Virus Corona

Disinggung Refly Harun Pemerintah Lebih Pentingkan Ekonomi, Achmad Yurianto: Tolong Jangan Digiring

Penulis: Mariah Gipty
Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Refly Harun sempat menyinggung soal Pemerintah Pusat dianggap lebih mementingkan aspek ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Hal itu disinggung Refly Harun pada Juru Bicara Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto di channel YouTube Refly Harun pada Jumat (5/6/2020).

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun sempat menyinggung soal Pemerintah Pusat dianggap lebih mementingkan aspek ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

Hal itu disinggung Refly Harun pada Juru Bicara Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto di channel YouTube Refly Harun pada Jumat (5/6/2020).

"Ada yang mengatakan bahwa dalam ini bukan BNPB tentunya, pemerintah Istana kecenderungannya tidak all out dalam soal pandemi ini."

"Tapi masih terlalu berpikir aspek-aspek seperti ekonomi, dampak sosial, politik, pendapat Pak Yuri bagaimana," singgung Refly.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (27/5/2020). (Dok. BNPB)

Soroti Corona, Achmad Yurianto: Sebagian Besar Penderita Covid-19 Gejala Klinisnya Tak Terlalu Berat

Achmad Yurianto alias Yuri langsung membantahnya.

Menurutnya itu hanya penggiringan opini.

Yuri menegaskan bahwa pemerintah berusaha untuk melindungi warganya agar tak terpapar Covid-19.

"Ini kan sesuatu yang digiring ke sana. Sebenarnya kalau kita bicara dari sisi regulasi, yang pertama, begitu kita mengalami kejadian ini maka kita mengingatkan masyarakat untuk kemudian bisa secara proaktif mencegah dan melindungi dirinya agar tidak sakit," jawab Yuri.

Yuri lalu menyinggung soal banyaknya pasien Covid-19 tanpa gejala atau yang dikenal Orang Tanpa Gejala (OTG).

"Karena kita tahu bahwa ini penyakit yang dibawa oleh orang dan kita dalam pertemuan penyakit sekarang, kita tidak tahu orang yang sakit itu yang mana."

"Kalau yang sakit dan dirawat di rumah sakit jelas, wong dia ditaruh di ruang isolasi, terbaring, pakai infus, pakai oksigen jelas," terang Yuri.

Selain itu, Yuri juga menyinggung pasien Covid-19 yang hanya memiliki gejala minim.

"Tapi beberapa kelompok potensial sebagai sumber penularan adalah orang-orang yang terinfeksi tanpa gejala."

"Tapi ada gejala minim sekali seakan-akan dia tidak merasa sakit, dia merasa fine saja meskipun kalau kita tanya loh kan kamu batuk, wah batuk ini kan biasa."

"Tapi badanmu agak panas, wah ini bukan panas, ini kan persepsi sakit yang tergantung pada masyarakat itu sendiri," kata dia.

Santri yang Positif Covid-19 di Blora Kabur saat Dirawat Hampir 10 Hari, Diduga Kangen Keluarga

Dengan adanya banyak OTG tersebut, maka pemerintah berusaha menyadarkan masyarakat akan bahaya Covid-19 yang sering tak terlihat itu.

"Oleh karena itu justru kemudian kapasitas kita untuk menyadarkan masyarakat bahwa ada ancaman berada di tengah mereka yang tidak diketahui."

"Inilah yang harus kita hindari, atau kita sadarkan mereka agar tidak menjadi sumber penularan ke orang," ungkapnya.

Lalu, Yuri menjelaskan bahwa pemerintah menyadari bagaimana penyebaran Virus Corona begitu cepat hingga memutuskan untuk melaksanakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Sehingga, Yuri meminta agar semua pihak jangan menggiring opini bahwa PSBB itu demi kepentingan ekonomi.

Ia menegaskan Pembatasan Sosial bukan ekonomi.

Dimana sosial mencakup semuanya.

"Tolong ini jangan digiring menjadi pembatasan ekonomi berskala besar, ini sosial pada semua aspeknya."

"Sudah barang tentu aspek ekonomi iya, aspek pendidikan iya, aspek sosial itu semuanya," kata Yuri.

Selain itu, ia juga mengatakan soal pelonggaran PSBB bukan semata-mata kepentingan ekonomi.

Epidemiolog UI: Masyarakat Tingkat Rendah Dia Enggak Peduli Kena Covid-19, yang Penting Saya Makan

"Tetapi jangan kemudian diframing seakan-akan ini pembatasan ekonomi, jadi kalau sekarang relaksasi ya relaksasi ekonomi tidak seperti itu," lanjutnya.

