Terkini Nasional

Refly Harun Akui Diskusi 'Pemecatan Presiden' yang Diikutinya Sensitif: Alhamdulillah Tak Apa-apa

Penulis: Mariah Gipty
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menjelaskan soal dirinya menjadi pembicara dalam seminar online 'Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Masa Pandemi Covid-19' pada Senin (1/6/2020).

"Kemudian presiden Abdurrahman Wahid dijatuhkan pada sidang istimewa MPR tahun 2001."

Refly menekankan bagaimana tidak ada mekanisme hukum yang pasti untuk menilai apakah Soekarno dan Gus Dur benar-benar melanggar hukum atau tidak sehinga pantas dimakzulkan.

"Semuanya penilaian politik semua, karena tidak ada mekanisme hukum untuk menilai apakah tindakan dari tuduhan tersebut betul-betul merupakan suatu pelanggaran hukum atau cukup syarat konstitusional untuk memberhentikan seorang presiden," papar dia.

Ia menyebut alasan turunnya Soekarno dan Gus Dur semuanya murni karena alasan politis.

"Penilaiannya murni politik," ucap Refly.

Pria lulusan UGM itu mengatakan bagaimana pada saat itu DPR bisa memberikan peringatan yang berujung kepada penurunan ketika presiden melanggar Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Refly lalu menjelaskan bahwa tidak mungkin presiden bisa berlaku persis seperti apa yang tertulis di dalam GBHN.

"Padahal yang namanya GBHN itu tebalnya minta ampun."

"Tidak ada seorang presiden pun yang mampu menjalankan GBHN as it is (seperti yang tertulis -red) apa adanya," ucapnya.

"Sebagian besar dari isi GBHN itu adalah cita-cita yang ingin dicapai."

• Ulas Diskusi Pemecatan Presiden, Refly Harun: Kalau Dikatakan Makar, Saya Kira Sangat Keterlaluan

Refly lalu menyinggung bahwa di situasi pandemi seperti saat ini memang sulit untuk meraih tujuan negara.

"Dan untuk mencapai cita-cita itu tentu butuh effort, butuh energi, dan butuh dukungan yang sehat juga," kata dia.

"Jadi kalau misalnya di tengah Covid-19 ini, di tengah uang yang cekak, yang tergerus habis ya susah mencapai target-target," sambung Refly.

Merujuk dari kasus Soekarno dan Gus Dur, Refly mengatakan sistem pemakzulan saat ini tidak bisa dilakukan semata karena alasan kebijakan yang diambil oleh presiden.

"Presiden tidak bisa lagi dijatuhkan dengan alasan-alasan kebijakan atau alasan yang sifatnya subjektif," kata Refly.

Halaman
1234