Virus Corona

Kisah tentang Virus Corona dari Afghanistan: Sulit Lakukan Jaga Jarak karena Bukan Budaya

Editor: Ananda Putri Octaviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Virus Corona atau Covid-19

"Pertama, masalah ini tidak diatasi dengan serius dan mereka kelewat ambisius dengan rencana dan target," kata seorang pejabat organisasi pemberi bantuan di Kabul. "Namun kini mereka telah berada di jalur yang benar."

Ketika Paktiawal berdiri di luar rumah sakit Afghan-Jepang memakai masker dan berteriak melalui Facebook untuk memohon bantuan, barulah ia mendapat perhatian dari pejabat kesehatan senior.

"Saya rasa pelayanannya kini lebih baik," katanya. Ia sambil menyatakan bahwa orang miskin dan kaya harus diperlakukan setara.

Namun situasinya masih sangat rentan.

Beberapa minggu lalu, seluruh tes di semua laboratorium dihentikan karena bahan cairan laboratorium reagen habis karena pasokan global menipis. Reagen adalah substansi yang dipakai dalam tes Covid-19.

"Saya mengalami malam-malam tanpa tidur," kata Dr Rik Peeperkorn, yang memimpin World Health Organization (WHO) di Afghanistan. "Kami berhasil mendapat sejumlah kecil dan meneruskan tes dalam dua hari."

Dua bulan lalu, Afghanistan tak punya laboratorium yang mengerjakan tes Covid-19. Kini ada sembilan pusat tes didirikan dengan bantuan WHO, dengan rencana untuk mengembangkan lebih banyak lagi.

Pesta Miras dan Judi saat Corona, Para Pemuda di Sikka Dihukum Berendam di Kolam Penuh Sampah

"Kami perlu mengetes lebih banyak untuk memahami bagaimana virus ini menyebar," kata Dr Peeperkorn, yang sudah menghabiskan tujuh tahun bekerja di sektor kesehatan di Afghanistan. "Kami kekurangan pasokan sumber daya dan solidaritas global."

Jumlah infeksi yang kecil di Afghanistan dianggap positif sekaligus membingungkan.

Tanggal 19 Maret, ada sekitar 7.600 kasus positif dan 200 kematian. Ini berbeda sekali dengan Iran yang punya 122.000 kasus dan 7.000 kematian - dan diduga angka sesungguhnya jauh lebih tinggi.

Tanda tanya masih membayangi terkait masuknya lebih dari 200.000 orang Afghanistan menyeberang perbatasan ketika virus mulai menyerang.

Pejabat PBB mengatakan mereka yakin penyakit ini akan mencapai puncaknya di Afghanistan kira-kira dalam sebulan ke depan. Namun ada juga kekhawatiran penyakit ini menyebar tanpa terdeteksi.

Sampel yang diambil secara acak dari 500 orang penduduk Kabul mengkhawatirkan karena hampir 30% hasil tes positif.
'Jaga jarak sulit dilakukan karena bukan budaya kami'

Seperti di banyak negara lain, media di Afghanistan dipenuhi pesan "jaga jarak" dan "cuci tangan".

Di provinsi Nangarhar, Gubernur Shah Mahmood Miakhel, mencontohkan dengan cara menyumbangkan gajinya untuk membantu mengatasi pandemi.

Alasan Corona, Hersubeno Arief Tak Penuhi Panggilan Polisi terkait Laporan Luhut soal Said Didu

Halaman
1234