TRIBUNWOW.COM - Reformasi tahun 1998 akan selalu diingat sebagai tonggak sejarah berjalannya demokrasi di Indonesia.
Turunnya Presiden Soeharto dari masa jabatannya berpuluh-puluh tahun terlahir dari bergeraknya masyarakat yang menginginkan perubahan.
Politisi senior Amien Rais adalah satu dari sekian banyak orang yang terlibat dalam era reformasi pada 21 Mei 1998 lalu.

• Amien Rais Ngaku Sering Dikritik Teman-temannya: Jangan Kebablasan Dong
Tak sedikit tantangan yang dihadapi olehnya dalam mewujudkan reformasi di Indonesia.
Pada kanal YouTube Refly Harun, Rabu (20/5/2020), Amien menceritakan ancaman yang ia dapat menjelang turunnya Soeharto.
Awalnya pakar hukum tata negara Refly Harun menyinggung soal tensi menjelang reformasi yang begitu menegangkan.
"Itu kan saat yang sangat menegangkan," kata Refly.
"Dan kita tahu bahwa yang namanya TNI itu teorinya adalah kalau masih kecil dia adang tapi kalau dia besar maka mereka itu malah mem-backup."
Ia lalu menanyakan kepada Amien soal kondisinya menjelang turunnya Soeharto.
"Sebelum tanggal 20 itu Pak Amien pernah mengalami ancaman enggak?" tanya Refly.
"Misalnya ancaman pembunuhan, intimadsi, dan lain sebagainya," sambungnya.
Menjawab pertanyaan tersebut, Amien mengiyakan soal ancaman.
Pria pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan dirinya pernah mendapat ancaman berupa telepon gelap.
"Ancaman telepon gelap," kata Amien.
Mendapat ancaman tersebut, Amien justru menantang orang yang meneleponnya agar menemuinya langsung.
"'Apa Anda sudah bosan hidup', waktu itu 'Anda siapa ke sini saja kalau mau ngomong'," ucap Amien Rais menirukan percakapannya dengan pengancam.
Namun setelah dia membahas ancaman tersebut, si pengancam langsung menutup teleponnya.
"Terus dia tutup," kata Amien Rais.
• Amien Rais Minta Jangan Desak Jokowi Turun dari Jabatannya: Semarah-marahnya, Tunggu sampai Akhir
Anak Diancam Disiram Air Keras
Meskipun tidak takut diancam tentang keselamatan dirinya, Amien Rais mengakui ia pernah merasa takut saat keselamatan anaknya yang terancam.
Mantan pemimpin organisasi Muslim Muhammadiyah itu mengatakan saat itu anaknya diancam akan disiram dengan menggunakan air keras.
"Waktu itu saya agak grogi ketika mengatakan 'Hei Amien Rais, kita tahu lho jadwal anak-anakmu sekolah di mana, kapan, nanti kita siram air raksa biar buta dan lain-lain," papar Amien.
Mendengar ancaman tersebut, Amien Rais berharap dalam hati agar ancaman tersebut tidak terjadi.
"Itu juga saya, 'Ya Allah mudah-mudahan enggak'," terangnya.
Ancaman lain yang ia dapat adalah telepon palsu yang menakut-nakuti keluarganya.
"Kemudian istri saya jam delapan pagi ditelepon, 'Bu Amien ini Pak Amien Rais kecelakaan di jalan Magelang, meninggal dunia'," jelas Amien.
Amien Rais mengatakan telepon tersebut langsung dibalas oleh istrinya bahwa suaminya itu baru saja pergi ke kampus.
Mendengar hal tersebut Refly sontak tertawa.
Berkaca dari banyaknya ancaman yang ia terima menjelang masa reformasi, Amien merasa heran mengapa dirinya begitu berani.
"Jadi memang waktu itu saya kadang-kadang juga mengapa saya dulu begitu berani, saya tidak tahu juga," ucap Amien.
Namun berdasarkan kejadian itu, ia menyadari bahwa kekuasaan tertinggi memang berada di tangan rakyat.
"Yang kita hadapi kan sebuah mesin birokrasi, mesin militer, mesin politik yang sepertinya kokoh sekali, tidak terbayangkan bisa turun secara konstitusional," ujar Amien.
"Rakyat itu memang akhirnya pemilik kedaulatan sejati," tandasnya.
• Amien Rais: Warga Indonesia yang Paling Bertanggung Jawab Tinggal Dua, Pak Jokowi dan Pak Luhut
Amien Rais Minta Jokowi Jangan Turun
Pada segmen selanjutnya, Amien meminta jangan sampai Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatannya di tengah jalan.
Mulanya, Amien Rais menjelaskan bahwa seharusnya dalam dunia politik semua orang harus bisa bersikap dewasa dan tidak mudah berseteru.
"Jadi tidak ada yang kemudian puas ya, hanya sesungguhnya sebuah yang dewasa itu kalau awalnya sudah bagus mestinya juga jangan cepat lantas gontok-gontokan," ujar Amien.
Amien mengaku merasa aneh dengan pergantian presiden yang berlangsung cukup singkat pada 1998-2004.
Dalam lima tahun sudah ada lima kali pergantian presiden.
"Kemudian saya mengingatkan alangkah lucunya selang lima tahun kita menyaksikan lima presiden."
"Jadi waktu reformasi kita menyaksikan Pak Harto diganti oleh Pak Habibie, Pak Habibie diganti oleh Pak Abdurrahman Wahid, Gus Dur diganti oleh Megawati, lalu diganti Pak Yudhoyono itu kan cuma rentang lima tahun saja," ucap dia.
Sehingga, ia meminta jangan sampai mendesak presiden mundur.
Apabila itu terjadi maka sia-sia konstitusi itu telah dibentuk.
"Jadi jangan sampai kita nanti ada presiden yang turun di tengah jalan, ini kita hormati semarah-marah kita kepada presiden, kita tunggu sampai titik akhir."
"Karena kalau kita sampai turunkan presiden di tengah jalan lagi nanti kambuh, nanti enggak ada gunanya itu konstitusi," kata dia.
Mantan Ketua MPR ini mengaku juga berlaku hingga sekarang.
Jangan sampai mendesak Jokowi turun di tengah jalan karena menurutnya hal itu bisa membuat situasi semakin buruk.
"Sikap itu sampai hari ini Pak?," tanya Refly Harun.
"Ya saya begitu, Iya itu betul, karena saya tahu menurut saya kalau Pak Jokowi sampai diturunkan itu akan jauh lebih parah."
"Lebih baik sudahlah, ya sudah kita tunggu jika Allah menghendaki lain kita tidak akan pernah tahu," ujar dia.
Lihat videonya mulai menit 14.50:
(TribunWow.com/Anung/Gipty)