengertian pembatasan sosial berskala besar (PSBB) antara pemerintah pusat dengan daerah.
"Justru ada kendalanya di situ," kata Trubus Rahardiansyah.
Ia juga menyoroti kriteria standar new normal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO).
Sebelumnya hal tersebut disinggung Wali Kota Malang Sutiaji saat membahas penerapan PSBB di wilayahnya.
Trubus menilai masyarakat tidak bisa langsung bersikap disiplin sesuai standar yang ditentukan, tetapi harus melalui proses.
"Bagaimana juga orang bisa langsung berperilaku sebagaimana yang diharapkan dalam konteks WHO?" tanya Trubus.
"Perilaku masyarakat itu 'kan tidak bisa ujug-ujug. Ada tahapan di mana kemudian masyarakat punya pemahaman yang utuh," tambahnya.
Trubus kemudian mengomentari penerapan PSBB yang diserahkan kepada wewenang kepala daerah masing-masing.
Ia menyebutkan hal itu menimbulkan hasil dalam tiap penerapan PSBB menjadi berbeda.
Menurut Trubus, seharusnya PSBB diseragamkan agar tidak menjadi rancu.
• Tak Mau Buru-buru Terapkan New Normal, Ganjar Ungkap Kewajiban Baru Warga: Jangan Salah Persepsi
"Tentunya jadi berbeda kalau memang kebijakannya berbeda," komentar Trubus.
"Kalau misalnya kita lihat daerah yang menerapkan PSBB dengan daerah yang tidak menerapkan PSBB dikatakan sama, otomatis nanti cara berpikirnya jadi rancu," lanjutnya.
Ia menyinggung daerah yang masih masuk zona merah tetapi sudah mulai melonggarkan PSBB.
"Menurut saya yang menerapkan PSBB ini karena daerah merahnya masih banyak," ungkap Trubus.
"Jadi kalau PDP dan ODP-nya masih tinggi seperti DKI Jakarta, ada 66 RW yang masih tinggi sekali, tidak mungkin kita langsung menerapkan kebebasan sebebas-bebasnya," lanjutnya.
Trubus menekankan penting untuk mengedukasi masyarakat terlebih dulu sebelum benar-benar menerapkan new normal.
"Masyarakat 'kan harus diedukasi dan dibimbing dulu," ungkap Trubus.
"Menurut saya membentuk perilaku itu tidak bisa ujug-ujug perilaku yang sudah menjadi budaya. Ada proses dulu, sosialisasi dulu," jelasnya.
• Peneliti UGM Minta Pemerintah Tak Buru-buru Terapkan New Normal di Bulan Juli: Belum Ada Penurunan
Lihat videonya mulai menit 26:00
(TribunWow.com/Mariah Gipty/Brigitta Winasis)