TRIBUNWOW.COM - Dokter relawan Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Jati Perdana Utama, mengungkapkan kekecewaannya melihat masyarakat yang masih abai dengan protokol kesehatan Covid-19.
Dikutip TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat dihubungi dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Sabtu (23/5/2020).
Bagi Jati, kekecewaan itu muncul saat melihat berita-berita yang menampilkan keramaian di pasar dan pusat perbelanjaan sebelum lebaran.
• Meski Tak Ada Larangan ke Pasar, Achmad Yurianto Imbau Masyarakat Tetap Lakukan Protokal Kesehatan
Apalagi Jati sebagai tenaga kesehatan harus merayakan Idulfitri di Wisma Atlet tempat ia bertugas.
Awalnya, ia mengaku sudah menyadari konsekuensi pekerjaannya sebagai tenaga medis yang harus menjalankan kewajiban.
"Profesi kita memang seperti ini, terutama dari kesehatan kita memang ada yang namanya konsekuensi terhadap pekerjaan," papar Jati Perdana Utama.
"Namun untuk seperti ini, kita yang kontak sangat dekat dengan pasien Corona, kita juga khawatir sebenarnya," lanjutnya.
Selain itu, para tenaga medis selama ini tidak dapat pulang ke rumah.
"Kita juga harus menjaga orang tua," jelas dia.
Jati menuturkan bagaimana lebaran terasa berbeda tanpa kumpul keluarga.
"Tapi di satu sisi, lebaran Idul Fitri kalau tanpa keluarga itu rasanya kurang lengkap," ungkap Jati.
"Kami pun pada dasarnya hanya manusia biasa seperti masyarakat lainnya, kalau Idulfitri ingin berkumpul dengan keluarga," lanjut dia.
"Tapi balik lagi tadi, atas dasar kesehatan dan kemanusiaan kita tetap melakukan tugas kita di sini," jelasnya.
Di Wisma Atlet sendiri suasana malam takbiran tidak ramai dan tetap menerapkan physical distancing.
"Yang biasanya kita ngumpul untuk takbiran, di sini diganti hanya lewat pengeras suara dari rekaman," ungkapnya.
Sementara ini ia hanya dapat menyapa keluarganya melalui video call.
• Pengunjung Pasar Membludak, Pakar Epidemiologi Ungkap Rasa Dikekang: Seperti Nggak Pernah ke Mal
"Salah satu yang bisa kita lakukan di sini hanya video call dengan keluarga untuk mengobati rasa rindu," kata Jati.
Ia kemudian menanggapi banyaknya warga yang memadati pusat perbelanjaan di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Dengan berita-berita yang beredar, sejauh ini rasa kecewa itu ada," ungkap Jati.
Meskipun begitu, ia menegaskan tidak akan mengurangi kewajibannya untuk melayani secara maksimal.
Ia kemudian menyinggung ungkapan 'Indonesia Terserah' yang sempat viral disampaikan tenaga medis di media sosial.
"Mungkin ada istilah 'Indonesia Terserah', tapi buat kami itu tidak mengurangi pelayanan," kata Jati.
"Kami tetap memberikan pelayanan walaupun ada sedikit kekecewaan," tegas dia.
"Kita berusaha memutus rantai, tapi di luar sana masyarakat berkumpul, berdesakan," jelasnya.
• Sedih Warga Padati Pasar dan Nekat Mudik, Pakar Epidemiologi: Bisa Batalkan Usaha Kita Selama Ini
Lihat videonya mulai menit 4:40
Tanggapan Pakar Epidemiologi
Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengomentari masyarakat yang memadati pusat perbelanjaan di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dikutip TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Kabar Petang di TvOne, Kamis (21/5/2020).
Riono menyebutkan pertumbuhan kasus positif di sejumlah daerah memang sudah tampak menurun karena penerapan PSBB, tetapi kondisinya masih perlu diwaspadai.
• Geram Warga Langgar PSBB, Pakar Epidemiologi Tagih Sanksi Tegas Pemerintah: Jangan Cuma Bicara
Seperti diketahui, sejumlah daerah masih menerapkan PSBB untuk menekan penyebaran Virus Corona (Covid-19).
Namun pusat perbelanjaan kembali dipadati pengunjung menjelang hari Idul Fitri.
Ia menyoroti bagaimana PSBB yang sudah berlangsung sejak lama membuat masyarakat mulai ingin kembali beraktivitas seperti normal.
Menurut Riono, masyarakat memang memiliki tradisi untuk berbelanja menjelang hari raya.
"Ini juga menjelang hari Id, jadi masyarakat cenderung untuk belanja," kata Pandu Riono, melalui sambungan video call.
Ia menyebutkan petugas PSBB sendiri juga tidak mempersiapkan kemungkinan masyarakat akan membludak di pusat-pusat perbelanjaan.
"Jadi kita harus mengantisipasi. Ini bukan hanya kelengahan masyarakat, tapi kelengahan petugas juga," jelasnya.
Selama ini dalam penerapan PSBB, masyarakat masih diizinkan keluar rumah untuk keperluan penting seperti belanja kebutuhan pokok atau ke fasilitas kesehatan.
Riono menegaskan pasar dan pusat perbelanjaan lainnya harus diregulasi meskipun ada kelonggaran semacam itu.
"Regulasinya dianjurkan untuk di rumah, mereka diperbolehkan keluar untuk belanja," jelas dia.
"Nah, pasar harus diatur. Tidak bisa pasar itu tidak diatur dan dibiarkan begitu saja," tegas Riono.
• Warga Bogor Kembali Padati Pasar, Bima Arya Ungkap Kegeramannya di Mata Najwa: Kesel Iya, Geram Iya
Membludaknya pengunjung mal, toko pakaian, dan pasar menjelang hari raya disebut Riono sebagai euforia.
"Atau tiba-tiba ada pusat perbelanjaan yang dibuka dan orang seperti berebutan untuk memanfaatkan, jadi semacam euforia," tutur dia.
Ia menyebutkan faktor-faktor yang dapat euforia masyarakat untuk berbelanja muncul seperti biasanya.
"Menurut saya, kelengahannya di dua. Pertama, dibuka kesempatan untuk belanja besar-besaran," kata Riono.
"Kedua, tanpa memerhatikan social distancing dan protokol kesehatan lainnya, dan juga masyarakat memanfaatkan itu," lanjut dia.
Ia menyinggung perilaku masyarakat semacam itu adalah akibat selama ini seperti dibatasi untuk bepergian.
"Karena selama ini seperti dikekang, begitu dilepas untuk belanja saja sudah seperti enggak pernah ke mal atau enggak pernah ke pasar," ungkap Riono. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)