Lalu, Yuri mengakui bahwa dengan adanya PSBB itu sangat berdampak pada segala bidang.

"Sosial, PSBB pembatasan sosial bukan pembatasan ekonomi kita menyadari bahwa betul dengan PSBB maka ada dampak."

"Yang pertama adalah bahwa aktivitas sosial ekonomi yang tidak esensial itu kita sementara kita hentikan," kata dia.

Lihat videonya mulai menit ke-8:57:

Pakar UI Bandingkan Tingkat Disiplin Kelas Menengah ke Atas dan ke Bawah

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah memutuskan bahwa di bulan Juni akan menjadi masa transisi berakhirnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Keputusan tersebut diumumkan oleh Anies pada Kamis (4/6/2020), rencananya PSBB di Ibu Kota akan berakhir hingga akhir Juni.

Menanggapi hal tersebut Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono merasa khawatir akan adanya pertambahan kasus.

Belanja di Pasar Gembrong - Warga berbelanja mainan di Pasar Grmbrong, di Jalan Jenderal Basuki Rachman, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (31/5/2020). Warga berbelanja mainan pasca Lebaran terlihat banyak yang tidak mengikuti protokol kesehatan, seperti bergerombol dan tidak mengunakan masker. ((Warta kota/Henry Lopulalan))

 

• Tunjukkan Data Kasus Corona, Anies Baswedan Sebut DKI Jakarta Sebenarnya Penuhi Syarat New Normal

Dikutip dari acara KABAR PETANG, Kamis (4/6/2020), awalnya Tri menjelaskan sekilas soal penyebaran Virus Corona (Covid-19) yang menyebar lewat penularan antar manusia.

"Jadi pada wabah yang sifatnya menularnya adalah orang ke orang," kata dia.

Penularan antar manusia ini disebut Tri menjadi risiko besar ketika terjadi lagi kerumunan masyarakat yang berkegiatan seperti biasa.

"Begitu ada kesempatan, ada kerumunan," kata Tri.

"Ada kemungkinan penularan akan meningkat."

Bandingkan Mal dan Pertokoan

Tri lalu menyoroti bagaimana kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol penanganan Covid-19.

Protokol tersebut di antaranya adalah memakai masker hingga menjaga jarak.

Ia mengatakan akan bahaya apabila masyarakat abai dalam menjalankan protokol penanganan tersebut.

"Apalagi kalau kepatuhan pakai masker, kepatuhan jaga jarak itu tidak bisa dipastikan," ujar Tri.

Tri kemudian membandingkan tingkat kepatuhan antara masyarakat kelas atas dan kelas menengah ke bawah.

Ia menyimpulkan masyarakat yang masuk dalam kategori menengah ke bawah cenderung lebih abai dalam menjalankan protokol kesehatan.

"Saya dapat memastikan kalau di mal yang high class (mewah -red) itu bisa diatur tapi dalam pertokoan yang middle (kelas menengah -red) atau ke bawah itu sulit diatur."

"Bahkan kemarin saja sesudah lebaran orang buka toko tanpa peduli pakai masker atau tidak."

"Jadi itu menunjukkan bahwa masyarakat tingkat rendah enggak peduli dia kena Covid atau enggak, yang penting saya makan," ujar Tri.

Tri ingin pemerintah harus bisa membenarkan kebiasaan masyarakat yang abai apabila ingin kondisi cepat aman.

"Jadi itu harus diperhatikan masyarakat yang seperti itu," tandasnya.

Seperti yang diketahui masa transisi dijalankan lantaran masih ada beberapa zona di Jakarta yang masih merah.

Dikutip dari Kompas.com, Kamis (4/6/2020), Anies mengakui sebagian besar wilayah memang sudah masuk dalam kategori hijau dan kuning.

"Kami di gugus tugas memutuskan untuk menetapkan status PSBB di DKI diperpanjang, dan menetapkan bulan Juni sebagai masa transisi," ujar Anies dalam siaran YouTube Pemprov DKI Jakarta, Kamis (4/6/2020).

"Karena ada wilayah hijau kuning, tetapi ada wilayah merah," sambungnya.

• Mardani Ali Sebut Pemerintah Tak Libatkan Warga saat Rencanakan New Normal: Anies Bilang Jangan Dulu

Lihat videonya mulai menit ke-3.16:

(TribunWow.com/Mariah Gipty/Anung Aulia Malik)